Edukasi Pasien Bone Mineral Densitometry (BMD)
Edukasi pasien yang mendapat bone mineral densitometry (BMD) atau tes kepadatan tulang mencakup penjelasan sebelum dan sesudah prosedur. Edukasi sebelum prosedur termasuk persiapan pasien, di antaranya kemungkinan hamil pada pasien wanita, serta riwayat kondisi kesehatan dan obat-obatan yang dapat meningkatkan risiko penurunan kepadatan tulang.[5]
Edukasi Sebelum Prosedur
Terdapat dua metode BMD yang berbeda, yaitu sentral dan perifer. Metode dual energy x-ray absorptiometry (DEXA sentral) mengukur kepadatan tulang vertebra (terutama lumbal) dan panggul, yang memiliki akurasi lebih tinggi daripada metode perifer. DXA perifer mengukur kepadatan tulang pada tulang perifer, seperti pergelangan, jari, atau tumit.[5]
Berdasarkan metode tersebut, pasien perlu dijelaskan manfaat/tujuan dari masing-masing metode. Selain itu, dijelaskan pula berbagai persiapan yang diperlukan sebelum pemeriksaan, termasuk penyebab tes ini harus ditunda, misalnya pasien hamil atau baru mendapat pemeriksaan dengan kontras (sekitar 2 minggu sebelumnya).[5]
Pemeriksaan BMD seringkali tidak ditanggung asuransi. Pasien perlu diberitahu agar menghubungi penyedia asuransi sebelum menyetujui pemeriksaan ini.[6]
Edukasi Setelah Prosedur
BMD tidak begitu akurat untuk pasien dengan abnormalitas struktural vertebra, seperti arthritis berat, riwayat tindakan bedah pada tulang belakang, ataupun skoliosis. Perlu diingat bahwa tes ini tidak dapat memberikan informasi penyebab penurunan kepadatan tulang. Oleh karenanya, dibutuhkan pemeriksaan lain dan interpretasi oleh dokter yang berpengalaman untuk hasil yang tepat.[5]
Jika Hasil BMD menunjukkan osteopenia, pasien harus diedukasi berbagai upaya untuk mengurangi risiko penurunan kepadatan tulang lebih lanjut, seperti berhenti merokok, menghindari minuman beralkohol, meningkatkan aktivitas fisik secara teratur, serta diet makanan sehat dan bergizi seimbang. Pasien juga harus dijelaskan upaya pencegahan fraktur akibat osteoporosis.[9,10]
Pasien harus berkonsultasi dengan dokter yang meresepkan obat-obatan jangka panjang, yang dapat berisiko menyebabkan osteopenia, seperti kortikosteroid dan antikonvulsan.[5,11,12]