Diagnosis Faringitis
Diagnosis faringitis dapat ditegakkan secara klinis pada pasien dengan sakit tenggorokan atau sore throat dan adanya tanda inflamasi pada orofaring. Pemeriksaan penunjang jarang diperlukan karena kebanyakan kasus bersifat ringan dan swasirna. Meski demikian, rapid antigen detection test (RADT) atau kultur tenggorok mungkin diperlukan pada pasien yang dicurigai mengalami infeksi Group A beta-hemolytic streptococci (GABHS).[1]
Anamnesis
Kebanyakan kasus faringitis disebabkan oleh virus, bergejala ringan, dan bersifat swasirna. Meski demikian, sulit untuk membedakan etiologi faringitis hanya berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik. Beberapa gejala, seperti awitan yang akut dan nyeri kepala, perlu meningkatkan kecurigaan ke arah GABHS.[1,2]
Gejala Umum Faringitis
Pasien faringitis umumnya mengeluhkan nyeri tenggorokan. Keluhan demam, batuk, serta pilek juga bisa ditemukan. Pada beberapa kasus faringitis akibat virus, bisa ditemukan gejala penyerta berupa konjungtivitis dan ruam pada kulit.[1-6]
Membedakan Infeksi Streptococcus
Seperti telah disebutkan di atas, sulit untuk membedakan penyebab faringitis berdasarkan manifestasi klinis saja. Meski demikian, berikut adalah presentasi klasik dari GABHS:
- Paling sering dialami anak usia 4-7 tahun
- Awitan akut. Faringitis yang muncul setelah beberapa hari gejala batuk pilek lebih banyak ditemukan pada infeksi virus
- Kontak dengan orang lain yang mengalami infeksi GABHS atau demam reumatik
- Nyeri kepala
- Umumnya tidak batuk
- Muntah lebih sering ditemukan pada infeksi GABHS
Kriteria Centor dapat membantu mendeteksi kemungkinan infeksi GABHS. Kriteria Centor mencakup:
- Demam
- Limfadenopati servikal
- Eksudat tonsil
- Tidak ada batuk
Adanya gejala berarti 1 poin. Pasien dengan poin 0-1 lebih kurang mungkin mengalami infeksi GABHS, sedangkan pasien dengan 4 poin lebih mungkin mengalami infeksi GABHS. Meski demikian, penggunaan kriteria ini masih kontroversial karena telah dikaitkan dengan overdiagnosis dan overtreatment faringitis. Pada pasien dewasa, positive predictive value kriteria Centor jika terdapat 3 poin adalah sebesar 40% dan meningkat menjadi 50% jika terdapat 4 kriteria yang terpenuhi.[2,18]
Pemeriksaan Fisik
Pada kasus faringitis, temuan utama adalah tanda inflamasi pada mukosa orofaring, yaitu faring yang eritem dan dapat disertai adanya eksudat. Demam biasanya tidak ada atau low grade pada kasus viral, namun hal ini tidak bisa dijadikan patokan untuk membedakan etiologi. Lakukan juga pemeriksaan jalan napas untuk menyingkirkan kemungkinan adanya obstruksi. Apabila ada gangguan asupan oral, pasien bisa menunjukkan tanda dehidrasi.
Pemeriksaan Telinga, Hidung, dan Tenggorokan
Adanya rinorea biasanya berkaitan dengan infeksi virus. Pasien dengan faringitis akibat adenovirus juga bisa mengalami konjungtivitis. Sklera ikterik juga bisa ditemukan pada kasus faringitis akibat mononukleosis. Sementara itu, petekie bisa tampak di tonsilofaringeal atau palatal pada infeksi GABHS.
Eksudat tonsilofaringeal bisa ditemukan pada infeksi GABHS, mononukleosis, Mycobacterium pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, adenovirus, dan herpesvirus. Lesi vesikuler orofaring bisa ditemukan pada infeksi coxsackievirus dan herpesvirus.[2,17]
Kulit
Ruam pada tangan dan kaki biasanya berkaitan dengan infeksi coxsackievirus. Selain itu, juga bisa ada ruam scarlatiniform pada infeksi GABHS, yang berkaitan dengan demam Scarlet.[2,17]
Limfadenopati
Limfadenopati servikal anterior yang nyeri biasanya konsisten dengan infeksi GABHS. Sementara itu, adenopati generalisata biasanya konsisten dengan mononukleosis atau sindrom limfoglandular akut dari infeksi HIV.[2]
Kardiovaskuler
Murmur bisa didapatkan pada pasien yang mengalami komplikasi infeksi GABHS berupa penyakit jantung rematik.[2]
Pulmonal
Adanya tanda infeksi saluran napas bawah, biasanya berkiatan dengan infeksi M. pneumoniae atau C. pneumoniae.[2,17]
Abdomen
Hepatosplenomegali dapat terjadi pada kasus mononukleosis.[2,17]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding faringitis adalah dengan penyakit lain yang menyebabkan keluhan sakit tenggorokan, misalnya mononukleosis, difteri, demam scarlet, dan refluks gastroesofageal (GERD).[1]
Mononukleosis
Mononukleosis merupakan suatu penyakit yang paling sering disebabkan oleh infeksi virus Epstein-Barr, namun mononukleosis juga dapat disebabkan oleh virus lainnya seperti adenovirus, hepatitis A, dan cytomegalovirus. Gejala klasik dari mononukleosis yakni demam, limfadenopati, dan faringitis tonsilar. Hal yang membedakan dengan faringitis adalah penderita mononukleosis biasanya mengalami splenomegali.[19]
Difteri
Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif yang bernama Corynebacterium diphteriae. Pada difteri, gejala berupa nyeri tenggorokan, demam tidak terlalu tinggi, disertai adanya pseudomembran pada tonsil yang dapat meluas ke palatum, uvula, faring, hingga menutupi jalan napas. Pada swab tenggorok akan ditemukan koloni Corynebacterium diphtheriae.[20]
Gastroesophageal Reflux Disease
Faringitis merupakan salah satu komplikasi ekstraesofageal yang mungkin timbul pada gastroesophageal reflux disease (GERD). Refluks isi gaster hingga ke area faring dapat mengakibatkan kerusakan mukosa yang menimbulkan nyeri tenggorokan. Namun, selain nyeri tenggorokan GERD dapat menimbulkan gejala berupa dada terasa panas, regurgitasi, odinofagia, nyeri dada, batuk kronis, disfonia, dan suara serak.[21]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang umumnya tidak diperlukan pada kasus faringitis yang dicurigai akibat infeksi virus. Meski begitu, jika dicurigai ada infeksi GABHS atau jika pasien tidak respon dengan pengobatan, maka pemeriksaan penunjang dapat dilakukan.[1]
Rapid Antigen Detection Test (RADT)
Rapid Antigen Detection Test (RADT) merupakan tes diagnostik untuk membantu penegakan faringitis GABHS. Pemeriksaannya dengan cara mengambil swab tenggorok dari eksudat pada tonsil atau pada bagian orofaring posterior menggunakan dipsticks. Pemeriksaan ini menilai ada tidaknya karbohidrat Streptococcus group A pada swab tenggorok. Pemeriksaan hanya membutuhkan waktu sebentar dengan nilai spesifisitas dalam rentang 54-100%, dan sensitivitas 38-100%.[7]
Kultur Tenggorok
Kultur tenggorok memiliki sensitivitas yang tinggi, yakni 90-99%, untuk mendiagnosis faringitis GABHS. Pemeriksaan ini memerlukan 18-24 jam inkubasi pada suhu 37°C sebelum hasil bisa didapatkan. Karena proses yang memakan waktu cukup lama, maka pemeriksaan ini tidak direkomendasikan pada kasus faringitis akut.[2]
Rontgen Leher Lateral
Pemeriksaan rontgen leher lateral dapat memperlihatkan gambaran anatomi jalan napas untuk menilai gangguan jalan napas maupun epiglotitis.[2]
CT Scan Jaringan Lunak Leher
Pemeriksaan CT Scan jaringan lunak leher dapat dilakukan jika ada kecurigaan komplikasi berupa abses atau infeksi leher dalam.[2]
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah tidak dapat membedakan etiologi viral atau bakteri pada faringitis, tetapi pemeriksaan ini dapat membantu menyingkirkan diagnosis banding lain, misalnya pada pasien yang dicurigai demam dengue. Selain itu, pada pemeriksaan hitung jenis leukosit, apabila ditemukan adanya limfositosis (di atas 50%) dapat dicurigai adanya kemungkinan mononukleosis.[1,19]
Penulisan pertama oleh: dr. Debtia Rahmah