Diagnosis Nightmare Disorder
Diagnosis nightmare disorder atau gangguan mimpi buruk ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis dalam ICD X (International Classification of Disease and Related Health Problems X) atau DSM 5 (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 5).
Terdapat beberapa kriteria yang seragam untuk ICD X dan DSM-5, yaitu adanya mimpi buruk yang berulang, yang menyebabkan pasien terbangun dari tidur, dan umumnya isi dari mimpi masih bisa diingat dengan jelas.
Anamnesis
Anamnesis nightmare disorder ditujukan untuk mencari kemungkinan psikopatologi yang mendasari, tingkat distres yang timbul, dan tingkat gangguan fungsi yang terjadi.[6,7] Riwayat kejadian traumatik, stres psikologis, dan penyalahgunaan zat juga harus ditanyakan.[5]
Gejala-gejala yang perlu digali, khususnya pada anak-anak, adalah adanya mimpi-mimpi buruk berulang, yang isinya masih bisa diingat dengan jelas dan menyebabkan pasien terbangun (sering kali di tengah malam). Mimpi buruk umumnya terjadi pada fase REM sehingga sering kali ditemukan pada paruh akhir dari waktu tidur (tengah malam atau dini hari).
Berbeda dengan gangguan tidur REM dan night terror, gejala-gejala seperti vokalisasi, gerakan-gerakan motorik, dan peningkatan tonus simpatis (pernapasan cepat, perspirasi, atau dilatasi pupil) jarang ditemukan.[12]
Dampak mimpi buruk dan kualitas tidur yang buruk juga perlu dikonfirmasi. Dampak yang pertama kali perlu ditanyakan adalah pengaruh gangguan terhadap kuantitas dan kualitas tidur.
Dampak lain yang perlu ditanyakan adalah perasaan lelah ketika terbangun di pagi hari, mengantuk di siang hari, tidak berenergi, kesulitan berkonsentrasi, kekhawatiran tidak cukup tidur, distres mental, serta gejala cemas dan depresi. [5]
PemeriksaanFisik
Pemeriksaan fisik diperlukan untuk mendeteksi kondisi-kondisi fisik yang bisa memicu timbulnya mimpi buruk atau kondisi yang sering menjadi komorbiditas gangguan ini. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan indikasi.
Salah satu kondisi fisik yang bisa menyebabkan mimpi buruk adalah apnea tidur. Hal ini karena apnea pada waktu tidur menyebabkan fragmentasi waktu tidur. Tanda bahaya untuk kondisi apnea tidur adalah mengantuk berat di siang hari, mengorok, atau episode tersedak yang menyebabkan pasien terbangun.[13]
Fragmentasi jam tidur merupakan faktor risiko mimpi buruk. Oleh karena itu, kondisi-kondisi fisik yang bisa menyebabkan pasien sering terbangun juga bisa memicu mimpi buruk. Contoh fragmentasi waktu tidur adalah pasien diabetes mellitus yang tidak terkontrol yang sering terbangun akibat poliuria.[7]
Demam juga bisa menginduksi mimpi buruk. Mimpi buruk yang dipicu oleh umumnya mempunyai warna yang lebih negatif dan bizzare (aneh). Oleh karena itu, kondisi-kondisi yang bisa menyebabkan demam di malam hari juga berisiko menimbulkan mimpi buruk, misalnya demam tifoid.[14]
Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan penunjang spesifik yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis nightmare disorder. Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai dengan indikasi. Polisomnografi tidak disarankan dilakukan untuk menegakkan diagnosis nightmare disorder, tetapi bisa digunakan untuk menyingkirkan diagnosis gangguan tidur lainnya yang terjadi pada paruh akhir waktu tidur, misalnya gangguan siklus tidur REM, sleep apnea, sleep related dissociative disorder.[8,10]
Tingkat distres akibat mimpi buruk dan frekuensinya bisa diukur dengan menggunakan instrumen, antara lain Nightmare Frequency Questionnaire (NFQ), Mannheim Dream Questionnaire (MADRE), dan Nightmare Distress Questionnaire (NDQ).[5]
Instrumen yang paling banyak digunakan adalah NDQ, di mana kuesioner ini terdiri dari 13 pertanyaan dengan skala Likert yang mengukur preokupasi-ketakutan akan mimpi buruk, tingkat gangguan, dan tanda-tanda yang dirasakan mengenai mimpi buruk. Tidak ada cut off untuk NDQ, di mana semakin besar skor akan menunjukkan semakin berat tingkat distres yang diakibatkan mimpi buruk.[15]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk nightmare disorder adalah sleep terror disorder, REM sleep behavior disorder, bereavement, narkolepsi, nocturnal seizure, breating related sleep disorder, serangan panik, sleep related dissociative disorder, dan penyalahgunaan zat.[7]
Pada sleep terror, umumnya pasien terbangun dengan ketakutan berat disertai hiperaktivitas otonom dan pasien tidak bisa mengingat detail mimpinya, berbeda dengan nightmare disorder.
REM sleep behavior disorder adalah gangguan tidur yang ditandai oleh gerakan tubuh mendadak (sering kali lengan) dan disertai oleh vokalisasi ketika seseorang sedang bermimpi yang jelas saat sedang berada dalam fase tidur REM.
Pada sleep related dissociative disorder, pasien sering kali mengalami pengalaman disosiatif (seolah-olah terpisah dari dirinya), tetapi hal ini terjadi ketika pasien hampir terbangun. Hasil pemeriksaan EEG pada pasien tersebut menunjukkan bahwa pasien saat itu sadar penuh. Kedua gangguan ini mempunyai karakteristik spesifik yang membedakannya dari nightmare disorder.[7]
Mimpi buruk yang mengikuti bereavement umumnya bertema mengenai kematian atau peristiwa-peristiwa terkait dengan kematian dan terjadi setelah penderitanya kehilangan orang terkasih.[16]
Pasien-pasien narkolepsi juga sering mengalami mimpi buruk, tetapi mempunya karakteristik khas, yaitu ketidakmampuan untuk mempertahankan kesadaran dan jatuh tertidur secara mendadak, yang umumnya disertai dengan katalepsi. Sementara itu, mimpi buruk akibat gangguan pernapasan ketika tidur umumnya mempunyai tema yang aneh dan disertai dengan kelelahan dan mengantuk di siang hari yang menonjol.[7]
Mimpi buruk pada penyalahgunaan zat umumnya timbul pada kondisi withdrawal sehingga sering kali disertai dengan gejala-gejala withdrawal spesifik terkait zat yang digunakan.[7]
Kriteria Diagnostik ICD-X (International Classification of Disease and Related Health Problems X)
Kriteria diagnosis untuk nightmare disorder berdasarkan ICD-X adalah:
- Terjaga dari tidur di malam hari atau tidur siang karena mengalami mimpi menakutkan bisa diingat dengan jelas dan detil, biasanya bertema survival, keamanan, atau integritas fisik. Terjaga dari tidur bisa terjadi kapan saja dalam periode tidur, tetapi umumnya terjadi dalam paruh kedua periode tidur
- Setelah terbangun dari mimpi menakutkan, orientasi dan kewaspadaan pasien dapat segera pulih kembali
- Pengalaman mimpi buruk tersebut dan gangguan tidur yang terjadi menimbulkan distress yang nyata pada individu[6]
Kriteria Diagnostik DSM-5 (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 5)
Kriteria diagnosis nightmare disorder dalam DSM-5 terdiri dari:
- Mengalami mimpi-mimpi buruk berulang yang panjang, yang sangat disforik, dan dapat diingat dengan baik. Mimpi biasanya berhubungan dengan ancaman terhadap survival, keamanan, atau ancaman terhadap integritas fisik dan umumnya muncul pada paruh kedua dalam episode tidur.
- Setelah terbangun dari mimpi, pasien dengan cepat pulih orientasi dan kewaspadaannya
- Gangguan tidur ini menyebabkan distress yang signifikan secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, okupasional, atau area fungsi lainnya
- Gejala-gejala mimpi buruk bukan disebabkan oleh efek fisiologis dari penggunaan zat (misalnya akibat penyalahgunaan zat, efek samping obat)
- Adanya gangguan mental atau gangguan medis tidak bisa menjelaskan keluhan mimpi-mimpi disforik[7]
Gangguan dinyatakan akut bila berlangsung selama 1 bulan atau kurang, subakut selama 1–6 bulan, dan persisten bila telah berlangsung lebih dari 6 bulan.[7]