Penatalaksanaan Gangguan Mood
Penatalaksanaan gangguan mood melibatkan farmakoterapi dan psikoterapi, yang dipilih sesuai dengan gejala dan tingkat gangguan fungsi yang dialami oleh pasien. Tujuan terapi adalah mengurangi tingkat disfungsi pada pasien dan mencegah kekambuhan.[1,2]
Rawat Inap
Pasien dengan gangguan mood disarankan untuk dirawat inap bila ditemukan tanda berikut:
- Perilaku yang membahayakan diri sendiri
- Perilaku yang membahayakan orang lain
- Terdapat gejala psikosisyang jelas atau gangguan mental lainnya yang ditandai dengan delusi berat, halusinasi visual atau auditori, kebingungan, perilaku katatonik, atau mutisme
- Hendaya fungsional yang berat
- Delirium
- Kehilangan kemampuan mengontrol diri, yakni perilaku yang secara fisik dan mental tidak membahayakan, namun merugikan pasien atau orang lain, misalnya belanja berlebihan
- Adanya gangguan medis lain yang membutuhkan penanganan lebih lanjut. Misalnya pada kasus yang diinduksi oleh obat atau gangguan medis lain dan kasus gangguan mood yang disertai dengan penyalahgunaan obat
- Pasien gangguan mood dengan penyakit jantung sebaiknya dirawat untuk memantau efek samping psikotropika
- Pasien dengan gejala sangat berat sehingga dapat menyebabkan komplikasi medis, misalnya pada pasien depresidengan insomnia berkelanjutan, atau tidak mau makan sama sekali
Perhatian khusus diberikan pada pasien dengan gangguan mood yang disertai dengan kemungkinan percobaan bunuh diri, dimana perlu pendekatan penanganan pasien bunuh diri. Pasien dengan kemungkinan percobaan bunuh diri ditandai dengan pasien yang terus menerus memikirkan bunuh diri, memiliki rencana bagaimana mengeksekusi bunuh diri, dan adanya riwayat upaya percobaan bunuh diri.[22,23]
Prinsip Farmakoterapi Untuk Gejala Manik Dan Bipolar
Bila pasien menunjukkan gejala-gejala manik berat atau mengalami episode campuran yang berat, maka sebaiknya terapi dimulai dengan kombinasi mood stabilizer dan antipsikotik atipikal. Bila gejala ringan, maka bisa diberikan monoterapi dengan mood stabilizer atau antipsikotik atipikal.
Mood stabilizer yang bisa dipilih adalah lithium karbonat atau golongan antikonvulsan seperti asam valproat dan carbamazepine. Antipsikotik atipikal yang bisa dipilih adalah quetiapine, ziprasidone, atau aripiprazole.[1,2,6]
Bila pasien bipolar mengalami episode depresi, maka sebaiknya mendapatkan quetiapine, lurasidone, atau lamotrigine. Bila akan diberikan antidepresan, maka bisa dipilih kombinasi fluoxetine dan olanzapine. Sebaiknya antidepresan tidak digunakan sebagai monoterapi pada pasien bipolar episode depresi.[1,2,11]
Prinsip Farmakoterapi Untuk Gejala Depresi
Bila pasien menunjukkan gejala-gejala depresi, maka bisa diberikan obat-obat antidepresan. Pemilihan antidepresan disesuaikan dengan kondisi fisik pasien dan profil efek samping obat. Obat antidepresan yang bisa menjadi pilihan adalah:
Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI), misalnya sertraline, fluvoxamine, fluoxetine, citalopram, escitalopram, dan paroxetine
Serotonin-norepinephrine reuptake inhibitors (SNRI), misalnya venlafaxine, desvenlafaxine, duloxetine, milnacipran, dan levomilnacipran
- Antidepresan trisiklik, misalnya desipramine, nortriptyline, imipramine, dan amitriptyline
- Antidepresan atipikal, misalnya bupropion dan mirtazapine[1]
Kelemahan obat antidepresan yang tersedia saat ini adalah onset terapetik yang lambat dan efikasi yang rendah.[4,12]
Psikoterapi
Psikoterapi bisa diberikan pada pasien dengan gejala ringan atau dikombinasikan dengan farmakoterapi pada pasien dengan gejala berat. Psikoterapi yang bisa diberikan pada pasien dengan gangguan mood adalah Mindfulness-based cognitive therapy (MBCT), interpersonal psychotherapy, cognitive-behavioral therapy (CBT), dan dialectical behavioral therapy (DBT).[1,11]
Meskipun model-model psikoterapi ini pada awalnya dikembangkan untuk depresi, namun juga telah dilaporkan efektif pada gangguan mood lainnya.[13]
Terapi Behavioral Activation
Terapi ini dijalankan dengan pembuatan serangkaian jadwal kegiatan yang mampu mengarahkan perbaikan mood penderita. Terapi ini terutama dilakukan pada pasien dengan depresi akut dan dapat efektif pada beberapa kasus depresi berat.[22,23]
Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
Cognitive behavioral therapy merupakan terapi yang paling sering dilakukan pada pasien gangguan depresi, terutama kasus akut. Pasien depresi biasanya memiliki pola pikir yang destruktif yaitu pandangan yang negatif akan dirinya sendiri, dunia, dan masa depan. CBT dilakukan untuk membentuk pola pikir yang baru guna menghindari pikiran negatif yang terjadi otomatis dan mengatasi perilaku yang maladaptif. CBT dapat dilakukan pada dewasa, juga efektif pada kasus anak dan remaja.[22,23]
Interpersonal Therapy (IPT)
Terapi ini dilakukan terutama pada pasien dewasa dengan gangguan depresi mayor, dalam jumlah sesi tertentu. Terapi ini melakukan pendekatan yang berbasis hubungan interpersonal dan berfokus pada masalah dalam hubungan tersebut.[22,23]
Mindfulness Based Cognitive Therapy (MBCT)
Terapi MBCT terutama dilakukan pada penderita depresi yang sudah mengalami perbaikan, untuk mencegah kekambuhan. Komponen utama terapi adalah mindfulness training, yaitu kesadaran penuh seseorang untuk menghindari sebuah pemikiran.[22,23]
Problem Solving Therapy (PST)
Terapi ini berfokus pada perbaikan sikap dan perilaku penderita. Terapi ini melibatkan proses kognitif untuk dapat memahami problem yang ada dan bagaimana reaksi atas problem tersebut. Dalam terapi ini, dilakukan upaya perbaikan pada dua aspek cara memecahkan masalah, yaitu:
- Bagaimana cara berorientasi pada masalah, menyangkut sikap dan reaksi emosional
- Bagaimana gaya memecahkan masalah, menyangkut aktivitas seseorang atas suatu masalah
Tujuan terapi ini adalah mengubah perilaku dan reaksi penderita terhadap problem yang dihadapi, sehingga mengurangi stress dan meningkatkan kualitas hidup.[22,23]
Terapi Biologis
Terapi biologis yang tersedia saat ini adalah repetitive transcranial magnetic stimulation (rTMS) dan electroconvulsive therapy (ECT). Namun, sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa kedua terapi ini lebih efektif dalam mengatasi gejala-gejala depresi, meskipun ada pula yang menyatakan bahwa ECT juga efektif untuk mengatasi gangguan mood yang resisten terapi.[1,2,4,6,10]
Diet
Umumnya pasien dengan gangguan mood tidak memerlukan diet khusus, kecuali pada pengobatan dengan monoamine oxidase inhibitors (MAOI). Pasien yang mendapatkan pengobatan dengan MAOI harus menghindari makanan tinggi tiramin, yaitu makanan yang difermentasi seperti keju, acar, dan daging asap. Mengonsumsi tiramin tinggi dengan MAOI dapat menyebabkan krisis hipertensi.
Selain itu, pasien dengan pengobatan lithium, disarankan untuk mengubah pola konsumsi garam karena dapat mempengaruhi kadar obat dalam darah. Peningkatan konsumsi garam dapat menurunkan kadar litium sehingga menurunkan efikasi obat, sebaliknya penurunan konsumsi garam akan meningkatkan efek samping dan toksisitas.[22,23]
Olahraga
Berolahraga memang tidak menjadi prioritas bagi pasien yang mengalami depresi atau gangguan cemas. Namun, penelitian membuktikan bahwa melakukan olahraga secara teratur dapat mengurangi gejala depresi. Hal tersebut dikarenakan setelah berolahraga akan meningkatkan jumlah endorfin dalam darah yang dipercaya erat kaitannya dengan perubahan mood menjadi lebih baik dan nyaman. Selain itu aktivitas fisik atau olahraga dapat mengalihkan perhatian dari hal-hal yang tidak menyenangkan dan pikiran negatif.[24]
Pemantauan Pengobatan
Evaluasi pengobatan pada pasien dengan gangguan mood sama seperti pilihan pengobatannya, yaitu disesuaikan dengan episode yang dialami pasien, sehingga pilihan terapi dapat disesuaikan. Evaluasi pengobatan pasien episode manik atau campuran berat sebaiknya dilakukan setiap 2-5 hari, hingga pasien menunjukkan perbaikan gejala. Evaluasi selanjutnya dilakukan pada 4-8 minggu setelah pengobatan, untuk memantau keadaan remisi pasien.
Pasien dewasa setidaknya menerima pengobatan selama 6 bulan sampai adanya perbaikan. Setelah pasien dinyatakan remisi penuh, pengobatan sebaiknya dilanjutkan hingga 4-6 bulan kemudian. Penghentian pengobatan dilakukan secara perlahan selama 2-4 minggu.
Evaluasi pasien dengan depresi dilakukan setiap 1-2 minggu, setidaknya dalam 6 minggu pertama. Bila ditemukan pasien tidak mengalami gejala depresi atau manik selama 2 bulan, maka dipertimbangkan sebagai kasus remisi total. Pada kasus ini pemantauan dilakukan secara periodik untuk melihat ada tanda-tanda kekambuhan.
Bila pasien gangguan depresi mayor menunjukkan perbaikan dalam 6-8 minggu pasca pengobatan, pilihan terapi dilanjutkan dalam 4-9 bulan. Bila pasien mengalami episode depresi yang berulang, pengobatan yang lebih lama mungkin diperlukan. Pemantauan berkala dilakukan pada pasien terutama berkaitan dengan efek samping dan pemantauan perbaikan klinis pasien.[22,23]
Penulisan pertama oleh: dr. Immanuel Natanael Tarigan