Patofisiologi Azoospermia
Patofisiologi azoospermia dapat dibedakan berdasarkan letak kelainan menjadi pre-testicular, testikular, dan post-testicular. Patofisiologi azoospermia belum diketahui secara pasti, namun penyebab utama diduga akibat abnormalitas fungsi siliar dan kualitas mukus yang buruk.[1,3]
Penyebab Pre-Testicular
Kelainan pre-testicular ditemukan pada 2-3% kasus azoospermia. Kelainan pre-testicular mempengaruhi spermatogenesis, sebagian besar disebabkan oleh kelainan endokrin yang berhubungan dengan hipotalamus, hipofisis, dan gonad atau testis. Kelainan pre-testicular dapat bersifat genetik maupun non-genetik.[1,4,5]
Sindrom Kallmann
Sindrom Kallmann merupakan penyakit herediter yang ditandai dengan adanya hipogonadotropik hipogonadisme (defisiensi sekresi hormon GnRH) dan hiposmia atau anosmia. Pada sindrom Kallmann, ditemukan kegagalan migrasi neuron pelepas GnRH ke lobus olfaktori, yang menyebabkan penurunan indera penciuman pada individu yang terkena.[1,6]
Hiperprolaktinemia
Hiperprolaktinemia dapat ditemukan dengan adenoma hipofisis. Hiperprolaktinemia terjadi akibat produksi berlebih dari hormon prolaktin di hipofisis yang dapat menyebabkan disfungsi seksual dan infertilitas akibat terhambatnya sekresi hormon GnRH dari hipotalamus. Selain kelainan pada spermatogenesis, kondisi ini dapat juga menyebabkan kelainan pada kedua testis.[1,4]
Resistensi Androgen
Resistensi androgen terjadi akibat mutasi pada gen yang mengatur reseptor androgen. Gen ini terdapat di kromosom X dan kelainan pada reseptor ini dapat ditemukan pada 40% laki-laki dengan kondisi oligospermia atau azoospermia.[1,4-6]
Penyebab Testikular
Pada penyebab testikular ditemukan kelainan yang terlokalisasi pada testis yang disebut sebagai kegagalan testikular primer. Kondisi ini terdiri dari kelainan kromosom atau genetik seperti sindrom Klinefelter. Selain itu, dapat juga disebabkan oleh tumor testis, kriptorkismus, dan penggunaan zat gonadotoksin.[1,4,5]
Kelainan Genetik
Kelainan genetik mempengaruhi spermatogenesis dan perkembangan saluran genitalia. Kelainan genetik dapat berupa abnormalitas kromosom, delesi sebagian struktur kromosom yang berkaitan dengan regulasi spermatogenesis.
Sindrom Klinefelter merupakan kelainan kromosom yang paling banyak ditemukan pada laki-laki dengan abnormalitas kariotipe (47,XXY). Gejala yang ditemukan pada sindrom Klinefelter beragam, namun karakteristik yang paling sering ditemukan berupa testis kecil, hipergonadotropik dan hipogonadisme.
Selain sindrom Klinefelter, penyebab lain mencakup kelainan mikrodelesi kromosom Y dimana lengan pendek kromosom Y terdapat faktor determinasi testis yaitu SRY, sindroma laki-laki XX, dan laki-laki dengan kromosom XYY.[2-5,7,8]
Varikokel
Varikokel adalah pelebaran abnormal dan pembesaran pleksus pampiniform vena skrotum yang mengalirkan darah dari setiap testis. Pelebaran tersebut dapat meningkatkan suhu intratestikuler di skrotum sehingga mengganggu spermatogenesis. Varikokel dapat ditemukan pada sekitar 15% hingga 20% dari semua laki-laki dewasa namun ditemukan pada sekitar 40% laki-laki dengan masalah infertilitas.[1,3-5]
Kriptorkismus
Kriptorkismus merupakan kondisi dimana setidaknya satu testis berada di luar skrotum dan memiliki sedikit tubulus seminiferus dan spermatogonia, serta membran basalis yang tebal, sehingga mengganggu spermatogenesis. Kriptorkismus dapat dibagi menjadi unilateral atau bilateral. Kriptorkismus juga bisa dibagi berdasarkan lokasinya menjadi inguinal, intraabdominal, atau ektopik.
Sekitar 80% testis kriptorkismus turun pada 3 bulan pertama kehidupan. 10% hingga 30% pasien dengan kriptorkismus unilateral yang tidak turun akan mengalami infertilitas dan meningkat menjadi 35% hingga 65% atau lebih pada kasus bilateral.[4,5,7,9]
Paparan Gonadotoksin
Paparan eksogen gonadotoksin dapat berpengaruh terhadap spermatogenesis. Contoh gonadotoksin adalah steroid anabolik, selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs), sulfasalazine, dan cimetidine. Selain itu, paparan terhadap radiasi baik teurapetik maupun akibat kerja (nuklir) dan paparan panas berlebih juga merupakan gonadotoksik dan mempengaruhi spermatogenesis.[3-5,10]
Torsio Testis
Torsio testis umumnya terjadi pada laki-laki berusia <25 tahun dengan insiden 1:4.000 kasus dan membutuhkan tindakan operasi segera. Testis dapat dipertahankan apabila tindakan dilakukan dalam 6 jam setelah timbulnya gejala.
Pada kondisi torsio testis unilateral, azoospermia jarang terjadi. Namun, pada umumnya testis kontralateral mengalami penurunan spermatogenesis. Kemungkinan kondisi ini disebabkan karena pembentukan autoimun pasca kerusakan sawar hematotestikular.[1,4,5]
Orchitis Mumps
Pada umumnya, orchitis terjadi secara unilateral, meskipun 33% di antaranya bilateral. 36% dari pasien dengan orchitis bilateral mengalami atrofi testis dan 18% di antaranya dapat mengalami infertilitas terutama bila orchitis terjadi setelah pubertas.[1,4,5]
Penyebab Post-Testicular
Penyebab azoospermia post-testicular adalah adanya obstruksi duktal di sepanjang saluran reproduksi laki-laki seperti vas deferens, epididimis, atau saluran ejakulasi.[1,3,4]
Obstruksi Vas Deferens
Obstruksi vas deferens merupakan obstruksi yang didapatkan setelah dilakukan vasektomi. Obstruksi vas deferens setelah operasi hernia juga sering ditemukan. Penyebab kongenital obstruksi vas deferens yang paling sering ditemukan adalah congenital bilateral absence of vas deferens (CBAVD) yang ditemukan pada 1% laki-laki dengan infertilitas dan ditemukan hingga 6% pada laki-laki dengan azoospermia obstruktif.
Pada CBAVD, terjadi mutasi pada gen cystic fibrosis transmembrane regulator (CFTR). CFTR mengkodekan protein membran yang berfungsi sebagai saluran ion dan mempengaruhi pembentukan saluran ejakulasi, vesikula seminalis, vas deferens, dan 2/3 distal dari epididimis.[1,4,5]
Obstruksi Epididimis
Obstruksi epididimis merupakan penyebab tersering dari azoospermia obstruktif, didapatkan pada 30-67% laki-laki dengan azoospermia. Penyebab obstruksi epididimis yang didapat adalah epididimitis karena infeksi, serta obstruksi akibat trauma dan pembedahan.
Penyebab kongenital obstruksi epididimis bermanifestasi sebagai CBAVD. Selain itu dapat juga ditemukan pada sindrom Young yang memiliki trias sinusitis kronis, bronkiektasis, dan azoospermia obstruktif.[1,4,5]
Obstruksi Duktus Ejakulatorius
Obstruksi duktus ejakulatorius ditemukan pada 1-5% kasus azoospermia obstruktif. Obstruksi kistik biasanya bersifat kongenital seperti kista saluran Mullerian atau sinus urogenital. Obstruksi pascainflamasi saluran ejakulatorius biasanya bersifat sekunder akibat uretra-prostatitis.[1,4,5]
Penulisan pertama oleh: dr.Della Puspita Sari
Direvisi oleh: dr. Bedry Qhinta