Patofisiologi Gangguan Mood
Patofisiologi gangguan mood sangat kompleks dan melibatkan aktivasi kronis dari stress response system. Hal ini disertai dengan kerentanan genetik, riwayat keluarga, dan sistem dukungan sosial yang buruk.[1]
Stress Response System
Stress kronis akan menyebabkan aktivasi berlebihan dari sistem aksis hipotalamus–pituitari–adrenal (aksis HPA) dan menyebabkan peningkatan kadar kortisol. Hal ini disertai dengan kegagalan pada sistem feedback negatif pada aksis HPA telah dilaporkan berkaitan dengan timbulnya gangguan mood, seperti gangguan bipolar dan depresi.[1]
Neuroanatomi
Patofisiologi gangguan mood juga melibatkan disrupsi pada plastisitas neuronal. Pasien-pasien dengan dukungan sosial yang buruk dilaporkan mengalami gangguan dalam plastisitas neuronal sehingga menjadi rentan mengalami gangguan mood. Gangguan plastisitas ringan sampai sedang berisiko mengalami depresi, sedangkan gangguan plastisitas yang berat berisiko mengalami manik.[1]
Perubahan Konsentrasi Monoamine
Overaktivitas aksis HPA mengakibatkan peningkatan kadar kortisol, yang akan menyebabkan perubahan konsentrasi monoamine pada sinaps neuron. Monoamine yang berubah salah satunya penurunan serotonin, yang berhubungan dengan manifestasi klinis depresi pada gangguan mood. Selain serotonin, dopamin juga dipengaruhi oleh perubahan aksis HPA. Dopamin yang menurun memegang peran penting dalam manifestasi klinis manik, depresi psikotik, dan penyalahgunaan obat.[1,16-18]
Penurunan Sensitivitas Reseptor
Selain dipengaruhi oleh aksis HPA, terdapat hipotesis lain terjadinya defisiensi monoamin yang berkaitan pada depresi. Proses ini diatur oleh sistem serotonergik dan noradrenergik yang memproduksi serotonin dan norepinefrin. Pada gangguan depresi, terjadi penurunan sensitivitas reseptor yang mengakibatkan tidak terjadi inhibisi reuptake serotonin, namun sebaliknya, terjadi peningkatan sensitivitas norepinefrin sehingga menurunkan produksi norepinefrin.[1,16-18]
Perubahan Anatomi Limbik-Kortikal-Striatopallido-Thalamus
Hipotesis lain mengungkapkan bahwa patofisiologi gangguan mood berhubungan dengan perubahan anatomi terutama yang berkaitan dengan sirkuit limbik-kortikal-striatopallido-thalamus. Sirkuit ini memiliki peran penting dalam respons seseorang terhadap stressor yang ada. Disfungsi yang dialami salah satu komponen dari sirkuit ini akan mengakibatkan respons yang tidak adaptif dan dapat bermanifestasi berupa gangguan mood.[1,16-18]
Penulisan pertama oleh: dr. Immanuel Natanael Tarigan