Penatalaksanaan Tonsilitis
Penatalaksanaan tonsilitis secara umum adalah terapi suportif dengan pemberian cairan dan nutrisi adekuat serta penggunaan analgesik sesuai derajat keparahan.[2,3]
Terapi Suportif
Prinsip terapi suportif tonsilitis adalah sebagai berikut :
- Menjaga patensi jalan napas
- Menjaga hidrasi dan asupan nutrisi yang adekuat
- Kontrol demam dan nyeri
Patensi Jalan Napas
Pasien tonsilitis dengan obstruksi jalan napas memerlukan pemberian oksigen terhumidifikasi dan pemasangan nasopharyngeal airway. Jika terdapat edema faring, kortikosteroid intravena dapat dipertimbangkan. Monitor pasien hingga obstruksi jalan napas teratasi.
Hidrasi dan Status Nutrisi
Pastikan pasien memiliki asupan cairan dan nutrisi yang adekuat. Pemberian cairan intravena dapat dipertimbangkan jika hidrasi buruk.
Kontrol Demam dan Nyeri
Berikan analgesik seperti paracetamol atau obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), seperti ibuprofen atau diklofenak.[1,2]
Medikamentosa
Kortikosteroid dulu tidak disarankan untuk tonsilitis tetapi studi terbaru menunjukkan manfaat pemberian steroid. Antibiotik hanya diberikan jika kondisi pasien mendukung etiologi bakterial.
Kortikosteroid
Berdasarkan studi-studi terbaru, terdapat manfaat kortikosteroid pada nyeri tenggorokan, meski tidak menurunkan tingkat rekurensi tonsilitis, penggunaan antibiotik serta efek samping penggunaan jangka panjang.[1,16]
Kortikosteroid yang direkomendasikan berupa dexamethasone dengan dosis dewasa 10 mg atau anak sesuai dengan berat badan 0,6 mg/kgBB dengan dosis maksimum 10 mg. Dexamethasone umumnya diberikan sebagai dosis tunggal, dapat dikonsumsi secara oral atau injeksi intramuskular.[1,16,17]
Antibiotik
Antibiotik diberikan jika kondisi pasien mendukung etiologi bakterial, misalnya terdapat eksudat tonsilar, demam, leukositosis, atau kontak dengan orang yang mengalami infeksi group A beta-hemolytic streptococcus (GABHS). Pertimbangan untuk memberikan antibiotik dapat dibantu menggunakan modified Centor score.
Infeksi GABHS wajib menggunakan terapi antibiotik untuk mengurangi durasi dan tingkat keparahan dari gejala klinis termasuk komplikasi supuratif jika diberikan dalam 2 hari pertama gejala, mengurangi terjadinya komplikasi nonsupuratif dan meminimalkan transmisi penularan melalui kontak langsung.[2,3]
Pilihan terapi antibiotik lini pertama adalah penisilin oral seperti ampicillin dan amoxicillin selama 10 hari atau penicillin injeksi (Benzathine Penicillin G) jika tidak patuh penicillin oral selama 10 hari atau memiliki risiko tinggi demam reumatik akut seperti adanya riwayat penyakit jantung reumatik.[1,3]
Pilihan antibiotik lainnya, yakni golongan cephalosporin. Suatu penelitian menunjukkan cephalosporin seperti cefixime, cefazolin, cefadroxil memiliki angka kesembuhan secara mikrobiologis dan klinis yang lebih baik daripada penicillin untuk anak daripada dewasa. Meski demikian, penicillin tetap direkomendasikan sebagai terapi lini pertama, dan penggunaan sefalosporin pada orang dengan alergi penicillin dapat diberikan. Terapi antibiotik alternatif lainnya adalah makrolida dan clindamycin.[1-3]
Umumnya terjadi perbaikan klinis dalam 3-4 hari dengan penggunaan antibiotik yang sesuai. Apabila tidak terjadi perbaikan, perlu dipikirkan diagnosis banding lainnya atau terjadinya komplikasi supuratif.[1,3]
Pembedahan
Tonsilektomi merupakan prosedur pembedahan yang dilakukan dengan mengangkat tonsil dan kapsulnya serta menyayat ruang peritonsil antara kapsul tonsil dan dinding otot. Tindakan ini dapat dilakukan dengan atau tanpa adenoidektomi.[18,19]
Beberapa indikasi absolut tindakan tonsilektomi, sebagai berikut :
- Obstruksi saluran napas baik nasofaring maupun orofaring oleh tonsil, adenoid dan keduanya menyebabkan obstructive sleep apnea (OSA)
- Gangguan menelan karena obstruksi orofaring oleh tonsil
- Tumor ganas pada tonsil
- Pendarahan yang tidak terkendali pada tonsil
Sedangkan, terdapat beberapa indikasi elektif tindakan tonsilektomi, sebagai berikut :
- Infeksi tenggorokan akut berulang sesuai kriteria “Paradise”, yakni terdapat ≥3 episode/tahun dalam 3 tahun terakhir, ≥5 episode/ tahun dalam 2 tahun terakhir atau ≥ 7 episode dalam 1 tahun
- Tonsilitis kronik yang tidak responsif terhadap terapi antimikroba
- Obstruksi tonsil yang mengubah kualitas suara
Halitosis yang refrakter terhadap tindakan lainnya
- Terdapat >1 episode abses peritonsilar atau abses peritonsilar pada anak dengan riwayat infeksi tenggorokan berulang
- Penderita karier infeksi Group A Beta-Hemolytic Streptococci yang kontak langsung dengan individu penderita demam reumatik atau tinggal di rumah dengan infeksi yang sering terjadi dan pemberantasan sulit dilakukan
Syndrome of periodic fever, aphthous stomatitis, pharyngitis, and cervical adenitis (PFAPA syndrome) yang tidak responsif terhadap terapi konservatif
Secara umum, terdapat tiga kondisi kontraindikasi tindakan tonsilektomi, antara lain :
- Velopharyngeal Insufficiency
- Gangguan hematologi: Anemia dan kelainan hemostasis merupakan kontraindikasi tonsilektomi. Pembedahan tidak dilakukan apabila Hb <10 g/dL atau Ht <30%. Selain itu, diperlukan pemeriksaan waktu protrombin (PT), waktu tromboplastin parsial (PTT) dan rasio normalisasi internasional (INR)[18-20]
- Infeksi: tidak dilakukan pada anak dengan infeksi lokal aktif seperti faringitis dan flu, kecuali terdapat gejala obstruktif atau refrakter terhadap terapi antimikroba yang sesuai. Namun, diberikan interval minimal 3 minggu setelah episode infeksi akut untuk penyembuhan dan mengurangi risiko perdarahan operatif[18-20]
Melakukan tonsilektomi perlu mempertimbangkan manfaat dan risikonya.
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja