Patofisiologi Ruptur Uretra
Patofisiologi ruptur uretra secara umum dibagi menjadi ruptur uretra anterior dan posterior menurut lokasinya. Patofisiologi ruptur uretra juga dapat dibagi menurut mekanisme trauma yang mendasarinya, misalnya trauma tumpul, tembus, atau fraktur.
Perlu diingat bahwa, pembagian uretra secara anterior dan posterior ini hanya pada laki-laki, karena perempuan hanya memiliki uretra posterior saja. Uretra anterior pada perempuan menjadi labia minora akibat pemisahan lipatan uretra pada sisi ventral genital tubercle.[1]
Uretra Anterior
Cedera pada uretra anterior mencakup uretra pada bagian distal dari membran perineal, yang terbagi menjadi uretra pars bulbosa (bulbar urethra) dan uretra pars spongiosa (penile urethra). Cedera uretra pars bulbosa kebanyakan disebabkan trauma tumpul ke perineum yang mengakibatkan penekanan (crush injury) jaringan uretra hingga dapat menyebabkan ruptur. Sementara cedera uretra pars spongiosa kebanyakan berupa laserasi/robekan atau intraluminal akibat luka tembus, kesalahan tindakan seksual, atau benda asing.[3]
Pada uretra anterior, uretra hanya terdiri dari lapisan epitel yang kontak langsung dengan jaringan korpus spongiosum di bawahnya (tidak ada lapisan muskularis mukosa atau subepitel lainnya). Ruptur uretra anterior akan menyebabkan paparan langsung urine yang terekstravasasi ke seluruh jaringan spongiosum akibat tekanan saat proses berkemih, tetapi terbendung oleh fasia Buck yang menyelimuti korpus spongiosum.
Akan tetapi, bila fasia Buck ruptur, darah dan urin akan terekstravasasi ke jaringan dalam lingkup yang dibatasi fasia Colles, yaitu meliputi skrotum, penis, serta perineum. Hal ini menyebabkan darah terekstravasasi ke daerah perineum membentuk pola seperti kupu-kupu yang dikenal sebagai butterfly hematoma.[3,4]
Selain menyebabkan infeksi, ekstravasasi urine ke jaringan sekitar dianggap berbahaya karena menyebabkan penekanan pada jaringan sekitarnya sehingga dapat terjadi tromboflebitis, iskemia subkutan, hingga gangrene. Bila tidak mendapat penatalaksanaan yang sesuai, ekstravasasi urin juga dapat menyebabkan infeksi, sepsis, uremia, hingga kematian.[3]
Uretra Posterior
Cedera pada uretra posterior mencakup uretra pada bagian proksimal dari membran perineal, yang terbagi menjadi uretra pars prostatika dan uretra pars membranosa. Cedera pada uretra posterior umumnya terjadi pada bulbomembranous junction atau titik pertemuan antara pars membranosa dan pars bulbosa.
Hal ini karena struktur uretra pars prostatika yang terfiksasi oleh ligamen puboprostatika, sehingga terdapat ketidakstabilan gelang panggul yang menyebabkan tarikan/regangan uretra pars membranosa.[3]
Studi menunjukkan bahwa ruptur uretra posterior sebenarnya jarang disebabkan karena cedera langsung oleh fragmen tulang yang patah (switchblade injury) atau terjepit fraktur (scissor injury). Terjadinya ruptur uretra posterior lebih didasari oleh gaya geser pada kondisi ketidakstabilan gelang panggul yang menyebabkan terjadinya robekan (shear injury), terutama pada pertemuan pars prostatika dan pars membranosa.[2,3]
Penyebab paling sering dari ruptur uretra posterior adalah cedera kompresi lateral. Fraktur pelvis yang menyebabkan instabilitas gelang panggul, yaitu rotasi dan vertikal secara bersamaan akan menyebabkan cedera uretra yang lebih parah berupa ruptur uretra komplit. Di lain sisi, fraktur pelvis yang tidak mengganggu kestabilan gelang panggul tidak menyebabkan cedera uretra.[3]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli