Patofisiologi Cegukan
Patofisiologi cegukan (hiccup) atau singultus adalah kontraksi involunter berulang pada otot diafragma dan otot-otot interkostal, yang diikuti dengan penutupan glotis secara tiba-tiba. Peristiwa tersebut terjadi akibat adanya lesi yang mengiritasi salah satu dari tiga komponen refleks cegukan, yaitu jaras aferen, pusat refleks pada sistem saraf pusat, dan jaras eferen.[1,2]
Komponen Refleks pada Cegukan
Infeksi, keganasan, serta kelainan metabolik dapat menyebabkan iritasi pada salah satu atau lebih komponen refleks dan mencetuskan cegukan. Komponen pertama adalah jaras aferen yang meliputi nervus vagus, nervus frenikus, dan saraf simpatetik yang berasal dari T6–T12.
Kemudian, pusat pengaturan refleks cegukan diperankan oleh beberapa struktur pada midbrain dan batang otak, termasuk medula oblongata, formatio reticularis, nukleus subtalamikus, dan medula spinalis C3–C5. Neurotransmiter sentral seperti gamma aminobutyric acid (GABA), dopamin, serta serotonin berperan dalam pengaturan refleks di sistem saraf pusat.
Komponen terakhir adalah jaras eferen atau komponen motorik, yang terdiri dari nervus frenikus di diafragma, nervus asesorius yang terletak di otot interkostalis, dan nervus laringeus rekuren yang menginervasi glotis.[1-5]
Mekanisme Terjadinya Cegukan
Stimulasi pada komponen aferen akan mengaktivasi jaras refleks cegukan. Saraf motorik akan menyebabkan spasme atau kontraksi otot diafragma. Hal ini umumnya terjadi unilateral. Sekitar 80% kasus spasme ditemukan pada hemidiafragma sinistra.
Selain itu, refleks cegukan juga menyebabkan aktivasi nervus laringeus rekuren yang menstimulasi penutupan glotis, sehingga menimbulkan bunyi “hik” pada saat cegukan. Cegukan umumnya berulang dengan frekuensi yang bervariasi pada setiap individu, yakni sekitar 4–60 kali dalam 1 menit.[1,2,4,6]