Indikasi dan Dosis Vaksin Rabies
Indikasi vaksin rabies adalah untuk perlindungan terhadap penyakit rabies pada anak dan dewasa, baik sebelum atau setelah terjadi pajanan terhadap hewan penular rabies seperti anjing. Dosis dan cara pemberian vaksin rabies akan berbeda tergantung jenis vaksin yang digunakan.
Di Indonesia, vaksin rabies yang tersedia adalah purified chick embryo cell vaccine (PCECV) dengan nama dagang Rabipur® dan purified vero cell rabies vaccine (PVRV) dengan nama dagang Verorab®.[1]
Purified Chick Embryo Cell Vaccine (PCECV)
Untuk tujuan profilaksis sebelum pajanan, Rabipur® masing-masing 1 ml diberikan pada hari ke-0, 7, dan 21 atau 28.
Untuk tujuan profilaksis rabies setelah pajanan, dapat diberikan 4 dosis, yaitu 2 dosis pada hari ke-0, 1 dosis pada hari ke-7, dan 1 dosis pada hari ke-21.
Pemberian dapat dilakukan secara intramuskular pada area deltoid untuk pasien berusia di atas 2 tahun, atau di paha sisi anterolateral pada pasien berusia di bawah 2 tahun. Alternatif cara pemberian lain adalah secara intradermal.[1,7]
Purified Vero Cell Rabies Vaccine (PVRV)
Untuk tujuan profilaksis sebelum pajanan, Verorab® masing-masing 0,5 ml diberikan pada hari ke-0, 7, dan 28 atau 21.
Untuk tujuan profilaksis setelah pajanan, Verorab® masing-masing 0,5 ml diberikan dalam 4 dosis. Dosis pertama dan kedua diberikan di hari ke-0, yaitu 1 dosis pada deltoid kanan dan 1 dosis pada deltoid. Kemudian, 1 dosis diberikan pada hari ke-7 dan dosis terakhir di hari ke-21. Pada bayi hingga usia 12 bulan, vaksin diberikan di area anterolateral paha.[1,6]
Perhatian Khusus Pada Pemberian Vaksin Rabies
Beberapa hal memerlukan perhatian khusus dalam pemberian dosis vaksin rabies. Protokol profilaksis rabies selengkapnya dapat dibaca lebih lanjut dalam artikel pendek terpisah. Artikel tersebut akan membahas lebih lengkap mengenai penilaian kategori risiko luka, cara penanganan luka gigitan hewan penular rabies, serta keperluan pemberian imunoglobulin atau serum antirabies. Sementara itu, untuk penatalaksanaan pasien yang telah terkena rabies, dapat dibaca secara lengkap pada artikel penyakit rabies.
Kapan Diperlukan Profilaksis Sebelum Pajanan
Vaksin rabies umumnya diberikan sebelum pajanan pada individu yang memiliki risiko tinggi terinfeksi rabies, seperti petugas kesehatan yang menangani kasus luka gigitan hewan penular rabies, dokter hewan, dan teknisi yang berhubungan dengan hewan berisiko.[1]
Bolehkah Mengombinasikan Sediaan Vaksin
Dalam pemberian vaksin rabies, tidak direkomendasikan memberikan vaksin rabies dengan jenis yang berbeda atau mengombinasikan 2 jenis vaksin yang beredar.[1]
Perhatian Khusus pada Profilaksis Pasca Pajanan
Pada saat pemberian vaksin rabies, perlu ditelusuri apakah pasien pernah mendapat vaksin lengkap sebelumnya. Bila pasien sudah mendapat PVRV/PCECV lengkap dalam jangka waktu kurang dari 3 bulan, maka vaksinasi tidak perlu diulang. Bila dilakukan antara 3-12 bulan sebelumnya, vaksin diberikan 1 dosis. Sementara itu, bila sudah lebih dari 12 bulan, vaksinasi diberikan lengkap.[1]
Dokter juga perlu menilai kategori ajanan luka. WHO membagi pajanan menjadi 3 kategori:
- Kategori 1: Menyentuh atau memberi makan, serta kontak kulit intak dengan sekresi atau ekskresi hewan (tidak ada paparan)
- Kategori 2: Gigitan pada kulit yang tidak terlindungi, garukan atau lecet ringan tanpa perdarahan, serta luka kecil di tangan, badan, atau kaki (terjadi paparan)
- Kategori 3: gigitan atau cakaran yang dalam atau pada kulit yang tidak intak, kontaminasi membran mukosa dengan saliva hewan, luka di area atas bahu (muka, kepala, leher), luka pada jari tangan atau kaki atau genitalia, luka yang lebar dan dalam, luka multipel, dan pajanan dengan kelelawar (paparan berat)
Penatalaksanaan gigitan hewan berdasarkan kategori luka dan status imunisasi pasien dapat dibaca lebih lanjut dalam artikel terpisah.[11]
Penilaian Status Serokonversi
Perlu dilakukan tes serologi secara teratur untuk menilai status serokonversi dan booster dosis apabila diperlukan. Seberapa sering perlu dilakukan tes serologi dan booster akan bergantung pada risiko pajanan pasien, seperti tercantum dalam Tabel 1.[1,6]
Tabel 1. Keperluan Tes Serologi dan Booster Sesuai Risiko Pajanan Pasien
Risiko | Pajanan | Contoh Populasi | Tes Serologi dan Booster |
Kontinu | Terpapar virus terus-menerus dalam konsentrasi tinggi | Peneliti rabies atau pekerja laboratorium bagian produksi. | Tes serologi setiap 6 bulan. Booster apabila kadar antibodi di bawah ambang proteksi |
Sering | Pajanan biasanya episodik | Pekerja laboratorium bagian diagnostik. Dokter hewan, pengawas hutan, dan pemelihara binatang di area yang tinggi penularan. | Booster dilakukan setelah 1 tahun. Tes serologi setiap 2 tahun. Booster berikutnya dilakukan bila kadar antibody di bawah ambang proteksi |
Tidak sering | Pajanan kadang-kadang | Dokter hewan, pengawas hutan, dan pemelihara binatang di area yang rendah penularan. Wisatawan di daerah penularan. | Booster dilakukan setelah 1 tahun. Booster berikutnya dilakukan setiap 5 tahun |
Kondisi Khusus | Pasien Imunodefisiensi | Tes serologi dilakukan 2-4 minggu setelah vaksinasi. Bila kadar antibodi < 0,5 IU/mL, injeksi tambahan diperlukan. |
Sumber: dr. Lina Yohanes, Sp.FK, 2021.