Patofisiologi Kleptomania
Patofisiologi kleptomania belum sepenuhnya diketahui, tetapi diduga berkaitan dengan gangguan pada jalur neurotransmitter yang melibatkan serotonin, dopamin, dan opioid. Awalnya, kleptomania sering dianggap sebagai bagian dari spektrum gangguan obsesi kompulsi. Gangguan obsesif kompulsif merupakan penyakit yang memberikan respon positif terhadap terapi selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI). Hal ini yang mencetuskan dugaan bahwa serotonin turut berperan dalam patomekanisme kleptomania.
Selain serotonin, dopamin juga diduga berperan dalam terjadinya kleptomania. Penggunaan agonis dopamin sebagai terapi penyakit Parkinson dapat memunculkan efek samping gejala kleptomania serta kelainan kendali impuls lainnya. Pemberian dopaminergik sebagai upaya mengatasi defisiensi dopamin di striatum dorsal pada Parkinson diduga dapat menyebabkan kelebihan dopamin di jalur kortikostriatal ventral yang mempengaruhi fungsi kognitif dan sistem limbik.
Komponen berikutnya yang diduga berperan dalam terjadinya kleptomania adalah sistem opioid pada otak yang berpengaruh terhadap kemampuan individu dalam mengendalikan impuls. Sebagian beranggapan bahwa kleptomania tergolong dalam kelompok gangguan adiksi perilaku. Hal ini mendorong studi untuk mengetahui manfaat pemberian terapi adiksi pada pasien kleptomania. Naltrexone merupakan antagonis opioid yang dimanfaatkan sebagai terapi pada adiksi alkohol dan adiksi perilaku. Obat ini bekerja dengan menghambat pelepasan dopamin yang dimediasi oleh opioid. Beberapa laporan kasus menunjukkan perbaikan gejala pada kleptomania dengan pemberian naltrexone sehingga opioid dianggap berperan dalam patofisiologi kleptomania.[1,4,5,7]