Epidemiologi Deviasi Septum Nasal
Data epidemiologi dari National Health Insurance Service (NHIS) menunjukkan deviasi septum nasal terjadi pada 48.495 subjek dari 135.769 subjek yang terdata. Epidemiologi deviasi septum nasal di Indonesia belum diketahui secara pasti. Bukti ilmiah menunjukkan bahwa prevalensi deviasi septum nasal meningkat seiring dengan usia.
Global
Sebuah studi menunjukkan bahwa prevalensi deviasi septum nasal pada anak–anak meningkat dari 16% menjadi 72% secara linear dari usia 3 hingga 14 tahun. Deviasi septum nasal telah dilaporkan sebagai malformasi struktural yang paling sering menyebabkan keluhan hidung tersumbat.[7,11]
Indonesia
Belum ada data epidemiologi deviasi septum nasal di Indonesia.
Mortalitas
Deviasi septum nasal dengan derajat obstruksi yang berat dapat berisiko hipoksia, hiperkapnia, peningkatan aktivitas simpatis, dan perubahan tekanan negatif intratorakal yang berlebihan. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Uluyol et al., deviasi septum nasal berhubungan dengan kejadian aritmia, baik aritmia ventrikel maupun atrium. Hal ini karena respon otonom jantung terhadap keadaan hipoksia dan hiperkapnia.[19]
Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kim et al. deviasi septum nasal berhubungan dengan kejadian cemas, depresi, maupun migraine. Kejadian ini diidentifikasi dengan perhitungan hazard ratio (HR) 1,236 (95% KI, 1,198–1,276) untuk cemas, 1,289 (95% KI, 1,238–1,343) untuk depresi, dan 1,251 (95% KI, 1,214–1,290) untuk migrain.[18]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli