Penggunaan Pada Kehamilan dan Ibu Menyusui Anti Bisa Ular
Penggunaan anti bisa ular pada kehamilan biasanya masuk dalam Kategori C oleh FDA. Pada ibu menyusui, tidak diketahui apakah anti bisa ular dikeluarkan ke ASI.[11,25]
Penggunaan pada Kehamilan
FDA umumnya memasukkan anti bisa ular dalam Kategori C. Artinya, terdapat risiko terkait penggunaan obat selama kehamilan, namun potensi manfaatnya mungkin lebih besar daripada risikonya dalam situasi tertentu. Terdapat penelitian pada hewan yang menunjukkan efek buruk pada janin. Obat digunakan hanya jika potensi manfaat melebihi potensi risikonya. Penting untuk dicatat bahwa kategori spesifik anti bisa ular dapat bervariasi berdasarkan formulasi spesifik anti bisa tersebut.[25]
Gigitan ular berbisa dapat berdampak buruk pada janin, yakni berupa anoksia, abrupsio plasenta, kontraksi uterus prematur, abortus, hingga kematian janin. Terdapat laporan yang mengatakan bahwa anti bisa ular bisa berhasil mengatasi situasi gawat pada ibu hamil yang terkena efek sistemik racun ular dalam tubuhnya dan kemudian melahirkan bayi yang sehat. [16,18-20]
Penggunaan pada Ibu Menyusui
Tidak diketahui apakah anti bisa ular dikeluarkan ke ASI atau tidak. Selain itu, belum ada cukup data dan bukti ilmiah mengenai wanita menyusui yang digigit ular berbisa dan diberikan terapi anti bisa ular. Meski begitu, karena imunoglobulin dalam anti bisa ular merupakan molekul protein yang besar, kadar dalam ASI diduga sangat rendah dan absorpsi dianggap kecil karena kemungkinan dihancurkan pada saluran pencernaan bayi.[11]
Di sisi lain, ada banyak laporan kejadian koagulopati dan trombositopenia yang berdampak buruk pada kesehatan ibu yang terkena racun ular. Atas dasar ini, pemberian anti bisa ular bisa dianggap membawa manfaat yang lebih banyak bagi ibu yang menyusui dibandingkan potensi risiko pada bayi.[11,21]
Penulisan pertama oleh: dr. DrRiawati MMedPH