Panduan E-Prescription Tonsilitis
Panduan e-prescription untuk tonsillitis ini dapat digunakan oleh Dokter saat hendak memberikan terapi medikamentosa secara online.
Tonsilitis atau inflamasi pada tonsil merupakan penyakit yang sering terjadi, yaitu ditemukan pada sekitar 1,3% kunjungan rawat jalan. Tonsilitis akut merupakan diagnosa klinis. Tonsilitis paling sering disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus, yang seringkali sulit dibedakan. Penggunaan antibiotik sebaiknya dipertimbangkan secara bijak untuk mencegah terjadinya resistensi antibiotik.[1,2]
Tanda dan Gejala
Gejala tonsilitis yang paling sering adalah demam, eksudat tonsil, nyeri tenggorokan, dan limfadenopati leher. Selain itu, pasien juga dapat mengeluhkan odynofagi dan disfagi, yang terjadi secara sekunder karena pembengkakan tonsil.[1]
Dokter harus menggali riwayat penyakit tonsilitis sebelumnya, serta riwayat vaksinasi. Bila memungkinkan dan kooperatif saat konsultasi online, pasien dapat diminta untuk mengambil gambar area oral yang dapat menunjukkan kondisi tonsil.
Peringatan
Saat konsultasi online, tonsil sulit untuk tervisualisasi sehingga pemeriksaan fisik menjadi terbatas. Apabila pasien tidak memiliki hasil pemeriksaan laboratorium yang dapat mengindikasikan infeksi bakteri, sebaiknya antibiotik tidak diberikan untuk mencegah terjadinya resistensi antibiotik.[1]
Red flags keluhan nyeri tenggorokan di antaranya abses leher dalam, epiglottitis, dan difteri. Pasien yang mengeluh trismus dan/atau menetas (drooling) saliva juga termasuk tanda bahaya.[3]
Indikasi Rujukan ke Spesialis
Pasien-pasien yang perlu dirujuk ke dokter spesialis THT adalah anak dengan faringotonsilitis berulang dengan beberapa episode yang menyebabkan kinerja sekolah buruk, obstructive sleep disordered breathing (OSDB), atau obstructive sleep apnea (OSA). Rujukan juga perlu dipertimbangkan pada pasien anak dengan kondisi khusus, yaitu alergi/intoleransi antibiotik multipel, periodic fever, aphthous stomatitis, faringitis dan adenitis yang rekuren, atau riwayat abses peritonsilar berulang.
Tonsilitis yang berulang mungkin membutuhkan tindakan tonsilektomi, tetapi pastikan tonsilektomi dilakukan sesuai kebutuhan pasien.[4]
Medikamentosa
Umumnya, tonsilitis adalah self limiting disease, karena tonsilitis sering disebabkan oleh infeksi virus. Prinsip terapi tonsilitis adalah menjaga patensi jalan napas, menjaga hidrasi dan asupan nutrisi yang adekuat, serta mengontrol rasa nyeri dan demam.[1]
Hidrasi dan Asupan Nutrisi
Pastikan pasien memiliki asupan cairan dan nutrisi yang adekuat. Jika ada tanda dehidrasi berat, terutama bayi/anak, segera rujuk pasien ke rumah sakit. Tanda bayi/anak dehidrasi berat antara lain:
- Anak sulit dibangunkan dari tidur
- Anak tidak kuat menyusu atau minum air apa pun
- Warna urine anak lebih gelap, atau anak tidak buang air kemih >6 jam
- Anak tampak sesak napas hingga penurunan kesadaran[5]
Analgesik dan Antipiretik
Analgesik dan antipiretik yang dapat dipilih yaitu:
Paracetamol: dosis dewasa 1.000 mg/pemberian atau dosis anak 15 mg/kgBB/pemberian, yang dapat diberikan 3‒4 kali/hari
Ibuprofen: dosis dewasa 400 mg/pemberian atau dosis anak 10 mg/kgBB/pemberian, diberikan 3−4 kali/hari
Diklofenak: dosis dewasa 50 mg diberikan 3 kali/hari, di mana obat ini tidak direkomendasikan untuk pasien anak [6-8]
Selain obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) di atas, keluhan nyeri tenggorokan dapat diberikan kortikosteroid. Pilihan kortikosteroid adalah dexamethasone, yang diberikan dengan dosis dewasa 10 mg, atau dosis anak 0,6 mg/kgBB dengan dosis maksimum 10 mg. Umumnya, dexamethasone diberikan sebagai dosis tunggal.[1,9]
Antibiotik
Antibiotik dapat diberikan jika pasien berisiko mengalami infeksi bakteri, misalnya terdapat eksudat tonsilar, leukositosis, atau kontak dengan orang yang mengalami infeksi group A beta-hemolytic streptococcus (GABHS).[1]
Lini pertama pilihan antibiotik adalah golongan penisilin, seperti amoxicillin. Dosis amoxicillin adalah:
- Dewasa: 3 kali 500 mg
- Anak: 20 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
- Diberikan selama 10 hari[1,10]
Pilihan antibiotik lainnya adalah golongan sefalosporin atau makrolida berikut:
- Dewasa: 400 mg/hari, diberikan sebagai dosis tunggal atau dibagi dalam 2 pemberian
- Anak: 8 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 1–2 dosis per hari
- Anak dengan berat badan >50 kg atau usia >12 tahun mendapat dosis dewasa
- Diberikan selama 10 hari[11]
- Dewasa: 1 g/hari sebagai dosis tunggal atau 2 dosis terbagi
- Anak: 30 mg/kgBB/hari diberikan sebagai dosis tunggal atau 2 dosis terbagi, dosis maksimal 100 mg/kgBB/hari
- Diberikan selama 10 hari[12]
- Dewasa: 150 mg diberikan 4 kali/hari
- Anak: 20 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis, dosis maksimal 1,800 mg/hari
- Diberikan selama 10 hari[13]
Umumnya, perbaikan klinis terjadi dalam 3-4 hari penggunaan antibiotik. Apabila tidak terjadi perbaikan, perlu dipikirkan diagnosis banding lainnya atau terjadinya komplikasi supuratif.[1]
Pilihan Terapi pada Kehamilan dan Ibu Menyusui
Obat analgesik dan antipiretik yang dapat diberikan pada ibu hamil dan menyusui adalah paracetamol, karena termasuk dalam kategori B oleh FDA. Sementara itu, ibuprofen dan OAINS lain termasuk dalam kategori C, dan tidak dianjurkan untuk usia kehamilan >20 minggu.[6,7]
Pilihan antibiotik pada ibu hamil adalah amoxicillin, di mana berdasarak FDA masuk kategori B dan TGA kategori A. Obat ini diekskresikan pada ASI dalam jumlah kecil.[10]