Epidemiologi Otomikosis
Epidemiologi otomikosis secara global, penderita otomikosis berkisar 9‒30%, dengan prevalensi terbanyak di daerah beriklim tropis dan subtropis. Di Indonesia, belum ada data detail terkait prevalensi otomikosis.[1,3,5,6]
Global
Distribusi otomikosis tersebar di seluruh dunia. Berdasarkan penelitian di Afrika dan Eropa, kunjungan pasien otitis eksterna ke poliklinik telinga, hidung, dan tenggorokan (THT) mencapai 5‒20% dari total kunjungan, di mana 10‒25% dari kunjungan tersebut diperkirakan adalah kasus otomikosis.[1,6]
Otomikosis lebih sering terjadi sebagai infeksi sekunder dan bersamaan dengan otitis eksterna bakterial. Penyakit ini sering terjadi pada perenang dan insidensi tinggi pada saat musim panas.[1,3,5,6]
Studi menyebutkan bahwa otomikosis paling sering pada usia 20‒40 tahun, dengan usia terendah <10 tahun. Beberapa studi mengungkapkan insiden lebih tinggi terjadi pada laki-laki, tetapi studi lain juga mendapatkan rasio perempuan lebih tinggi.[1,3,5,6]
Mayoritas pasien mengalami keluhan pada salah satu telinga (unilateral). Keterlibatan kedua telinga kebanyakan ditemukan pada kasus imunodefisiensi, seperti pada kasus HIV/AIDS dan kanker. Telinga sisi kanan lebih banyak dilaporkan dibanding sisi kiri.[1]
Indonesia
Di Indonesia belum ada data detail terkait prevalensi otomikosis.
Mortalitas
Otomikosis tidak menyebabkan kematian secara langsung. Namun, keterlambatan penanganan dapat menyebabkan perforasi membran timpani dan infeksi yang lebih invasif hingga ke tulang temporal.[5]