Penatalaksanaan Overactive Bladder
Penatalaksanaan lini pertama overactive bladder (OAB) adalah pendekatan nonfarmakologi yang mencakup manajemen asupan cairan, bladder training, dan penjadwalan berkemih (timed voiding). Terapi lini kedua adalah pemberian obat golongan antimuskarinik seperti oxybutynin dan propiverine.
Jika pasien tidak mengalami perbaikan dengan terapi tersebut atau mengalami intoleransi obat, pasien dianggap refrakter. Pilihan terapi pada kondisi ini adalah neuromodulasi saraf yang mengontrol fungsi kandung kemih ataupun injeksi toksin botulinum.
Pilihan terakhir terapi OAB adalah tindakan augmentation cystoplasty atau urinary diversion. Tindakan ini sangat jarang dilakukan dan hanya digunakan pada OAB refrakter dan telah mengalami komplikasi.[6,7,9,12,13]
Nonfarmakologi
Tujuan dari terapi nonfarmakologi adalah mengedukasi pasien mengenai OAB dan membantu mengembangkan strategi untuk mengatasi urgensi dan inkontinensia urine. Sampaikan pada pasien bahwa keberhasilan terapi memerlukan kesabaran dan motivasi agar perbaikan jangka panjang dapat tercapai. Pendekatan nonfarmakologi juga mencakup berhenti merokok, penurunan berat badan pada pasien yang kelebihan berat badan, dan olahraga.[6,13]
Manajemen Asupan Cairan dan Diet
Manajemen asupan cairan dan diet mencakup:
- Mengurangi konsumsi cairan menjadi 6-8 gelas air per hari dan menghindari asupan cairan dalam 2-3 jam sebelum waktu tidur untuk menurunkan produksi urine di malam hari
- Kurangi konsumsi makanan atau minuman yang bersifat iritan terhadap kandung kemih, seperti kafein, minuman karbonasi, makanan pedas, pemanis buatan, dan alkohol
- Hindari konstipasi dengan mengonsumsi cukup serat atau menggunakan laksatif, serta mengusahakan jadwal defekasi yang rutin
- Optimalisasi kesehatan secara umum dengan gaya hidup sehat dan kontrol komorbiditas hipertensi, diabetes, ataupun sleep apnea[38]
Bladder Training
Bladder training bertujuan untuk:
- Menormalkan frekuensi berkemih
- Meningkatkan kontrol terhadap urgensi kandung kemih
- Meningkatkan kapasitas kandung kemih
- Mengurangi episode inkontinensia
- Memperpanjang interval berkemih secara progresif
Bladder training dilakukan dengan memperkirakan jadwal pasien buang air kecil. Pasien kemudian diminta secara sadar mencoba menunda buang air kecil. Misalnya, minta pasien menahan buang air kecil dalam interval tertentu (30 menit), lalu interval ini secara bertahap ditingkatkan sampai pasien bisa buang air kecil setiap 3-4 jam.[6,38,40]
Timed Voiding
Beberapa pasien OAB mengalami urgensi ketika kapasitas kandung kemih mencapai volume tertentu. Sebelum volume ini tercapai, pasien didorong untuk berkemih secara berkala. Hal ini diharapkan dapat mencegah timbulnya urgensi dan inkontinensia urgensi. Pada lansia atau pasien dengan gangguan kognitif, perawat pasien dapat diminta untuk mengingatkan pasien berkemih.[40]
Medikamentosa
Pendekatan nonfarmakologi dapat dikombinasikan dengan pemberian obat. Pada pasien dengan overactive bladder, dapat diberikan obat golongan antimuskarinik dan agonis β3-adrenoseptor.[6,13,41,42]
Antimuskarinik
Agen antimuskarinik yang dapat dipilih adalah oxybutynin, tolterodine, trospium, solifenacin dan darifenacin. Potensi efek samping antimuskarinik antara lain mulut kering, konstipasi, sedasi, gangguan fungsi kognitif, takikardia dan penglihatan kabur. Penggunaannya dikontraindikasikan pada pasien dengan glaukoma sudut tertutup dan retensi urin.
Obat antimuskarinik harus diberikan dengan hati-hati pada lansia, terutama mereka dengan gastroesophageal reflux disease (GERD), konstipasi, atau gangguan fungsi kognitif.[6,13,41]
Berikut adalah beberapa pilihan obat antimuskarinik untuk OAB:
- Oxybutynin oral 5-10 mg/hari selama 12 minggu
- Oxybutynin transdermal patch 3,9 mg/hari selama 12 minggu
- Tolterodine oral 2-4 mg/hari selama 12 minggu
- Trospium 20 mg, diberikan 2 kali per hari, selama 12 minggu
- Solifenacin 5-10 mg/hari selama 12 minggu
- Darifenacin 7,5 – 15 mg/hari selama 12 minggu[6,14,42,43]
Agonis β3-adrenoseptor
Agen agonis β3-adrenoseptor yang dapat dipilih adalah mirabegron dan virabegron. Dosis mirabegron yang dapat digunakan untuk OAB adalag 25-50 mg/hari selama 12 minggu. Sementara itu, dosis virabegron adalah 75 mg/hari selama 12 minggu.[6,13,42]
Terapi Overactive Bladder Refrakter
Pasien overactive bladder dianggap refrakter apabila tidak berespon dengan pengobatan antimuskarinik ataupun agonis β3-adrenoseptor. Pasien juga dianggap refrakter jika sudah menggunakan setidaknya 2 tipe antimuskarinik atau terapi kombinasi tanpa perbaikan bermakna, ataupun pasien yang memiliki kontraindikasi atau tidak bisa menoleransi efek samping obat.[6,7,9,12,13]
Neuromodulasi
Teknik yang dapat digunakan untuk neuromodulasi adalah peripheral tibial nerve stimulation (PTNS) dan sacral nerve stimulation (SNM).[1,6,13,44]
PTNS dilakukan dengan stimulasi retrograduasi dari saraf tibialis posterior ke saraf aferen pleksus sakralis. Elektroda jarum 34 G dimasukkan ke dalam kulit 5 cm di atas maleolus medial pergelangan kaki. Elektroda permukaan dilekatkan pada kulit, pada aspek medial tulang kalkaneus. Elektroda jarum dilekatkan pada generator yang menciptakan rangsangan. Generator dinyalakan dan stimulasi ditingkatkan hingga jempol kaki melengkung, jari-jari kaki mengembang, atau keseluruhan kaki ekstensi. Amplitudo kemudian dikurangi satu tingkat, dan perawatan berlanjut selama 30 menit. Perawatan dilakukan dalam 12 sesi mingguan. Kemudian, dapat dikurangi secara bertahap dalam beberapa bulan.
SNM dilakukan menggunakan pulsasi listrik ringan untuk merangsang saraf sakral yang mempersarafi dasar panggul dan saluran kemih bagian bawah. Stimulasi saraf sakral dilakukan dengan menempatkan elektroda berdekatan dengan akar saraf sakral ke-3 (S3). SNM diterapkan pada pasien menggunakan implan bedah permaanen. Sebelum dipasang, dilakukan fase uji coba. Jika didapatkan perbaikan gejala setidaknya 50% dari kondisi awal, maka implantasi permanen dilakukan.[44,45]
Injeksi Intradetrusor Toksin Botulinum Tipe A (Botox)
Injeksi intradetrusor toksin botulinum tipe A (botox) diberikan melalui sitoskopi langsung. Botox dapat memblokade pelepasan asetilkolin presinaps dari ujung saraf. Sebagai efeknya, terjadi penurunan kontraktilitas dan atrofi otot.
Botox diinjesksikan dalam serial injeksi di 20 tempat pada dinding posterior kandung kemih di atas trigonum. Hal ini dilakukan untuk menghindari paralisis berlebihan dan retensi urine. Efek terapeutik muncul dalam 7-10 hari setelah injeksi dan dapat bertahan selama 12 bulan. Injeksi dapat diulangi paling cepat dalam 3 bulan.[1,38,46,47]
Augmentation Cystoplasty dan Urinary Diversion
Pada kasus yang jarang dan refrakter, pendekatan bedah dapat dilakukan. Meski demikian, edukasi perlu dilakukan sejelas mungkin karena intervensi ini bersifat ireversibel dan menimbulkan morbiditas signifikan.
Augmentation cystoplasty dilakukan dengan menambah 10-15 cm lengkung usus halus (biasanya ileum) ke area permukaan intraluminal kandung kemih. Segmen usus halus yang terdetubularisasi dimasukkan ke dalam dinding kandung kemih bivalvia. Potensi komplikasi intervensi ini antara lain obstruksi, disinsersi anastomosis, abses, dan fistula.
Urinary diversion dilakukan dengan mengimplantasikan ureter ke dalam segmen ileum dan membuat stoma kulit.[6,38,40,44]