Diagnosis Tobacco Use Disorder
Diagnosis tobacco use disorder ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis dalam DSM 5 atau ICD 11. Diagnosis untuk gangguan ini sulit karena sebagian besar pasien tidak menganggapnya sebagai gangguan sehingga tidak mengeluhkannya. Dokter harus berperan aktif dalam mendeteksi dan melakukan konseling untuk berhenti merokok. Skrining untuk gangguan ini sebaiknya dilakukan pada semua pasien yang memeriksakan dirinya ke dokter.[1,4,7]
Anamnesis
Anamnesis sebaiknya dimulai dengan menanyakan mengenai pola penggunaan nikotin atau perilaku merokok, gangguan fisik atau mental yang dialami akibat perilaku merokok, gangguan perilaku terhadap orang lain akibat perilaku merokok, dan kemampuan dalam mengendalikan perilaku merokok. Bila pasien mengalami kesulitan dalam mengendalikan penggunaan nikotin, maka perlu ditanyakan mengenai onset, frekuensi, intensitas, durasi, dan upaya penghentiannya.[3,5]
Bila pasien datang karena mengeluhkan mencoba untuk berhenti merokok, maka perlu digali adanya gejala-gejala putus zat, seperti iritabilitas, mood depresif, kecemasan, kesulitan bersosialisasi, peningkatan nafsu makan atau keinginan untuk makan, dan kesulitan tidur. Gejala-gejala ini timbul setelah pasien mengurangi atau menghentikan konsumsi nikotin. Bila gejala putus zat tidak ditangani dengan baik, intensitasnya bisa menyerupai gangguan psikiatri.[3,7]
Selain wawancara untuk penegakan diagnosis, sebaiknya juga digali apakah ada motivasi bagi pasien untuk berhenti merokok atau apakah pernah ada usaha untuk berhenti merokok. Tanyakan juga riwayat penggunaan produk nikotin dalam bentuk lain, misalnya mengunyah tembakau, rokok elektrik, atau snuff/snus pouches.[6]
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan fisik dan penunjang yang spesifik untuk menegakkan diagnosis tobacco use disorder. Pemeriksaan fisik dan penunjang dilakukan untuk mengetahui komplikasi akibat perilaku merokok atau mencari komorbiditas fisik yang sering menyertai perilaku merokok, misalnya kanker, gangguan kardiovaskular, penyakit serebrovaskular, dan penyakit paru obstruktif kronik.[1,12]
Kemungkinan Temuan Klinis
Efek fisik dari nikotin adalah peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan darah, dan penurunan berat badan. Pada pasien dengan gejala putus obat, akan didapatkan peningkatan berat badan karena nafsu makan bertambah, penurunan denyut jantung, dan perbaikan indra perasa dan penghidu.
Pada pemeriksaan fisik, bisa tercium bau asap rokok, terlihat bekas noda tar pada gigi, dan penuaan prematur pada kulit. Selain daripada efek fisik, pada pemeriksaan juga perlu dilakukan observasi perilaku pasien. Pasien dengan tobacco use disorder biasanya memiliki kewaspadaan yang meningkat, bahkan terkadang bisa mencapai gambaran manik. Pasien juga bisa terlihat iritabel, dan akan merasa lebih baik setelah konsumsi nikotin. Depresi dan gangguan cemas juga bisa ditemukan bersamaan dengan tobacco use disorder.[1,12]
Diagnosis Banding
Nikotin seringkali digunakan sebagai temporarily relieve untuk gejala putus zat jenis lain, sehingga pasien-pasien dengan adiksi nikotin berat bisa didiagnosis banding dengan gangguan penggunaan zat lainnya. Selain itu, gejala putus zat akibat berhenti merokok bisa menyerupai gejala putus zat lainnya, misalnya alkohol dan kafein.[5]
Kriteria Diagnostik ICD-11
Dalam ICD-11, ada 5 kelompok kriteria diagnosis untuk tobacco use disorder, yaitu kriteria diagnosis episodic harmful use, pola penggunaan harmful, ketergantungan, intoksikasi, dan putus zat.[3]
Kriteria Diagnosis Episodic Harmful Use (Penggunaan Merugikan Episodik)
Pasien dianggap memiliki diagnosis episodic harmful use apabila:
- Episode penggunaan nikotin yang telah menimbulkan gangguan kesehatan fisik maupun mental, atau menimbulkan gangguan perilaku yang menyakiti atau menyebabkan gangguan pada orang lain
- Gangguan kesehatan individual timbul karena salah satu atau lebih dari hal-hal berikut: 1) perilaku yang berhubungan dengan intoksikasi; 2) efek toksik langsung atau sekunder terhadap sistem atau organ tubuh; 3) jalur penggunaan yang harmful
- Gangguan kesehatan pada orang lain mencakup segala bentuk gangguan fisik (termasuk trauma) atau gangguan mental yang langsung berhubungan dengan intoksikasi zat pada pasien yang mengalami gangguan penggunaan nikotin
- Gangguan kesehatan bukan disebabkan oleh masalah medis atau gangguan mental lainnya[3]
Kriteria Diagnosis Pola Penggunaan Harmful (Pola Penggunaan Merugikan)
Kriteria diagnosis pola penggunaan harmful berdasarkan ICD-11 adalah:
Harmful use adalah pola penggunaan nikotin yang kontinu, rekuren, atau sporadik yang telah menimbulkan gangguan kesehatan fisik maupun mental, atau menimbulkan gangguan perilaku yang menyakiti atau menyebabkan gangguan pada orang lain
- Gangguan kesehatan individual timbul karena salah satu atau lebih dari hal-hal berikut: 1) perilaku yang berhubungan dengan intoksikasi; 2) efek toksik langsung atau sekunder terhadap sistem atau organ tubuh; 3) jalur penggunaan yang harmful
- Gangguan kesehatan pada orang lain mencakup segala bentuk gangguan fisik (termasuk trauma) atau gangguan mental yang langsung berhubungan dengan intoksikasi zat pada pasien yang mengalami gangguan penggunaan nikotin
- Pola penggunaan nikotin yang merugikan jelas terlihat dalam waktu setidaknya 12 bulan bila nikotin digunakan secara episodik atau 1 bulan bila digunakan secara kontinu
- Gangguan kesehatan bukan disebabkan oleh masalah medis atau gangguan mental lainnya[3]
Kriteria Sindrom Ketergantungan
Kriteria sindrom ketergantungan pada tobacco use disorder menurut ICD-11 adalah:
Adanya pola penggunaan nikotin episodik berulang atau kontinu yang telah menimbulkan gangguan regulasi penggunaan nikotin yang ditunjukkan oleh adanya 2 atau lebih dari
a) Kesulitan dalam mengendalikan penggunaan nikotin (onset, frekuensi, intensitas, durasi, penghentiannya)
b) Menetapkan prioritas penggunaan nikotin di atas aspek kehidupan lainnya, termasuk menjaga kesehatan dan aktivitas maupun tanggung jawab sehari-hari, misalnya penggunaan nikotin yang terus meningkat meskipun mengalami konsekuensi negatif (misalnya gangguan dalam hubungan interpersonal, konsekuensi dalam pekerjaan atau pendidikan, masalah kesehatan)
c) Gambaran fisiologis menunjukkan adanya neuroadaptasi terhadap zat, yang mencakup 1) toleransi terhadap efek nikotin atau kebutuhan dosis yang semakin meningkat; 2) gejala putus zat bila penggunaan dikurangi atau dihentikan; 3) penggunaan nikotin atau zat farmakologis lainnya secara berulang untuk menghilangkan gejala-gejala putus zat
Gambaran ketergantungan biasanya jelas terlihat dalam periode 12 bulan tapi diagnosis bisa ditegakkan bila penggunaan nikotin dilakukan secara kontinu (setiap hari atau hampir setiap hari) selama setidaknya 3 bulan.[3]
Kriteria Diagnosis Untuk Intoksikasi Nikotin
Kriteria diagnosis untuk intoksikasi nikotin menurut ICD-11 adalah:
- Gangguan kesadaran, kognisi, persepsi, afek, perilaku, atau koordinasi yang bersifat transien dan signifikan secara klinis, yang berkembang selama atau segera setelah penggunaan nikotin
- Gejala-gejala yang timbul harus sesuai dengan efek farmakologis nikotin yang telah diketahui dan intensitasnya sesuai dengan dosis yang dikonsumsi
- Gambaran intoksikasi nikotin bisa mencakup gelisah, agitasi psikomotor, kecemasan, keringat dingin, pusing, insomnia, palpitasi, parestesis, mual atau muntah, kram abdomen, konfusi, mimpi yang aneh, perasaan panas di bibir, dan salivasi
- Gejala-gejala intoksikasi bersifat terbatas waktu dan membaik seiring dikeluarkannya nikotin dari tubuh
- Gejala yang timbul bukan disebabkan oleh kondisi medis atau kondisi mental lainnya[3]
Kriteria Diagnosis Putus Zat Nikotin
Kriteria diagnosis putus zat nikotin menurut ICD-11 adalah:
- Adanya kelompok gejala, perilaku, atau gambaran fisiologis yang signifikan secara klinis yang muncul setelah penghentian atau penurunan penggunaan nikotin pada mereka yang sebelumnya mengalami ketergantungan nikotin atau mereka yang telah menggunakan nikotin dalam jangka panjang
- Gejala-gejala yang muncul mencakup mood disforik, insomnia, iritabilitas, kemarahan, kecemasan, kesulitan berkonsentrasi, gelisah, bradikardia, peningkatan nafsu makan, dan craving untuk tembakau atau produk nikotin lainnya. Gejala fisik bisa mencakup batuk dan ulserasi mulut.
- Tingkat keparahan dan durasi gejala bisa bervariasi, berhubungan dengan jumlah, frekuensi, dan durasi dari penggunaan tembakau atau produk nikotin lainnya sebelum penurunan/penghentian penggunaan
- Gejala yang timbul bukan disebabkan oleh kondisi medis atau kondisi mental lainnya[3]
Kriteria Diagnostik DSM-5
Dalam DSM-5, tobacco use disorder didiagnosis jika terdapat pola penggunaan tembakau yang problematik yang menyebabkan gangguan atau distress yang signifikan secara klinis, yang bermanifestasi sebagai setidaknya dua dari hal-hal berikut, dalam waktu setidaknya 12 bulan:
- Tembakau seringkali dikonsumsi dengan jumlah yang lebih banyak atau dalam waktu yang lebih lama dari yang dikehendaki,
- Ada keinginan yang persisten atau upaya-upaya untuk mengurangi atau menghentikan penggunaan tembakau, tapi mengalami kegagalan,
- Sejumlah besar waktu dihabiskan untuk mendapatkan atau melakukan aktivitas yang diperlukan untuk mendapatkan tembakau,
Craving, atau keinginan atau dorongan yang kuat untuk menggunakan tembakau,
- Penggunaan tembakau menyebabkan kegagalan untuk melakukan kewajiban di tempat kerja, sekolah, atau rumah,
- Terus menggunakan tembakau meskipun mengalami masalah sosial atau interpersonal yang persisten atau berulang yang disebabkan atau diperburuk oleh penggunaan tembakau,
- Berkurangnya aktivitas sosial, pekerjaan, atau rekreasional yang penting akibat penggunaan tembakau,
- Penggunaan tembakau yang berulang pada situasi-situasi yang berbahaya secara fisik (misalnya merokok di tempat tidur),
- Tembakau tetap digunakan meskipun mengetahui bahwa dirinya mengalami masalah fisik atau psikologis yang persisten atau berulang yang disebabkan atau diperburuk oleh penggunaan tembakau,
- Toleransi, yang didefinisikan sebagai: a) Kebutuhan untuk peningkatan jumlah tembakau untuk mencapai efek yang sama; b) Efek yang semakin berkurang dengan penggunaan jumlah yang sama
- Putus zat, yang didefinisikan sebagai: a) Memenuhi kriteria putus zat untuk tembakau; b)Tembakau (atau zat lainnya yang mirip) digunakan untuk meredakan atau menghindari gejala putus zat
Putuz Zat Tembakai
Kriteria diagnostik gejala putus zat untuk tembakau adalah
A. Penggunaan tembakau setiap hari selama setidaknya beberapa minggu
B. Penghentian mendadak atau penurunan jumlah tembakau, diikuti oleh gejala-gejala berikut dalam 24 jam: 1) Iritabilitas, frustrasi, atau kemarahan; 2)Kecemasan; 3) Kesulitan berkonsentrasi; 4) Peningkatan nafsu makan; 5) Gelisah; 6) Mood depresi; 7) Insomnia
C. Gejala-gejala pada kriteria A dan B menimbulkan gangguan atau distress yang signifikan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lainnya
D. Tanda dan gejala yang muncul bukan disebabkan oleh adanya kondisi medis atau gangguan psikiatri lainnya.[5]