Teknik USG Abdomen
Teknik pemeriksaan USG abdomen akan tergantung pada organ yang hendak diperiksa atau abnormalitas yang ingin dicari, tapi secara umum, persiapan pasien, peralatan, posisi, dan prosedural yang dibutuhkan untuk melakukan USG abdomen memiliki prinsip yang sama antar pasien.
Persiapan Pasien
Sebelum menjalankan USG abdomen, dokter perlu meminta informed consent dari pasien. Pedoman yang lama menyatakan bahwa pasien perlu berpuasa selama 4-6 jam karena adanya makanan di dalam saluran pencernaan dapat mengganggu visualisasi organ-organ di rongga abdomen. Namun, studi lebih lanjut menunjukkan bahwa puasa ternyata tidak meningkatkan kualitas diagnosis. Puasa terutama tidak diperlukan bagi kasus-kasus darurat. Sebagai persiapan USG abdomen, pasien dapat diminta meminum air untuk mengisi kandung kemih. Kandung kemih yang terisi dapat memudahkan analisis organ-organ di regio abdomen yang lebih rendah seperti apendiks.[6,17]
Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan USG abdomen adalah mesin USG dan gel ultrasound. Mesin USG terdiri dari transducer probe, central processing unit (CPU), monitor, keyboard dengan tombol kontrol, disk storage devices dan printer. Transducer tidak dapat menghantarkan gelombang ultrasonik dengan optimal bila terdapat udara antara permukaannya dengan kulit. Oleh karena itu, diperlukan gel ultrasound yang dioleskan ke permukaan perut pasien saat melakukan pemeriksaan USG abdomen.[18]
Posisi
Pasien yang hendak menjalani pemeriksaan USG abdomen diminta berbaring dalam posisi supinasi dengan posisi toraks sedikit lebih tinggi (10-20 derajat). Namun, pasien dapat dipindahkan ke posisi lateral dekubitus untuk meningkatkan visualisasi struktur tertentu misalnya kandung empedu.[1,3]
Prosedural
Setelah pasien berbaring sesuai posisi yang diharapkan, dokter mengoleskan gel ultrasound ke abdomen pasien dan menempelkan transducer. Dokter dapat menginstruksikan kapan pasien perlu menarik nafas atau membuang nafas serta kapan pasien perlu mengubah posisi untuk memudahkan visualisasi organ. Transducer akan mengeluarkan gelombang ultrasonik yang kemudian dipantulkan kembali oleh organ-organ abdomen dan tampak di monitor sebagai gambaran yang bisa diinterpretasikan.[1,3]
Dokter dapat menilai kondisi sistem gastrointestinal (lambung, usus halus, apendiks, dan kolon) serta kondisi hepar, kandung empedu, limpa, pankreas, dan aorta abdominalis. Kelainan yang diperiksa dapat berupa perforasi organ, perdarahan, inflamasi, batu, atau tumor.
Perforasi saluran cerna akan menunjukkan gambaran udara bebas intraperitoneal yang dapat ditemukan di kuadran kanan atas abdomen. Perforasi dapat disebabkan oleh tukak lambung, trauma tumpul atau penetrasi, faktor iatrogenik, benda asing, maupun neoplasma.[3,6]
Pada kasus apendisitis akut, pemeriksaan USG dapat merupakan sebuah tantangan apabila apendiks tidak dapat tervisualisasi dengan baik. Pada kasus ini, temuan berupa volume cairan yang meningkat, phlegmon, dan perubahan lemak pericecal dapat mengarahkan diagnosis ke apendisitis akut.[1,15]
Follow up
Setelah pemeriksaan selesai, dokter dapat menjelaskan interpretasi hasil USG kepada pasien dan memberikan informasi mengenai penyakit yang dialami pasien. Dokter juga mungkin menyarankan pemeriksaan lanjutan seperti endoskopi, computed tomography (CT) atau magnetic resonance imaging (MRI) bila dibutuhkan.
Pada kasus aneurisma aorta abdominalis, pasien harus melakukan USG follow up secara teratur untuk memonitor ukuran dan morfologi aneurisma. Semakin besar ukuran aneurisma, semakin sering follow up dilakukan. Rentang waktu yang disarankan untuk melakukan follow up adalah 1-3 tahun bila aneurisma berukuran kurang dari 4 cm.[1,12]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri