Epidemiologi Furunkel Hidung
Data epidemiologi menunjukkan furunkel hidung banyak dijumpai pada populasi dewasa, tetapi prevalensi dan insidensi sesungguhnya belum diketahui dengan pasti. Namun, kasus infeksi kulit seperti furunkel, adalah kasus yang umum ditemukan pada praktik sehari-hari.
Global
Furunkel hidung banyak ditemukan pada populasi dewasa, dengan predileksi yang hampir serupa antara laki-laki dan perempuan. Furunkel dan karbunkel lebih banyak terjadi pada usia dewasa muda dan menengah, serta lebih jarang ditemukan pada anak-anak.
Pada anak usia sekolah, diperkirakan prevalensi furunkel hidung adalah 1,3%. Pada pasien transplantasi organ yang menerima imunosupresan, prevalensi folikulitis persisten diperkirakan sebanyak 27%. Folikulitis persisten dapat berkembang menjadi furunkel hidung.
Data secara global mengenai prevalensi furunkel pada hidung masih sangat sulit ditemukan. Hal ini karena furunkel hidung sering dianggap kasus yang ringan oleh pasien, sehingga pasien tidak ke dokter. Namun, peningkatan insidensi dapat terjadi akibat staphylococcal strain yang virulensinya semakin meningkat, serta berpotensi menyebabkan rekurensi. Hal ini dapat dilihat pada methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA).[2,12]
Indonesia
Data epidemiologi mengenai furunkel hidung di Indonesia belum tersedia. Namun, prevalensinya mungkin cukup tinggi. Dugaan tersebut dibuat berdasarkan pernyataan dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) bahwa salah satu penyebab tersering infeksi kulit dan jaringan lunak di Indonesia adalah Staphylococcus aureus.[5]
Mortalitas
Pada umumnya, furunkel hidung sangat jarang menyebabkan mortalitas. Namun, jika tidak dilakukan tata laksana dengan adekuat dapat terjadi komplikasi, seperti selulitis dan cavernous sinus thrombosis. Komplikasi dapat menyebabkan terjadinya infeksi sistemik, bahkan bakteremia dan sepsis yang bisa berakibat fatal.[16]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra