Pendahuluan Kleptomania
Kleptomania merupakan gangguan psikiatri yang ditandai dengan perilaku mencuri berulang akibat adanya dorongan kuat yang tidak tertahankan dan biasanya dilakukan bukan untuk meraih keuntungan material. Berdasarkan DSM-5, kleptomania dikategorikan ke dalam kelompok gangguan kontrol impuls karena gejalanya yang meliputi kesulitan mengendalikan impuls untuk mencuri.[1-3]
Kleptomania perlu dibedakan dengan mengutil. Orang yang mengutil umumnya mengambil apa yang mereka inginkan, butuhkan, atau tidak mampu mereka beli. Pasien kleptomania tidak melakukan pencurian atas dasar materi. Tindakan pencurian pada kleptomania didasari oleh ketidakmampuan mengontrol impuls meskipun sudah mengetahui bahwa tindakannya dapat mencelakai dirinya atau orang lain.
Kasusnya yang tergolong jarang menyebabkan pengetahuan seputar kleptomania masih terbatas. Penyebab dan patofisiologi terjadinya kleptomania masih belum sepenuhnya dipahami. Hipotesis sementara menyebutkan bahwa kleptomania berkaitan dengan gangguan pada jalur neurotransmitter yang melibatkan serotonin, dopamin, dan opioid.[1,4,5]
Pasien dengan kleptomania biasanya jarang mencari pengobatan secara mandiri karena gejalanya dianggap memalukan. Pada umumnya, diagnosis kleptomania ditemukan pada individu yang tertangkap saat mencuri atau pada pasien yang telah memiliki gangguan psikiatri sebelumnya. Penegakan diagnosis kleptomania dilakukan berdasarkan kriteria diagnosis DSM-5 dan tidak memerlukan pemeriksaan fisik atau pemeriksaan penunjang khusus.[4,6]
Saat ini, belum ada satu pengobatan definitif yang terbukti efektif untuk kleptomania. Secara garis besar, efikasi yang lebih baik dianggap dapat dicapai dengan menggunakan terapi kombinasi dari psikoterapi dan farmakoterapi.[4]
Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), seperti fluoxetine, fluvoxamine, dan paroxetine, banyak digunakan dalam terapi kleptomania. Meski demikian, bukti ilmiah terkait efikasinya masih menunjukkan hasil inkonsisten.
Pilihan terapi lain adalah obat yang digunakan dalam terapi adiksi, seperti antagonis opioid naltrexone. Namun, bukti ilmiah yang mendukung juga masih sangat terbatas.[4,6]