Patofisiologi Nightmare Disorder
Sampai saat ini, patofisiologi pasti dari nightmare disorder atau gangguan mimpi buruk belum diketahui, tetapi terdapat penjelasan psikodinamika mengenai timbulnya gangguan ini. Menurut teori psikodinamika Freud, mimpi buruk terjadi akibat kegagalan mekanisme pemrosesan mimpi untuk menjinakkan konten emosional mimpi.[1,3,4]
Umumnya, konten emosional mimpi akan ditampilkan sebagai simbol-simbol yang tidak berbahaya sehingga tidak mengganggu tidur. Pada awalnya, mimpi mewakili emosi dan perasaan yang menyertai suatu kejadian. Hal ini terjadi sebagai bentuk simbolisasi yang menghubungkan antara trauma dan materi emosional yang menyertai. Mimpi buruk terjadi karena kegagalan proses simbolisasi ini.[1,3,4]
Secara neurobiologis, mimpi merupakan hasil interaksi jaras dopamin-mesokortikal-mesolimbik. Kerusakan pada jaras ini bisa menimbulkan peningkatan arousal (kewaspadaan) dan gangguan pada proses fear extinction, sehingga menimbulkan mimpi buruk.[5]
Fear extinction adalah proses alami otak untuk meredakan konten-konten emosional, terutama takut, cemas, dan perasaan khawatir yang mengganggu akibat suatu peristiwa. Proses ini terjadi melalui regulasi dari medial prefrontal cortex (mPFC) untuk mengendalikan hiperaktivitas amigdala.
Post-traumatic stress disorder (PTSD) merupakan gangguan yang sering ditemukan bersama nightmare disorder. Mimpi buruk pada PTSD sering kali adalah replikasi dari peristiwa traumatik atau emosi yang terkait dengan trauma. Secara neurobiologis, hal ini diperkirakan merupakan kegagalan proses fear extinction, sebagai akibat dari hiperaktivitas amigdala yang disertai dengan hipofungsi jaras regulatori di mPFC. PTSD sendiri terjadi sebagai akibat kegagalan otak untuk meredakan konten emosional suatu peristiwa traumatik.[5]