Patofisiologi Gangguan Tidur
Patofisiologi pasti gangguan tidur masih belum diketahui, namun diperkirakan melibatkan faktor neurobiologis dan psikologis, yang mencakup faktor perilaku, kognitif, emosional, dan genetik.[6,7]
Model Neurokognitif
Salah satu model yang digunakan untuk menjelaskan patofisiologi gangguan tidur adalah model neurokognitif. Model ini menerangkan bahwa faktor predisposisi, presipitasi, perpetuasi, dan neurokognitif adalah faktor-faktor yang mendasari berkembangnya insomnia dan menjadikannya gangguan kronik.[6-9]
Model Psychobiologic Inhibition
Model lain yang bisa digunakan untuk adalah model psychobiologic inhibition, yang menunjukkan bahwa tidur yang baik membutuhkan otomatisasi dan plastisitas. Otomatisasi artinya bahwa inisiasi tidur dan maintenance tidur bersifat involunter, yang dikendalikan oleh homeostasis dan regulasi sirkadian. Plastisitas adalah kemampuan sistem tubuh untuk mengakomodasi berbagai kondisi lingkungan.
Pada kondisi normal, tidur terjadi secara pasif (tanpa atensi, niat, atau usaha). Situasi hidup yang penuh dengan stres bisa memicu berbagai respon arousal fisiologis dan psikologis, yang menimbulkan inhibisi terhadap de-arousal yang berhubungan dengan tidur dan menimbulkan gejala gangguan tidur.[6-9]
Gangguan Otak atau Neurotransmitter
Gangguan tidur juga bisa terjadi akibat disrupsi pada regio otak yang mengatur tidur atau pada neurotransmitter otak. Pengaturan tidur bangun dikendalikan oleh basal forebrain melalui proyeksi kolinergik dan GABAergik. Regio ini juga mendapatkan input dari berbagai area hipotalamus dan brainstem. Regio ini juga menjadi relay serabut aferen dari reticular activating system ke area kortikal.
Sirkuit yang mempertahankan kondisi terjaga adalah reticular activating system yang terbentuk dari sekelompok neuron di medulla yang memberikan proyeksi difus ke hipotalamus posterior. Formasi retikular ini menerima input dari berbagai sistem sensoris dan memberikan proyeksi eksitatorik ke basal forebrain, thalamus, dan hypothalamus. Gangguan pada jaras ini menyebabkan gangguan untuk mempertahankan kesadaran, misalnya pada hipersomnia dan narkolepsi.[7,8]
Neurotransmitter yang terlibat dalam patofisiologi gangguan tidur adalah serotonin, norepinefrin, histamine, hipokretin/orexin, asetilkolin, dopamine, glutamate dan GABA.[7–9]
Penulisan pertama oleh: dr. Irwan Supriyanto PhD SpKJ