Penatalaksanaan Gangguan Tidur
Penatalaksanaan gangguan tidur dimulai dari pendekatan nonfarmakologi, yang mencakup sleep hygiene dan sleep restriction. Terapi farmakologi yang dapat digunakan untuk membantu mengurangi gejala gangguan tidur antara lain benzodiazepine, agonis reseptor melatonin, dan Z-drugs.[1]
Terapi Nonfarmakologi
Terapi nonfarmakologi untuk gangguan tidur dapat berupa sleep hygiene, cognitive behavioral therapy, dan stimulus control therapy.
Sleep Hygiene
Sleep hygiene mencakup perubahan gaya hidup, seperti kontrol diet, olah raga teratur, dan mengurangi penggunaan stimulan dan alkohol. Faktor lingkungan yang mungkin mengganggu tidur, misalnya suara, cahaya, dan temperatur, juga dikendalikan. Selain itu juga disarankan untuk menghindari tidur siang dan makan malam yang berat.[1,22]
Stimulus Control Therapy
Pasien yang mengalami gangguan tidur kronis cenderung mengalami conditioning antara lingkungan tempat tidur dan jam tidur dengan perilaku-perilaku yang bisa mengganggu tidur, seperti khawatir, membaca, menggunakan smartphone, atau menonton televisi di tempat tidur. Stimulus control therapy ditujukan untuk menghilangkan perilaku-perilaku yang mengganggu tidur ini dari tempat dan jam tidur.
Instruksi untuk terapi ini mencakup:
- Berbaring di tempat tidur hanya ketika sudah mengantuk
- Hindari aktivitas yang membuat tetap terjaga di tempat tidur
- Tidur hanya di tempat tidur di kamar tidur dan bukan di tempat lain, seperti sofa
- Segera meninggalkan tempat tidur setelah bangun
- Hanya masuk ke kamar tidur ketika sudah mengantuk
- Selalu bangun pada waktu yang sama, meskipun jumlah jam tidur malam berbeda-beda (dengan tanpa mempedulikan jumlah jam tidur malam)
- Hindari tidur di siang hari[1,5]
Sleep Restriction
Terapi ini dilakukan dengan membatasi waktu terjaga di tempat tidur (sebelum tidur). Sebelum terapi dimulai, pasien diminta membuat sleep log selama 2 minggu untuk mengetahui perbandingan waktu benar-benar tidur di tempat tidur dibandingkan dengan seluruh waktu yang dihabiskan di tempat tidur (sleep efficiency).
Pasien hanya diijinkan tidur sejumlah waktu yang dihabiskan benar-benar tidur di tempat tidur (tapi tidak boleh kurang dari 5 jam), sehingga pasien akan mengalami deprivasi tidur dan peningkatan dorongan untuk tidur. Bila sleep efficiency sudah mencapai 90%, maka jam tidur ditambahkan 15 menit.[1,5]
Terapi Relaksasi
Pikiran bisa memperparah gangguan tidur. Mereka yang mengalami gangguan tidur seringkali mencemaskan kesulitan tidurnya ketika memulai tidur sehingga memperparah gangguan tidurnya. Terapi relaksasi ditujukan untuk meredakan pikiran-pikiran ini. Teknik relaksasi yang bisa digunakan adalah progressive muscular relaxation, autogenic training (menginduksi sensasi hangat dan tekanan untuk menimbulkan relaksasi somatik), dan imagery.[1,5]
Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
CBT untuk insomnia menggunakan pendekatan kognitif mengatasi distorsi kognitif dan miskonsepsi mengenai insomnia, pendekatan perilaku, dan pendekatan edukasional (misalnya sleep hygiene). CBT untuk insomnia bisa dilakukan secara interpersonal maupun dalam bentuk terapi kelompok.[1,5]
Bentuk CBT khusus untuk insomnia adalah Cognitive-behavioral therapy for insomnia (CBT-I). Terapi ini dilaporkan efektif dalam format individual, kelompok, atau digital. Terapi ini juga efektif dalam memperbaiki parameter tidur, seperti efisiensi tidur dan waktu tidur total, serta menurunkan latensi tidur, jumlah periode terbangun, dan tingkat keparahan insomnia.[23,24]
Maintenance Patensi Jalan Napas
Untuk mereka yang mengalami gangguan tidur yang terkait dengan gangguan jalan napas, maka bisa dipertimbangkan untuk pemberian dental-oral appliance, pengaturan posisi tidur, penurunan berat badan, atau tindakan operatif.[25]
Terapi Farmakologi
Banyak klinisi yang memberikan obat golongan antihistamin yang mempunyai efek sedasi kuat untuk mengatasi gangguan tidur. Namun hal ini tidak direkomendasikan karena antihistamin mempunyai efek antikolinergik. Obat lain yang berefek sedasi dan bisa digunakan adalah obat antidepresan, misalnya mirtazapine, trazodone, dan amitriptyline.[1,6]
Prinsip Terapi Gangguan Tidur
Penggunaan obat sebaiknya diberikan dalam durasi singkat atau sebagai tambahan untuk terapi nonfarmakologis. Obat dipilih dengan mempertimbangkan:
- Keluhan utama gangguan tidur yang dialami (misalnya kesulitan memulai tidur atau mempertahankan tidur)
- Frekuensi terjadinya gangguan tidur (setiap malam atau intermiten)
- Durasi pemberian obat yang direncanakan
- Umur dan komorbiditas yang dimiliki pasien
Untuk pasien yang mengalami kesulitan untuk memulai tidur (insomnia inisiasi), bisa diberikan obat-obat short-acting seperti alprazolam dan zolpidem. Terdapat studi yang menyebutkan bahwa suplementasi magnesium bermanfaat pada insomnia pasien dewasa, tetapi mekanisme dan efikasinya masih membutuhkan studi lebih lanjut.
Untuk pasien yang mengalami gangguan untuk mempertahankan tidur bisa diberikan obat dengan aksi yang lebih panjang, seperti eszopiclone dan suvorexant. Pasien-pasien yang mempunyai komorbiditas kecemasan atau depresi, bisa diberikan antidepresan yang mempunyai properti sedatif, seperti trazodone dan mirtazapine.
Untuk mereka yang mengalami gangguan irama sirkadian, bisa diberikan obat golongan melatonin agonis atau orexin antagonis.[1,5,6]
Obat Untuk Mengatasi Kualitas dan Kuantitas Tidur
Farmakoterapi yang bisa digunakan pada gangguan tidur dimana pasien mengalami penurunan kualitas dan kuantitas tidur adalah:
- Golongan benzodiazepine seperti flurazepam, temazepam, estazolam, dan triazolam)
Z-drugs seperti zaleplon, zolpidem, dan eszopiclone
- Agonis reseptor melatonin seperti ramelteon[1,5]
Golongan benzodiazepine adalah obat yang murah dan tersedia luas, namun mempunyai risiko timbulnya adiksi dan toleransi, sedasi berlebihan, risiko jatuh, efek samping muscle relaxant, serta efek kognitif yang signifikan. Golongan z-drugs telah disetujui FDA untuk manajemen insomnia kronis, namun mempunyai efek samping timbulnya parasomnia, sedasi berlebihan, dan potensi timbulnya toleransi.[6]
Obat Hipersomnia dan Narkolepsi
Selain obat untuk mengatasi insomnia, ada juga obat yang digunakan untuk mengatasi hipersomnia dan narkolepsi. Obat-obat yang bisa digunakan sebagai anti-narkolepsi lini pertama adalah modafinil, armodafinil, pitolisant, sodium oxybate, dan solriamfetol. Obat-obat yang bisa digunakan sebagai lini kedua adalah metilfenidat dan amfetamin.[4,21]
Penulisan pertama oleh: dr. Irwan Supriyanto PhD SpKJ