Edukasi dan Promosi Kesehatan Hidrokel
Edukasi dan promosi kesehatan tentang hidrokel atau hydrocele harus menjelaskan bahwa kondisi ini biasanya mengalami resolusi spontan pada anak berusia di bawah 1 tahun, tetapi pemantauan klinis tetap diperlukan. Pencegahan hidrokel sekunder yang berkaitan dengan filariasis dilakukan dengan pengobatan massal menggunakan albendazole, ivermectin, dan diethylcarbamazine pada area endemis.
Edukasi
Dokter dapat memberikan penjelasan bahwa hidrokel pada anak-anak berusia di bawah 1 tahun atau hidrokel kongenital umumnya dapat sembuh sendiri, sehingga pendekatan awal adalah terapi konservatif. Hal ini penting untuk mengurangi tingkat kecemasan orang tua pasien. Meskipun dapat mengalami resolusi spontan, tetapi pemantauan klinis tetap perlu dilakukan setiap 3–6 bulan.
Pasien atau orang tua pasien juga perlu diedukasi mengenai tanda-tanda bahaya, seperti pembengkakan skrotum secara tiba-tiba dan disertai nyeri. Selain itu, jika terjadi trauma pada skrotum, pasien juga disarankan segera mencari bantuan medis.
Edukasi juga dapat diberikan tentang tanda-tanda komplikasi setelah operasi. Beberapa komplikasi postoperatif, antara lain tanda-tanda infeksi misalnya demam, merah, pembengkakan, atau muncul pus pada bekas luka, serta bila ada rasa nyeri yang tidak membaik dengan obat antinyeri, misalnya ibuprofen.[2,6,11]
Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Pada banyak negara berkembang, termasuk Indonesia, filariasis merupakan etiologi tersering untuk hidrokel sekunder. Oleh sebab itu, pencegahan filariasis dapat menurunkan insidensi hidrokel.
Prevensi filariasis limfatik dapat dilakukan dengan cara menghindari gigitan nyamuk, misalnya dengan penggunaan kelambu saat malam hari dan penggunaan lotion atau baju lengan panjang dan celana panjang pada saat sore hari. Upaya memperbaiki suplai air, sanitasi, dan higienitas juga terbukti efektif untuk menurunkan infeksi pada daerah endemis.
Program eliminasi filariasis limfatik global disusun oleh World Health Organization (WHO), dan telah diterapkan di Indonesia. Program ini dilakukan dengan memberikan pengobatan massal pada daerah endemis selama 5 tahun berturut-turut. Obat yang digunakan adalah albendazole, ivermectin, dan diethylcarbamazine. Pada tahun 2020, program ini telah berhasil mencegah atau menyembuhkan 75 juta infeksi filariasis, serta mengurangi kejadian limfedema dan hidrokel sebanyak 84,2%.[12,13,22,23]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra