Pengawasan Klinis Naproxen
Pengawasan klinis pada pasien yang diberikan naproxen (naproksen) adalah monitor efek terapi dengan skala nyeri, dan monitor efek samping. Pasien yang menggunakan naproxen, terutama pasien lansia, harus segera berkonsultasi ke dokter apabila terdapat rasa tidak nyaman pada area abdomen, dada, kulit, maupun reaksi hipersensitivitas atau anafilaksis.
Pengawasan Efek Samping Akut
Efek samping akut utama adalah anafilaksis, dengan tanda kesulitan bernapas, bengkak pada wajah atau tenggorokan. Sedangkan efek samping yang sering dilaporkan adalah risiko gangguan gastrointestinal, seperti ulserasi, perdarahan, dan perforasi. Pasien harus diberikan edukasi untuk segera menghentikan mengkonsumsi naproxen dan berkonsultasi ke dokter jika mengalami refluks gastroesofageal, nyeri perut, dispepsi, hematemesis, dan melena.[1,2,7]
Efek samping naproxen berbahaya lainnya adalah peningkatan risiko penyakit kardiovaskular trombotik, seperti infark miokard dan stroke. Pasien harus waspada jika terdapat gejala angina pektoris, sesak nafas, dan tanda stroke seperti kelemahan ekstremitas dan bicara pelo.[2,7]
Penggunaan naproxen dapat menyebabkan hipertensi onset baru, perburukan hipertensi, serta retensi cairan dan edema. Oleh karena itu dibutuhkan kehati-hatian jika diberikan pada penderita hipertensi dan gagal jantung. Dianjurkan untuk mengukur tekanan darah secara rutin.[2,7]
Pengawasan Efek Samping Kronis
Penggunaan naproxen jangka waktu lama memiliki risiko terjadi sindrom Steven Johnson, toxic epidermal necrolysis, nekrosis papila ginjal, dan peningkatan enzim hati.[1,2]
Pada penggunaan kronis harus dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kemungkinan anemia, tes fungsi ginjal, serta tes fungsi hati.[1,2,7]