Epidemiologi Kleptomania
Berdasarkan data epidemiologi, kasus kleptomania tergolong jarang ditemukan. Hal ini bisa disebabkan karena kejadiannya yang memang sedikit atau karena individu malu untuk mengakuinya sehingga cenderung untuk menyembunyikan gejalanya.[8]
Global
Hingga kini belum ada studi epidemiologi skala besar yang mengevaluasi prevalensi kleptomania pada populasi umum. Dalam sebuah survey yang melibatkan 791 mahasiswa, ditemukan ada 3 orang (0,38%) yang memenuhi kriteria diagnosis kleptomania. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi ini merupakan kondisi yang cukup jarang atau mungkin disembunyikan oleh pasien.[8]
Kejadian kleptomania lebih umum ditemukan pada pasien dengan gangguan psikiatri. Sebuah penelitian yang melibatkan 204 pasien rawat inap psikiatri menunjukkan 7,8% di antaranya juga terdiagnosis kleptomania. Komorbid gangguan psikiatri juga banyak ditemukan pada pasien kleptomania, seperti gangguan mood, gangguan cemas, gangguan makan, penyalahgunaan zat, gangguan obsesif kompulsif, gangguan kepribadian, serta kejadian bunuh diri.[7,9]
Indonesia
Sampai saat ini, data epidemiologi kleptomania di Indonesia masih belum tersedia.
Mortalitas
Kleptomania tidak berkaitan dengan mortalitas secara langsung. Meskipun begitu, kondisi ini dapat menyebabkan hendaya dalam kehidupan sosial dan mempengaruhi kualitas hidup penderita. Misalnya, pasien bisa ditangkap dan diproses secara hukum, yang kemudian akan menyulitkan pasien dalam bersosialisasi atau mencari pekerjaan.[9]