Penggunaan Pada Kehamilan dan Ibu Menyusui Clindamycin
Penggunaan clindamycin pada kehamilan dinilai aman, baik untuk sediaan topikal maupun sistemik. Pemberian clindamycin tidak direkomendasikan pada ibu menyusui karena berpotensi menyebabkan masalah saluran cerna pada bayi seperti diare dan kolitis.
Penggunaan pada Kehamilan
Penggunaan clindamycin pada kehamilan masuk dalam Kategori B oleh Food and Drug Administration (FDA). Artinya, studi pada binatang percobaan tidak memperlihatkan adanya risiko terhadap janin, namun belum ada studi terkontrol pada wanita hamil.
Menurut Therapeutic Good Administration (TGA), clindamycin masuk dalam kategori A. Artinya, obat telah dikonsumsi oleh banyak ibu hamil atau wanita usia reproduksi tanpa peningkatan frekuensi malformasi atau efek berbahaya lain, baik secara langsung maupun tidak langsung pada janin.[22,31]
Secara umum, clindamycin dinilai aman digunakan untuk ibu hamil. Sampai saat ini belum ada laporan terkait malformasi kongenital maupun komplikasi pada ibu dan janin yang menggunakan clindamycin pada trimester pertama.
Namun, studi pada trimester akhir belum menunjukkan bukti yang adekuat. Studi pada hewan juga tidak menunjukan adanya gangguan pada janin.[23]
Ibu hamil yang mengalami bakterial vaginosis dapat menggunakan clindamycin, baik oral maupun vaginal, sebagai pilihan terapi antibiotik.
Meta analisis dari 5 studi menemukan bahwa pemberian clindamycin pada ibu hamil dengan bakterial vaginosis sebelum usia kehamilan 22 minggu berhubungan dengan penurunan risiko kelahiran prematur < 37 minggu dan keguguran pada janin yang berusia 16 – 23 minggu.
Tidak ada efek samping serius yang ditemukan dalam studi-studi di meta analisis tersebut. Meta analisis ini tidak membagi kehamilan berdasarkan tinggi rendahnya risiko prematuritasnya.[24]
Sebaliknya, uji kontrol acak ganda yang dilaksanakan pada tahun 2006 – 2011 menemukan hal yang bertentangan dengan meta analisis di atas. Studi ini menginklusi 2.869 ibu hamil dengan risiko prematuritas rendah dan membaginya menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok yang mendapat clindamycin 600 mg satu kali sehari, tiga kali sehari, dan plasebo.
Hasil studi ini menemukan bahwa penggunaan clindamycin tidak menurunkan risiko kelahiran prematuritas dan keguguran, namun tidak ada efek samping serius yang ditemukan pada ibu maupun bayi.[25]
Clindamycin juga digunakan off-label sebagai terapi alternatif pada pasien rosacea yang sedang hamil. Pada ibu hamil yang mengalami infeksi pada mulut dan gigi seperti gingivitis dan periodontitis, clindamycin dapat menjadi pilihan terapi alternatif bila pasien diketahui alergi pada pengobatan penicillin.[13,28]
Penggunaan pada Ibu Menyusui
Penggunaan clindamycin pada ibu menyusui perlu diawasi dan cenderung tidak direkomendasikan. Clindamycin diketahui dapat diekskresikan melalui ASI. Setelah 2 jam pemberian 600 mg clindamycin secara intravena, kadar clindamycin dalam ASI adalah 3,1 mg/L.
Pada ibu menyusui yang memerlukan terapi antibiotik, obat-obatan seperti amoksisilin, amoksisilin-asam klavulanat, doksisiklin, atau eritromisin lebih disarankan untuk penggunaan sistemik.
Efek samping yang dapat timbul pada bayi adalah ketidakseimbangan flora di gastrointestinal yang bermanifestasi sebagai diare, kandidiasis, dan kolitis. Gejala ini akan menghilang setelah penggunaan antibiotik dihentikan.
Penggunaan clindamycin pada vagina dapat diserap secara sistemik sampai dengan 30%. Akan tetapi, dosis ini dinilai jarang menimbulkan efek samping pada bayi. Penggunaan topikal pada kulit juga jarang menimbulkan efek samping.
Untuk penggunaan topikal pada kulit di sekitar payudara, sediaan yang disarankan adalah sediaan krim, gel, atau cair. Sediaan salep tidak disarankan karena mengandung parafin yang berbahaya untuk bayi.[13]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri