Diagnosis Tonsilitis
Diagnosis tonsilitis dimulai dari anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk menentukan tipe tonsilitis dan kemungkinan etiologi penyebabnya. Pemeriksaan penunjang seperti kultur bakteri, Rapid Antigen Detection Test (RADT) dari usap tenggorok serta antibodi antistreptokokus dan pemeriksaan radiologi dapat dilakukan apabila menyebar ke struktur leher bagian dalam.[1,2]
Anamnesis
Anamnesis diperlukan untuk menentukan apakah tonsilitis bersifat akut, berulang atau kronik serta menentukan apakah tonsilitis merupakan infeksi virus atau bakteri. Umumnya gejala tipikal dari tonsilitis, seperti nyeri tenggorokan, disfagia, odinofagia, limfadenopati servikal, suara serak, demam, halitosis, sakit kepala dan hilangnya nafsu makan. Namun, dapat terdapat gejala atipikal pada anak berupa nyeri perut, mual dan muntah.[2]
Tonsilitis akut memiliki gejala tipikal dan dapat disertai obstruksi jalan napas seperti mendengkur, gangguan tidur dan obstructive sleep apnea (OSA). Pada tonsilitis berulang, memiliki gejala tipikal dan ditegakkan jika terjadi 7 episode tonsilitis dalam 1 tahun yang terbukti dengan pemeriksaan kultur, 5 infeksi dalam 2 tahun berturut-turut atau 3 infeksi setiap tahun selama 3 tahun berturut-turut. Sedangkan, gejala pada tonsilitis kronik seperti nyeri tenggorokan kronik, halitosis, dan limfadenopati servikal persisten.[2,3]
Berdasarkan penyebabnya, pada tonsilitis virus didapatkan gejala tipikal tonsilitis disertai gejala infeksi saluran pernapasan seperti batuk, pilek, hidung tersumbat, dan sinusitis. Sedangkan, pada tonsilitis bakteri, biasanya disertai dengan nyeri tenggorokan mendadak, eksudat tonsil, demam, limfadenopati servikal, tidak ada batuk, serta disertai gejala obstruksi jalan napas.[4,5]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang diperlukan pada tonsilitis adalah penilaian tanda vital dan tanda dehidrasi terutama pada anak-anak, pemeriksaan jalan napas dan fungsi menelan, inspeksi rongga mulut untuk menilai trismus, pemeriksaan faring dimana dapat ditemukan hiperemis, edema, deviasi uvula.[4,5]
Penilaian terhadap tonsil juga dilakukan dan mencakup aspek ukuran, warna, permukaan, eksudat, detritus apnea, ulkus, dan kripta melebar/tidak. Adanya membran berwarna abu-abu tidak mudah berdarah pada permukaan tonsil mengarah kepada infeksi virus Epstein Barr sedangkan adanya pseudomembran berwarna putih dan mudah berdarah mengarah pada diagnosis banding difteri.[4,5]
Selain itu, pemeriksaan kelenjar getah bening dan pemeriksaan telinga dan pergerakan leher perlu dilakukan.[4,5]
Menurut Brodsky, ukuran tonsil dapat dikelompokkan, sebagai berikut :
- T1: Tonsil menempati ≤25% dari orofaring
- T2: Tonsil menempati 26-50% dari orofaring
- T3: Tonsil menempati 51-75% dari orofaring
- T4: Tonsil menempati >75% dari orofaring
Lalu, dilanjutkan palpasi menilai kelenjar getah bening servikal, pembengkakan dan nyeri tekan serta pemeriksaan telinga dan pergerakan leher.[2,10]
Modified Centor Score
Modified Centor score dapat digunakan untuk menilai apakah tonsilitis disebabkan oleh infeksi group A beta-hemolytic streptococcus (GABHS). Kriteria skor ini adalah sebagai berikut :
- Tidak ada batuk (1 poin)
- Adenopati servikal anterior (1 poin)
- Demam (1 poin)
- Bengkak atau terdapat eksudat pada tonsil (1 poin)
- Usia 3-14 tahun (1 poin)
- Usia 15-44 tahun (0 poin)
- Usia >45 tahun (-1 poin)[22]
Berdasarkan skoring, bila didapatkan hasil skor < 1, maka pasien tidak memerlukan pemeriksaan penunjang tambahan dan tidak ada indikasi diberikannya antibiotik pada pasien. Meski demikian, untuk hasil skor < 1, infeksi GABHS tetap dapat dipertimbangkan pada pasien dengan gejala >3 hari.[22]
Bila hasil skor 2 atau 3, maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang pada pasien. Pada pasien yang mendapatkan skor >4, dapat langsung diberikan antibiotik secara empiris.[22]
Diagnosis Banding
Sebagian besar diagnosis banding dari tonsilitis memiliki gejala serupa serta memerlukan pemeriksaan lanjutan untuk membedakannya.
Infeksi Mononukleosis
Infeksi mononukleosis diakibatkan oleh virus Epstein Barr. Sebagian besar penderita penyakit ini berusia remaja dan penyembuhannya umumnya membutuhkan waktu lebih lama. Terdapat gejala lainnya, seperti limfadenopati generalisata, splenomegali, hepatomegali, penurunan berat badan, malaise persisten serta yang jarang adanya pembengkakan jaringan sekitar faring sehingga mengganggu jalan napas.[1,12]
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis adalah heterophile antibody testing, namun pemeriksaan ini memiliki sensitivitas yang baik pada 1 minggu pertama gejala dan sensitivitas rendah pada anak-anak.[1,12-14]
Epiglotitis
Pada epiglotitis, terdapat gejala seperti muffled voice, mengeluarkan air liur dan sulit bernapas diikuti dengan pemeriksaan fisik didapatkan stridor.[1,12-14]
Abses Peritonsilar (Quinsy)
Pada abses peritonsilar, terdapat gejala trismus, muffled voice, uvula deviasi, hipertrofi dan deviasi tonsil dan pembengkakan daerah peritonsillar. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan fisik dan aspirasi jarum berisi pus.[1,12-14]
Abses Retrofaringeal
Pada abses retrofaringeal memiliki gejala serupa tonsilitis, didapatkan adanya trismus atau pembengkakan pada leher, disfagia, leher kaku, dan stridor. Pasien abses retrofaringeal memiliki risiko mengalami obstruksi jalan napas. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan adanya peningkatan protein c-reaktif dan diperlukan pemeriksaan radiologi berupa foto servikal lateral, CT Scan atau USG servikal.[1,12-14]
Difteri
Dalam anamnesis, dapat ditemukan tidak adanya imunisasi difteri sebelumnya, sedangkan dalam pemeriksaan fisik terdapat lapisan tebal (pseudomembran) khas pada belakang tenggorok yang dapat menyebabkan kesulitan bernapas, gagal jantung, kelumpuhan serta kematian. Diagnosis difteri ditegakkan dengan didapatkan bakteri Corynebacterium diphtheriae pada pemeriksaan mikrobiologi.[1,12-14]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang diperlukan ketika infeksi bakteri group A beta-hemolytic streptococcus (GABHS) dicurigai sebagai penyebab tonsilitis atau ketika tonsilitis menyebar sampai ke struktur leher bagian dalam. Kultur tenggorok merupakan pemeriksaan standar pada tonsilitis bakteri.[2]
Kultur Tenggorok
Pemeriksaan baku emas pada infeksi bakteri GABHS. Uji resistensi perlu dilakukan bersamaan dengan kultur tenggorok untuk menentukan antibiotik yang tepat untuk menangani infeksi GABHS pada pasien.[1,2]
Rapid Antigen Detection Test (RADT)
Pemerikssan ini dilakukan untuk mendeteksi adanya karbohidrat dari dinding sel GABHS. RADT memiliki sensitivitas 90-95% dan spesifisitas 98-99% sehingga apabila hasil positif berarti mengalami infeksi GABHS, sedangkan hasil negatif perlu dilakukan pemeriksaan kultur tenggorok untuk eksklusi GABHS.[2,15]
Antibodi Antistreptokokus
Antibodi antistreptolysin-O dan antibodi antideoksiribonuklease (anti-DNAse) B berguna untuk mengetahui infeksi sebelumnya pada individu yang didiagnosis dengan demam reumatik akut, glomerulonephritis atau komplikasi lain dari GABHS.[1,2]
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi seperti foto polos servikal, USG atau CT Scan diperlukan pada tonsilitis yang menyebar ke struktur leher bagian dalam dan komplikasi tonsilitis lainnya.[1,2]
CT Scan juga dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis abses peritonsilar dan membantu tindakan drainase abses pada abses peritonsilar dengan lokasi yang tidak umum atau jika terdapat risiko tinggi untuk tindakan drainase, misalnya koagulopati atau risiko anestesi.[1-3]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja