Edukasi dan Promosi Kesehatan Ruptur Uretra
Edukasi pada ruptur uretra dilakukan dengan menjelaskan jenis ruptur uretra, rencana tindakan repair, dan komplikasi seperti striktur uretra, disfungsi ereksi, serta inkontinensia urine. Sedangkan promosi kesehatan dilakukan dengan menghimbau diperlukannya mengutamakan keamanan berkendara, seperti memakai sabuk pengaman untuk mengurangi risiko cedera.
Edukasi Pasien
Edukasi yang perlu disampaikan pada pasien ruptur uretra mencakup penjelasan terkait ruptur uretra itu sendiri, prosedur medis yang harus dijalani pasien, serta kemungkinan komplikasi yang terjadi, seperti inkontinensia urine, disfungsi ereksi, adanya striktur uretra, dan kemungkinan diperlukannya tindakan operatif ulang di masa mendatang.
Berikut beberapa poin lain yang perlu ditekankan:
- Kebanyakan pasien tidak membutuhkan tindakan operatif ulang untuk skar yang timbul setelah repair karena fungsi kontinensia yang kembali normal hingga 100%
- Trauma yang menyebabkan ruptur uretra posterior juga dapat merusak saraf yang berjalan di samping uretra sehingga menyebabkan disfungsi ereksi
- Hampir separuh pasien yang mengalami ruptur uretra posterior juga mengalami disfungsi ereksi. Proses repair sendiri umumnya tidak menyebabkan disfungsi ereksi
- Sedikit pasien ruptur uretra posterior juga mengalami inkontinensia urin, (2–5%), tetapi terkait kerusakan saraf yang mengontrol kandung kemih, bukan akibat langsung dari prosedur operatif
- Bila terjadi striktur uretra di kemudian hari, ada kemungkinan perlu tindakan operatif. Akan tetapi, angka kejadiannya kecil, yaitu 10–15% memerlukan dilatasi atau insisi dan 1–2% saja yang memerlukan operasi mayor[3,4,6]
Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Upaya pencegahan dan pengendalian penyakit pada ruptur uretra dilakukan dengan edukasi keamanan berkendara, seperti memperhatikan rambu–rambu lalulintas dan menggunakan sabuk pengaman. Tenaga kesehatan juga harus dilatih dengan baik untuk mengurangi risiko cedera yang menyebabkan ruptur uretra pada tindakan instrumental, seperti operasi dan pemasangan kateter urine.[7]
Pada pasien yang tidak kooperatif dan cenderung untuk melepas kateter sendiri, tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan misalnya memfiksasi kateter dan melakukan restrain sementara. Pada pasien dengan gangguan jiwa, seperti kecenderungan untuk melakukan self mutilation, pemantauan ketat dan kontrol pengobatan yang baik harus dilakukan.[7]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli