Patofisiologi Keloid
Patofisiologi pembentukan keloid ditandai oleh respons inflamasi yang teramplifikasi, peningkatan aktivitas fibroblas, dan overekspresi sinyal faktor pertumbuhan. Hal-hal ini menyebabkan produksi dan penumpukan kolagen berlebih yang tidak diimbangi dengan penghancuran kolagen.[2-4]
Keloid menunjukkan peningkatan produksi kolagen hingga 20 kali lipat. Rasio kolagen tipe I:III pada keloid lebih tinggi yaitu 17:1.[3,5]
Respons Inflamasi Teramplifikasi yang Meningkatkan Aktivitas Fibroblas
Dalam proses penyembuhan luka, reaksi inflamasi yang berkepanjangan dan berlebihan menyebabkan peningkatan aktivitas fibroblas, yang kemudian menghasilkan matriks ekstraseluler berlebihan.
Degranulasi platelet pada fase ini akan melepas dan mengaktivasi sitokin-sitokin berupa transforming growth factor (TGF-β) terutama TGF-β1 dan TGF-β2, platelet-derived growth factor (PDGF), insulin-like growth factor(IGF-1), dan epidermal growth factor (EGF).[5,7]
Overekspresi Sinyal Faktor Pertumbuhan
Sitokin akan berperan sebagai faktor pertumbuhan fibrogenik, agen kemotaktik sel epitel, endotel, neutrofil, makrofag, sel mast, dan fibroblas. Hal ini menyebabkan terjadinya overekspresi sinyal faktor pertumbuhan. Fibroblas pada keloid menunjukkan peningkatan reseptor dan respon terhadap faktor-faktor pertumbuhan tersebut serta resistensi terhadap apoptosis.[5,7]
Peningkatan kadar faktor pertumbuhan dan sitokin merupakan faktor pendukung terbentuknya keloid. TGF-β diidentifikasi sebagai faktor patogenik kunci. [4,5] Isoform TGF-β1 dan TGF-β2 mengaktivasi fibroblas untuk menstimulasi sintesis kolagen, sementara TGF-β3 memegang peranan dalam fase remodeling yaitu mengurangi penumpukan kolagen dan matriks ekstraseluler.[3,5,7]
Ekspresi mRNA TGF-β1 dan TGF-β2 pada keloid lebih tinggi sementara TGF-β3 lebih rendah dibandingkan parut hipertrofik.[5,7] Ekspresi VEGF (vascular endothelial growth factor) yang berlebihan dikaitkan dengan pembentukan kapiler berlebih, produksi kolagen tipe I, dan peningkatan volume parut.[7]
Faktor Mekanik
Kekuatan mekanik memegang peranan penting dalam penyembuhan luka. Dalam penyembuhan normal, terdapat kondisi homeostasis tensegrity yakni tension atau tegangan dan integritas. Kondisi ini memungkinkan sel dan matriks ekstraseluler untuk berprogresi normal melalui fase-fase penyembuhan luka.
Bila kekuatan mekanik ekstrinsik yang besar atau abnormal (misalnya goresan, tekanan, dan peregangan kulit secara kuat/repetitif) terjadi pada luka atau parut, timbul disregulasi tensegrity yang ketika dikombinasikan dengan faktor-faktor internal di atas akan menyebabkan terjadinya parut berlebih.[8]
Faktor Molekular Lainnya yang Berperan Terhadap Terjadinya Keloid
Pada keloid, terdapat aspek-aspek molekular yang berubah konsentrasinya. Aspek-aspek molekular yang menurun kadarnya atau memiliki ekspresi yang lebih rendah adalah sebagai berikut :
- Penurunan kadar decorin: protein komponen jaringan ikat dermal yang mengikat kolagen tipe I dan menetralisasi TGF- β sehingga mengurangi stimulasi sintesis kolagen, fibronektin, dan glikosaminoglikan, serta menghambat angiogenesis[5,7]
- Hipoksia: lingkungan hipoksia diasosiasikan dengan pembentukan keloid[7]
- Penurunan distribusi fibrillin 1 dan elastin
- Ekspresi Connexin-43 yang lebih rendah: menyebabkan fibroblas tidak menerima sinyal inhibisi dan apoptosis dari sel di sekitarnya
- Penurunan kadar hyaluronan: komponen matriks ekstraseluler yang berfungsi meregulasi penutupan luka dan pembentukan parut
- Penurunan ekspresi dermatopontin: komponen matriks ekstraseluler yang berperan dalam modifikasi fibrillogenesis kolagen dan meningkatkan adhesi sel melalui peningkatan integrin[5]
Sementara itu, terdapat aspek-aspek molekular yang justru meningkat kadar atau ekspresinya, yaitu :
- Peningkatan fibronektin: glikoprotein hasil produksi fibroblas yang berperan dalam pembentukan matriks intraseluler berlebih
- Peningkatan ekspresi integrin α1β1: integrin membantu pengikatan kolagen ligan ke matrix metalloproteinase (MMP) yang berperan membentuk parut
- Peningkatan periostin: berperan dalam patogenesis parut dengan menginduksi angiogenesis, proliferasi dan diferensiasi fibroblas, serta persistensi miofibroblas[5,7]
- Peningkatan ekspresi tenascin C: glikoprotein matriks ekstraseluler yang berperan dalam menginisiasi migrasi keratinosit dan fibroblas ke luka
- Peningkatan ekspresi laminin β2: komponen glikoprotein dari lamina basalis yang berperan dalam angiogenesis, penyembuhan luka, dan pembentukan parut
- Peningkatan jumlah sel mast: meningkatkan pelepasan mediator fibrogenik yang mendukung pembentukan parut dan menyebabkan gejala gatal[9]
- Peningkatan regulasi protein COX-2
- Peningkatan ekspresi heat shock protein (HSP): HSP berperan dalam sintesis matriks ekstraseluler
- Peningkatan kadar plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1): berperan mengurangi fibrinolisis dan akumulasi kolagen berlebih pada keloid
- Peningkatan reactive oxygen species (ROS): tingkat stres oksidatif yang lebih tinggi diasosiasikan dengan terjadinya keloid
- Peningkatan kadar induced nitric oxide synthase (iNOS): berperan dalam memediasi proliferasi keratinosit dan sintesis kolagen pada fibroblas
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri