Prognosis Luka Bakar
Prognosis luka bakar ditentukan berdasarkan kedalaman luka bakar dan luas luka bakar. Mortalitas kasus luka bakar terkait erat dengan komplikasi, seperti infeksi, sepsis, dan kegagalan multiorgan.[1-3]
Komplikasi
Komplikasi luka bakar dapat berasal dari 2 sumber, yakni luka itu sendiri maupun gangguan dalam proses penyembuhan luka.
Perubahan Anatomi Muskuloskeletal
Beberapa perubahan anatomi muskuloskeletal yang termasuk ke dalam komplikasi luka bakar antara lain, kontraktur, bone loss, osifikasi heterotrofik, skoliosis, kifosis, dan artritis septik. Kontraktur dapat terbentuk akibat efek patologis jaringan parut ketika penyembuhan luka. Pada keadaan lanjut, kontraktur berpotensi menimbulkan deformitas dan menyebabkan gangguan fungsional.[1,6]
Luka bakar juga bisa menyebabkan atrofi. Deep skeletal muscle atrophy merupakan salah satu komplikasi muskuloskeletal yang membutuhkan pemulihan dan rehabilitasi dalam jangka waktu lama.[6]
Terbentuknya Jaringan Parut, Parut Hipertrofik, dan Keloid
Potensi terbentuknya jaringan parut meningkat ketika proses penyembuhan luka berlangsung lebih dari dua minggu sejak terjadinya luka bakar. Parut hipertrofik timbul apabila jaringan parut tumbuh tidak melebihi batas luka asli. Terbentuknya parut hipertrofik disebabkan karena adanya proses penyembuhan luka serta epitelisasi yang abnormal.
Komplikasi lain dari abnormalitas penyembuhan luka adalah terbentuknya keloid. Berbeda dengan parut hipertrofik, keloid merupakan pertumbuhan jaringan parut melebihi batas luka aslinya.[1]
Infeksi
Komplikasi infeksi seperti pneumonia, infeksi saluran kemih (ISK), sepsis, dan bakteremia banyak terjadi terutama pada minggu pertama perawatan di rumah sakit. Infeksi umumnya disebabkan karena bakteri yang banyak terdapat pada permukaan kulit, seperti Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus.[6]
Prognosis
Luka bakar menyebabkan mortalitas dan morbiditas bermakna. Kasus luka bakar menyebabkan kematian hingga 6-7% dan juga dapat menyebabkan disabilitas permanen.[4]
Saat ini terdapat beberapa sistem skoring yang digunakan untuk memprediksi tingkat mortalitas pasien luka bakar. Panduan yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) menyebutkan salah satu sistem skoring yang paling sering digunakan adalah ABSI (Abbreviated burn severity index). Lima variabel yang menjadi indikator dalam sistem skoring ABSI adalah jenis kelamin, usia, trauma inhalasi, terdapatnya luka bakar full-thickness, serta persentase luas luka bakar.
Pasien dengan perhitungan skor ABSI lebih dari 6, luka bakar akibat listrik, luka bakar karena trauma mayor, serta luka bakar full-thickness pada area wajah, aksila, sendi, tangan, kaki, dan genital disarankan untuk dirujuk ke unit luka bakar.[1]
Tabel 1. Skor Abbreviated Burn Severity Index Untuk Penentuan Prognosis Pasien Luka Bakar
Variabel | Karakteristik | Skor |
Jenis Kelamin | Laki-laki | 1 |
Perempuan | 0 | |
Usia | 0-20 | 1 |
21-40 | 2 | |
41-60 | 3 | |
61-80 | 4 | |
80-100 | 5 | |
Trauma Inhalasi | 1 | |
Luka Bakar Full-Thickness | 1 | |
Persentase Luas Luka Bakar | 1-10 | 1 |
11-20 | 2 | |
21-30 | 3 | |
31-40 | 4 | |
41-50 | 5 | |
51-60 | 6 | |
61-70 | 7 | |
71-80 | 8 | |
81-90 | 9 | |
91-100 | 10 |
Sumber: dr. Dyah Ayu Kusumoputri Buwono, Alomedika, 2022.[1]
Semakin tinggi skor ABSI maka ancaman kematian akan semakin tinggi pula. Semakin tinggi skor ABSI maka probabilitas kesintasan akan semakin menurun.[1]
Tabel 2. Interpretasi Skor Abbreviated Burn Severity Index
Skor ABSI | Ancaman untuk Kematian | Probabilitas untuk Hidup |
2-3 4-5 6-7 8-9 10-11 12-13 | Sangat rendah Sedang Cukup parah Serius Parah Maksimal | > 99% 98% 80-90% 50-70% 20-40% <10% |
Sumber: dr. Dyah Ayu Kusumoputri Buwono, Alomedika, 2022.[1]
Penulisan pertama oleh: dr. Maria Rossyani