Penatalaksanaan Obstructive Sleep Apnea
Penatalaksanaan obstructive sleep apnea (OSA) terbagi menjadi dua yakni terapi nonbedah dan bedah. Penatalaksanaan OSA disesuaikan berdasarkan Indeks Apnea-Hipopnea (AHI) pasien.
Terapi nonbedah dapat berupa penggunaan continuous positive pressure (CPAP), oral appliance therapy, dan obat-obatan. Sedangkan terapi bedah bertujuan untuk memperbaiki abnormalitas pada struktur anatomi saluran napas atas dan volume. Hingga saat ini CPAP adalah terapi pilihan utama yang digunakan untuk OSA.[15]
Terapi Nonbedah
Tata laksana yang dapat diberikan pada penderita obstructive sleep apnea (OSA) adalah CPAP, oral appliance therapy, serta penggunaan kombinasi obat domperidone dan pseudoefedrin. Namun CPAP masih menjadi pilihan utama terapi dari OSA.[15-17]
Continuous Positive Pressure (CPAP)
CPAP adalah sebuah alat penyokong pneumatik yang dapat mempertahankan patensi dengan meningkatkan tekanan saluran napas atas. Alat ini bekerja dengan memberikan tekanan positif melalui masker nasal atau oronasal selama jam tidur. Tekanan positif yang diberikan disesuaikan dengan derajat OSA, dan tekanan positif yang dibutuhkan semakin tinggi pada pasien dengan apnea yang muncul selama rapid eye movement (REM), dalam posisi supine, atau pada pasien dengan obesitas berat.
Efikasi dari CPAP biasanya baru mulai dirasakan setelah 2-7 hari. CPAP diindikasikan pada pasien dengan Indeks Apnea-Hipopnea (AHI) lebih dari 15 dan AHI kurang dari 15 yang disertai dengan gejala diurnal hypersomnolence, gangguan kognisi, gangguan mood, atau disertai dengan hipertensi dan penyakit arteri koroner.
Oral Appliance Therapy
Oral appliance therapy adalah terapi alternatif selain CPAP. Terdapat dua jenis oral appliance therapy yakni mandibular advancement devices dan tongue retaining devices.
Mandibular advancement devices dapat mempertahankan rahang pasien agar posisinya ke depan dan membuka jalan napas. Tongue retaining devices mempertahankan lidah agar tidak jatuh ke belakang dan membuka jalan napas. Namun mandibular advancement devices lebih terbukti efektif dibandingkan tongue retaining devices.
Pemberian Obat
Selain tata laksana berupa CPAP dan modifikasi gaya hidup, terdapat sebuah penelitian yang dilakukan oleh Larrain, et al yang menyatakan bahwa kombinasi obat antara domperidone dan pseudoefedrin bermanfaat dalam terapi pasien OSA. Kombinasi kedua obat tersebut masih jarang digunakan dalam praktik sehari-hari, namun dilaporkan dapat mengurangi dengkuran, rasa kantuk, episode apnea, dan desaturasi oksigen selama tidur.
Terapi yang diberikan adalah domperidone 10 mg dengan pseudoefedrin sulfat 60 mg selama 3-5 malam. Namun, bukti ilmiah terkait penggunaan kombinasi kedua obat ini masih terbatas, sehingga harus diteliti lebih lanjut.[16,17]
Pembedahan
Terapi pembedahan pada penderita obstructive sleep apnea (OSA) bertujuan untuk memperbaiki abnormalitas struktur anatomi saluran napas atas. Namun, tidak semua pasien dengan OSA perlu menjalani tindakan pembedahan. berikut ini adalah indikasi dari terapi pembedahan.
Indikasi tindakan bedah pada OSA adalah :
- Indeks Apnea-Hipopnea (AHI) ≥ 20 kali per jam
- Saturasi Oksigen kurang dari 90%
- Tekanan esofagus di bawah -10 cmH2O
- Terdapat gangguan kardiovaskular seperti aritmia dan hipertensi
- Gejala neuropsikiatri
- Gagal dengan terapi nonbedah
- Kelainan anatomi pada obstruksi jalan napas
Jenis pembedahan yang dapat dilakukan pada pasien dengan OSA yakni uvulopalatopharyngoplasty (UPP), laser-assisted uvuloplasty (LAUP), radiofrequency ablation palatum (RA) dan trakeostomi.[15]
Uvulopalatopharyngoplasty / UPPP
UPPP merupakan salah satu teknik operasi dengan melakukan eksisi pada margo inferior palatum mole termasuk uvula dan tonsil. UPPP terbukti dapat menurunkan AHI, meningkatkan saturasi oksigen, dan mengurangi dengkuran. Hanya saja teknik UPPP tidak terlalu efektif pada pasien dengan usia lanjut dan dengan indeks massa tubuh lebih dari 30 kg/m2. Efek samping yang dapat ditimbulkan dari tindakan UPPP adalah tenggorokan mudah kering, sulit menelan, dan insufisiensi velofaring.
Laser- Assisted Uvuloplasty / LAUP
Teknik laser-assisted uvuloplasty hampir serupa dengan UPPP hanya saja menggunakan bantuan dari laser. LAUP tidak direkomendasikan pada pasien yang memiliki obstruksi pada area tonsil, terdapat penebalan mukosa faring, dan hipertrofi tonsil dengan Indeks Apnea-Hipopnea (AHI) lebih dari 30.
Radiofrequency Ablation Palatum / RAP
Teknik dengan RAP diindikasikan kepada pasien dengan obstruksi palatum dan dengan Indeks Apnea-Hipopnea (AHI) lebih dari 15. Menurut sebuah studi, RAP berhasil menghilangkan keluhan mendengkur, namun tidak mengubah hasil AHI. Teknik RAP lebih tidak invasif jika dibandingkan dengan UPPP.
Trakeostomi
Trakeostomi adalah teknik pembedahan terakhir yang dilakukan apabila seluruh teknik pembedahan tidak efektif, atau apabila pasien dalam keadaan nyawa terancam dengan OSA derajat berat.[5]
Terapi Suportif
Selain tata laksana medikamentosa dan bedah, terdapat terapi suportif lainnya yang juga tidak kalah penting, yakni modifikasi gaya hidup. Modifikasi gaya hidup pada penderita OSA meliputi penurunan berat badan, menghindari konsumsi minuman alkohol, obat penenang atau golongan sedatif, serta nikotin dan kafein pada malam hari. Tujuannya adalah untuk memperbaiki tonus otot saluran napas atas dan mekanisme pernapasan sentral.[15]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri