Teknik Terapi BiPAP
Pada teknik bilevel positive airway pressure atau BiPAP, penting untuk memahami fungsi dan komplikasi 2 jenis tekanan yang diberikan, yaitu IPAP dan EPAP. Inspiratory positive airway pressure (IPAP) adalah tekanan yang diberikan saat fase inspirasi, sedangkan expiratory positive airway pressure (EPAP) adalah tekanan saat fase ekspirasi.[1,2]
Titrasi tekanan serta monitoring ketat sangat diperlukan untuk mencegah kegagalan terapi dan komplikasi, seperti pneumotoraks. Pemasangan BiPAP harus dilakukan dengan tenaga terlatih, termasuk anestesiologi, dokter spesialis emergensi, penyakit dalam, anestesi, konsultan perawatan intensif (KIC), atau dokter spesialis paru.[1,2]
Persiapan Pasien
Persiapan pasien pada tindakan pemasangan BiPAP diawali dengan melihat adanya kontraindikasi absolut, seperti apnea maupun instabilitas hemodinamik yang memerlukan intubasi segera. Status ventilasi dan oksigenasi harus dipastikan dengan melihat hasil analisis gas darah (AGD) terbaru pasien. Pengambilan AGD ulang diperlukan pada saat follow up, sehingga pemasangan arterial line dapat dipertimbangkan.
Pada awal pemasangan, pasien mungkin akan merasa tidak nyaman karena masker harus rapat untuk mencegah kebocoran dan mungkin belum terbiasa dengan tekanan yang diberikan mesin. Hal ini harus diinformasikan kepada pasien agar tidak terkejut saat terapi diberikan dan tetap kooperatif sehingga goal terapi tercapai.[1,5]
Peralatan
Peralatan yang diperlukan pada tindakan pemasangan BiPAP meliputi:
- Masker, yaitu nose-mouth mask (menutupi hidung dan bagian bawah mulut), nose mask (hanya menutupi hidung), dan helmet
- Strap mask
Humidifier, water chamber yang berisi air steril untuk menjaga kelembapan udara inspirasi
Conducting tubing, yaitu tube yang menyambungkan mesin dan masker
Oxygen stem dan oxygen tubing (menyambungkan selang oksigen dan masker)
Filter udara
- Mesin ventilator dengan mode noninvasive positive pressure ventilation (NPPV) dan alarm yang baik
- Monitor, terutama untuk saturasi oksigen perifer (SpO₂) dan denyut jantung dengan alarm yang berfungsi baik
- Sumber oksigen
- Sumber listrik
Dressing hidrokoloid, foam pad, atau dressing transparan untuk melindungi kulit dari iritasi tekanan masker[1,5,7]
Pemberian oksigen dimulai dari konsentrasi yang rendah, misalnya 1–2 L/menit dengan target SaO₂ >90%. Tidak disarankan pemberian awal dengan konsentrasi oksigen yang tinggi, karena ditakutkan akan mengurangi hypoxic drive dan menyebabkan retensi CO₂.[3]
Posisi Pasien
Posisi pasien untuk pemasangan BiPAP adalah semifowler, dengan elevasi kepala 30–45ᵒ. Jangan lupa untuk melakukan pemasangan monitor saturasi oksigen serta tanda vital pada pasien dengan alarm yang berfungsi dengan baik.[1,5]
Prosedural
Prosedural BiPAP diawali dengan cuci tangan, dan memberikan perlindungan kulit dengan dressing yang sesuai, terutama pada area tonjolan tulang yang paling mungkin mengalami iritasi dan trauma. Kemudian pasangkan monitor yang minimal memberikan informasi SpO₂ dan denyut jantung pasien. Prosedur dilanjutkan dengan langkah sebagai berikut:
- Sambungkan tubing dengan NPPV, nyalakan mesin, dan sambungkan dengan sumber oksigen.
- Masukkan setting untuk mode (dapat menggunakan mode spontaneous), expiratory positive airway pressure (EPAP), inspiratory positive airway pressure (IPAP), serta konsentrasi oksigen. Setting tekanan sebaiknya dimulai dari tekanan terendah.
- Kenakan masker pada pasien, eratkan dan sesuaikan strap mask, jangan terlalu kuat karena tidak nyaman untuk pasien, tetapi jangan terlalu longgar karena akan mengganggu hantaran udara dari mesin.
- Nyalakan mesin, pastikan terdapat tekanan dan udara yang dapat dirasakan dari masker.
- Pastikan port ekspirasi (seperti Whisper Swivel) tidak tertutup, sehingga udara ekspirasi, termasuk CO₂, dapat dikeluarkan, dan tidak terjadi rebreathing.
- Periksa adanya leakage udara dari masker, perbaiki kembali posisi masker maupun sirkuit bila terdapat leakage.[1,3,8]
Pengecekan adanya leakage dapat dilakukan dengan perabaan di sekitar masker yang menempel pada kulit maupun sirkuit. Area yang boleh mengeluarkan udara adalah lubang ekspirasi agar rebreathing tidak terjadi. Lubang ekspirasi ini tidak disarankan untuk ditutup, karena udara ekspirasi dapat terperangkap dalam sirkuit dan rebreathing CO₂ dapat terjadi.
Identifikasi adanya leakage juga dapat dilakukan dengan melihat monitor mesin pada bagian tekanan yang dihantarkan, klinis pasien yang mungkin bertambah sesak, volume tidal yang tidak tercapai ataupun alarm yang aktif. Adanya leakage mengganggu hantaran tekanan dan oksigen, sehingga pemberian terapi menjadi tidak maksimal.[1,3,5,8]
Inisiasi dan Titrasi Tekanan
Inisiasi dan titrasi tekanan (EPAP dan IPAP, serta oksigen), lakukan hati-hati dengan monitoring ketat dari klinis dan hasil AGD. EPAP meningkatkan oksigenasi, seperti fungsi PEEP pada CPAP dan ventilasi mekanik. Peningkatan EPAP meningkatkan tekanan untuk membuka alveoli, sehingga oksigenasi meningkat.[1]
Parameter penting lainnya adalah IPAP. Selisih IPAP dan EPAP menghasilkan pressure support (PS). Ventilasi ditingkatkan dengan meningkatkan PS, dalam hal ini berarti IPAP harus ditingkatkan. Tekanan ini yang akan memberikan support pada saat inspirasi, membantu otot pernapasan dan mengurangi work of breathing (WOB).[3,4]
Gambar 1. IPAP, EPAP, dan PS. Sumber: dr. Felicia, 2023.[4]
Tekanan awal yang diberikan adalah tekanan terendah. Secara umum, setting awal (terkecil) untuk IPAP adalah 8 cmH₂O (8–20 cmH₂O) dan EPAP adalah 4 cmH₂O (4–10 cmH₂O). Angka ini dititrasi perlahan berdasarkan klinis dan hasil AGD pasien.
Sebagai contoh, bila oksigenasi ingin ditingkatkan, selain fraksi oksigen, angka EPAP juga dapat menjadi pertimbangan klinis untuk dinaikkan. Kemudian IPAP dinaikkan pula untuk menyesuaikan PS. Contoh lain, bila pasien asidosis respiratorik dan paCO₂ ingin diturunkan, IPAP dapat dipertimbangkan untuk dinaikkan.[2–4,6]
Setting awal tekanan EPAP bisa juga menggunakan rumus 1 cmH₂O per 10 kg. Dengan demikian, bila berat badan 50 kg, tekanan EPAP yang diberikan adalah 5 cmH₂O. Selanjutnya IPAP disesuaikan dengan angka ini, di mana PS 5 cmH₂O. Karena PS adalah selisih IPAP dan EPAP, setting IPAP dapat menjadi 10 cmH₂O.
Pada prinsipnya, IPAP harus lebih tinggi daripada EPAP sehingga udara pernapasan dari mesin dapat dihantarkan ke dalam paru.[3]
Menentukan Pengaturan Mode dan Tekanan pada BiPAP
Mode Bi-PAP terdiri dari mode pressure-controlled flow-cycled (PSV) dan pressure-controlled time-cycled (PCV). Mode PSV terdiri dari spontaneous (S) atau spontaneous/timed (S/T).[8]
Mode PSV:
Mode PSV adalah mode yang memberikan support untuk setiap napas spontan. PSV direkomendasikan bila napas spontan pasien bisa mempertahankan minute ventilation, dan tidak untuk mereka dengan gangguan signifikan dalam melakukan usaha napas seperti apnea.
Pada PSV mode spontaneous (S), tekanan inspirasi di-trigger oleh napas pasien, kemudian ekspirasi dimulai setelah flow inspirasi mencapai puncak yang sudah ditentukan (peak inspiratory flow). Intinya, onset dan siklus inspirasi di-trigger oleh pasien dan mesin hanya mendukung siklus pernapasan pasien.[8]
Pada PSV mode spontaneous/timed (S/T), bila laju napas pasien lebih lambat dari mesin, siklus napas akan dipicu oleh ventilator. Bila ventilator merasakan penurunan pada inspiratory flow rate di bawah ambang batas, siklus ekspirasi akan dipicu ventilator.[8]
Mode PCV:
Untuk PCV mode assist (A), siklus inspirasi dari ventilator dimulai pada saat pasien memberikan trigger inspirasi. Selanjutnya, waktu dan puncak inspirasi serta siklus ekspirasi diatur mesin. Sedangkan untuk PCV mode control (C), keseluruhan siklus napas pasien diatur oleh mesin, tanpa memerlukan trigger dari pasien.[8]
Follow up
Sepanjang penggunaan BiPAP, monitoring terutama SpO₂, tekanan darah, dan denyut jantung, sangat penting karena dapat menjadi tanda utama adanya distress pernapasan. Bila masker mengalami perubahan posisi, dan alarm mesin tidak berbunyi, perubahan yang pertama terjadi adalah klinis dan tanda vital, terutama SpO₂ dan denyut jantung.[1]
Pemeriksaan Glasgow coma scale (GCS) juga perlu dilakukan, karena penurunan kesadaran dapat meningkatkan risiko aspirasi. Selain itu, harus dilakukan pemeriksaan AGD dalam 1 jam setelah BiPAP terpasang baik. Bila gangguan oksigenasi maupun ventilasi tidak membaik, bantuan napas ventilasi mekanik dengan intubasi dapat dianjurkan.[1,6,7]
Respon pasien terhadap setting BiPAP dilihat berdasarkan laju napas (RR), work of breathing (WOB), dan hasil AGD. Misalnya, bila setelah pemasangan BiPAP, RR tetap >24 kali/menit dan PaCO₂ >45 mmHg atau >5 mmHg dari nilai normal pasien, berarti terapi yang diberikan belum adekuat. Periksa kembali adanya leakage pada sirkuit, masalah pada penghantaran tekanan atau oksigen, maupun keperluan titrasi tekanan atau oksigen.
Perlu diperhatikan bahwa kenaikan tekanan, seperti IPAP, dapat meningkatkan volume tidal. Selain mengurangi WOB, hal ini juga dapat meningkatkan tekanan intratorakal termasuk kemungkinan barotrauma dan pneumotoraks. Maka dari itu, titrasi tekanan harus dilakukan dengan sangat hati-hati hingga tujuan terapi tercapai. Keputusan titrasi juga harus dilakukan oleh tenaga yang ahli dan berpengalaman, seperti dokter spesialis anestesi.[3]
Penentuan Respon Terapi
Perbaikan pH dan penurunan kadar PaCO₂ pada pasien dengan asidosis respiratorik dapat menandakan respon yang baik terhadap setting BiPAP. Respon baik dapat menandakan kemungkinan weaning dari pemberian bantuan napas. Parameter yang dapat menjadi penanda kemungkinan weaning adalah:
- Laju napas (RR) ≤25 kali/menit
- Denyut jantung (HR) ≤120 kali/menit
- Tekanan darah sistolik (TDS) ≥90 mmHg
- Hasil AGD dengan pH ≥7,35
- Tidak ditemukan tanda distress napas secara klinis, seperti agitasi, cemas, dan diaphoresis[1,7]
Weaning dapat dilakukan dengan menurunkan tekanan IPAP dan EPAP sedikit demi sedikit (2–3 cmH₂O sesuai respon terapi. Weaning dapat dilakukan setiap 6–8 jam, dalam kurun waktu sampai dengan 4 hari apabila respon baik secara klinis. Weaning dilakukan oleh tenaga yang berpengalaman, misalnya dokter spesialis anestesi.[7]
Kriteria gagalnya penggunaan BiPAP adalah:
- Skoring keparahan penyakit, misalnya acute respiratory distress syndrome (ARDS) dengan skor SAPS II>34 dan tidak terdapat perbaikan SaO₂/FiO₂ setelah 1 jam pemasangan BiPAP
- Tidak terdapat perbaikan klinis setelah 1 jam penggunaan BiPAP
- Rerata pH <7,25 dan PaCO₂ ≥75 mmHg setelah 2 jam BiPAP diinisiasi pada pasien dengan hiperkapnia
- PaO₂/FiO₂ <150 mmHg.
- Volume tidal yang tinggi (>9 mL/kgBB)[7]
Risiko kegagalan terapi BiPAP lebih banyak pada usia yang lebih tua, keterlibatan multiorgan, dan penyebab gagal napas yang tidak diketahui. Pada kondisi ini, monitoring ketat perlu dilakukan karena kemungkinan intubasi lebih besar.[7]