Diagnosis Luka Bakar
Diagnosis luka bakar perlu menentukan kedalaman dan luas luka bakar. Dokter juga perlu mengidentifikasi sumber luka bakar, misalnya suhu, radiasi, atau listrik, yang akan mempengaruhi pendekatan penatalaksanaan pada pasien.[1,2]
Survey Primer
Pada survey primer, dilakukan pemeriksaan terhadap airway, breathing, circulation, status jantung, disabilitas, defisit neurologis, deformitas, dan evaluasi luas luka bakar. Paparan terhadap beberapa produk yang mudah terbakar pada ruangan tertutup, luka bakar pada wajah, serta gambaran jelaga pada rongga mulut dapat menjadi tanda adanya trauma inhalasi.[1,2]
Selain itu evaluasi terhadap rongga faring posterior, eritema mukosa, edema pada korda vokalis dapat menjadi tanda adanya trauma inhalasi. Tanda klinis lain mencakup stridor, suara serak, sputum berkarbon, dan dispnea.[1]
Airway
Pada kasus luka bakar rawan terjadi edema sehingga jalan napas harus segera dibebaskan. Adanya jelaga di wajah atau rongga hidung merupakan prediktor trauma inhalasi yang paling berguna. Bila pasien tidak sadarkan diri, pemeriksaan laringoskopi dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis trauma inhalasi dan menentukan pilihan prosedur berikutnya.[1,2]
Breathing
Terdapat beberapa hal yang dapat mengganggu proses ventilasi dan oksigenasi pasien, antara lain penurunan kesadaran, menghirup asap atau racun seperti karbonmonoksida, serta adanya trauma. Perlu diingat bahwa pada pasien dengan luka bakar melingkar pada dada atau abdomen dapat mengalami gangguan gerakan ekspansi toraks dan menghalangi pernapasan yang adekuat akibat adanya eskar.[1,2,4]
Circulation
Tanda-tanda gangguan sirkulasi seperti takikardia, perfusi perifer yang buruk, atau adanya hipotensi merupakan penanda gangguan sirkulasi.[1,2]
Survey Sekunder
Pada survey sekunder, dilakukan pemeriksaan menyeluruh dari kepala hingga kaki untuk mengevaluasi adanya kondisi mengancam jiwa dan melakukan penegakkan diagnosis. Beberapa hal yang dilakukan pada survey sekunder adalah mengetahui riwayat penyakit, mekanisme trauma, dan melakukan pemeriksaan penunjang.
Pada riwayat penyakit, beberapa informasi yang harus didapatkan adalah AMPLE (allergic, medications, past illness, last meal, events). Dalam hal ini, dokter menanyakan lebih lanjut mengenai riwayat alergi, konsumsi obat–obatan, riwayat penyakit sebelum trauma, makanan terakhir yang dikonsumsi, serta kronologi terjadinya trauma.[1]
Selanjutnya, dokter juga menanyakan informasi mengenai luka bakar, trauma tajam, serta trauma tumpul. Pada survey sekunder, lakukan pemeriksaan head to toe examination, serta monitoring hasil resusitasi.[2]
Anamnesis
Pada waktu anamnesis, perlu ditanyakan pertanyaan dasar untuk penilaian kegawatdaruratan bedah yaitu AMPLE:
- Alergi (allergy)
- Riwayat medikasi (medication)
- Riwayat penyakit (past medical history)
- Makan terakhir (last meal)
- Kejadian (event)
Pertanyaan yang dapat diberikan untuk mengonfirmasi kecurigaan ke arah trauma inhalasi:
- Apakah kejadian yang menyebabkan luka bakar (contoh: ledakan) terjadi di ruang tertutup?
- Apakah pasien sempat tidak sadarkan diri di ruang kejadian?
- Apakah ada pusing-pusing, mual, dan muntah (tanda-tanda keracunan karbon monoksida)?
- Apakah pasien merasa sesak?
Pertanyaan yang dapat diberikan untuk mengetahui kemungkinan gangguan ekspansi rongga toraks dan gangguan perfusi:
- Apakah ada nyeri atau luka bakar di daerah dada?
- Apakah ada rasa nyeri saat mengambil napas atau rasa sulit bernapas?
- Apakah pasien tampak lebih gelisah dari biasanya? (dapat ditanyakan ke pengantar/keluarga)
- Apakah pasien merasa tubuhnya dingin?[1,2]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik juga sebaiknya fokus pada tiga masalah utama yang dapat menyebabkan fatalitas pada luka bakar, yakni trauma inhalasi, gangguan ekspansi rongga toraks, dan gangguan perfusi.
Trauma Inhalasi:
Pada inspeksi, pasien dengan trauma inhalasi akan tampak mengalami batuk-batuk yang menetap, suara serak, adanya luka bakar pada daerah wajah atau leher, jelaga hitam pada hidung, adanya rambut yang terbakar, sputum kehitaman, penurunan kesadaran atau status mental, penggunaan otot bantu napas, napas cepat dan dangkal, dan tanda-tanda kesulitan napas lain. Sementara itu, pada auskultasi bisa terdengar mengi dan stridor.[1,2]
Gangguan Ekspansi Rongga Toraks:
Pada inspeksi akan tampak penggunaan otot bantu napas, napas cepat dan dangkal, tanda-tanda kesulitan napas lain, serta adanya luka bakar dengan eskar tebal di daerah dada.[1,2]
Gangguan Perfusi:
Pada pemeriksaan fisik, lakukan penilaian sirkulasi daerah distal. Tekanan darah mungkin normal atau hipotensi, dengan takikardia atau bradikardia, dan suhu tubuh dingin terutama di ekstremitas.
Pada inspeksi, pasien bisa tampak pucat, berkeringat dingin, frekuensi napas cepat dan dangkal, dan ada penggunaan otot bantu napas.[1,2]
Penilaian Luas dan Kedalaman Luka Bakar
Luka bakar dinyatakan sebagai persentase terhadap luas permukaan tubuh. Perhitungan luas area dilakukan dengan Lund dan Browder, Rule of Nine dari Wallace, atau rumus telapak tangan. Lund dan Browder merupakan perhitungan luas yang paling akurat, dirangkum dalam tabel I.[1-3]
Tabel 1. Ringkasan Metode Lund-Browder dalam Menghitung Estimasi Luas Luka Bakar
Area | Lahir hingga 1 tahun | 1-4 tahun | 5-9 tahun | 10-14 tahun | 15 tahun - dewasa | Dewasa |
Kepala | 9.5 | 8.5 | 6.5 | 5.5 | 4.5 | 3.5 |
Leher | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 |
Badan | 13 | 13 | 13 | 13 | 13 | 13 |
Lengan atas kiri | 2 | 2 | 2 | 2 | 2 | 2 |
Lengan atas kanan | 2 | 2 | 2 | 2 | 2 | 2 |
Lengan bawah kiri | 1.5 | 1.5 | 1.5 | 1.5 | 1.5 | 1.5 |
Lengan bawah kanan | 1.5 | 1.5 | 1.5 | 1.5 | 1.5 | 1.5 |
Tangan kiri | 1.5 | 1.5 | 1.5 | 1.5 | 1.5 | 1.5 |
Tangan kanan | 1.5 | 1.5 | 1.5 | 1.5 | 1.5 | 1.5 |
Paha kiri | 2.75 | 3.25 | 4 | 4.25 | 4.5 | 4.5 |
Paha kanan | 2.75 | 3.25 | 4 | 4.25 | 4.5 | 4.5 |
Betis kiri | 2.5 | 2.5 | 2.75 | 3 | 3.75 | 3.5 |
Betis kanan | 2.5 | 2.5 | 2.75 | 3 | 3.75 | 3.5 |
Telapak kaki kiri | 1.75 | 1.75 | 1.75 | 1.75 | 1.75 | 1.75 |
Telapak kaki kanan | 1.75 | 1.75 | 1.75 | 1.75 | 1.75 | 1.75 |
Bokong kiri | 2.5 | 2.5 | 2.5 | 2.5 | 2.5 | 2.5 |
Bokong kanan | 2.5 | 2.5 | 2.5 | 2.5 | 2.5 | 2.5 |
Genitalia | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 |
*hitung 2 kali untuk bagian posterior dan anterior untuk semua area kecuali genitalia dan bokong
Sumber: dr. Maria Rossyani, Alomedika, 2018.
Pada perhitungan rule of nine, area yang terkena dijumlahkan berdasarkan pembagian berikut:
- Kepala dan leher: 9%
- Ekstremitas atas: 2 x 9% (kiri dan kanan)
- Paha: 2 x 9% (kiri dan kanan)
- Betis: 2 x 9% (kiri dan kanan)
- Dada anterior-perut: 2 x 9%
- Dada posterior-perut dan bokong: 2 x 9%
- Perineum dan genitalia: 1%
Untuk luka berukuran kecil atau dengan lokasi anatomis yang tidak terkonsentrasi/patchy dapat digunakan perhitungan dengan menggunakan telapak tangan pasien (tidak termasuk jari). Di mana 1 telapak tangan merupakan 0,5% luas permukaan tubuh orang dewasa dan 1% luas permukaan tubuh anak-anak.[1-3]
Estimasi Kedalaman Luka Bakar
Derajat luka bakar berdasarkan kedalaman jaringan kulit yang terkena juga harus ditentukan karena memengaruhi penatalaksanaan dan prognosis pasien. Luka bakar dapat dibagi menjadi derajat 1 hingga 3.
Luka bakar derajat 1 hanya mempengaruhi epidermis. Area luka bakar berwarna merah, nyeri, kering, dan tidak melepuh. Contoh luka bakar derajat 1 adalah kulit terbakar matahari. Kerusakan jaringan jangka panjang jarang terjadi pada luka bakar derajat ini.
Luka bakar derajat 2 disebut sebagai luka bakar ketebalan parsial. Luka bakar derajat 2 melibatkan epidermis dan sebagian lapisan dermis kulit. Situs luka bakar tampak merah, melepuh, dan mungkin bengkak dan nyeri.
Luka bakar derajat 3 disebut sebagai luka bakar ketebalan penuh. Luka bakar derajat 3 melibatkan epidermis dan dermis. Luka bakar derajat 3 juga dapat merusak tulang, otot, dan tendon di bawahnya. Situs yang terbakar tampak putih atau hangus. Tidak ada sensasi di daerah tersebut karena ujung saraf ikut hancur. Penjelasan selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel 2.[1-3]
Tabel 2. Derajat Luka Bakar Berdasarkan Kedalaman Jaringan Kulit yang Terkena
Kedalaman | Contoh Penyebab | Bentuk luka bakar | Sensasi | Waktu penyembuhan |
Derajat 1: Superfisial | Sinar UV | Kering, kemerahan | Nyeri | 3-6 hari |
Jika ditekan berwarna pucat. | ||||
Edema minimal/tidak ada | ||||
Derajat 2: a) Parsial Superfisial b) Parsial Dalam | Air panas (scald) | Bullae (+) | Sangat nyeri | 7-20 hari (parsial-superfisial) dan >21 hari (parsial-dalam) |
Api (jilatan/kobaran) | Lembab, kemerahan , pucat bila ditekan dengan ujung jari. | |||
Minyak panas | ||||
Derajat 3:Seluruh tebal kulit | Air panas | Kering, kulit mengelupas | Tidak sakit, sedikit sakit, rambut mudah lepas jika dicabut | Tidak mengalami penyembuhan yang komplit |
Api | Pembuluh darah dapat terlihat di bawah kulit yg mengelupas. | |||
Minyak panas | Jarang terdapat bullae, tidak pucat bila ditekan. | |||
Kimia | ||||
Listrik |
Sumber: dr. Dyah Ayu Kusumoputri Buwono, Alomedika, 2022.[1-3]
Klasifikasi Luka Bakar
Apabila luas dan derajat luka bakar telah ditentukan, luka bakar dapat diklasifikasikan lebih lanjut menjadi ringan, sedang, dan berat.
Luka bakar disebut derajat berat atau major burn jika:
- Luka bakar derajat 2-3 dengan luas lebih dari 20% pada pasien di bawah 10 tahun atau di atas 50 tahun
- Luka bakar derajat 2-3 dengan luas lebih dari 25% pada kelompok usia 10–50 tahun
- Luka bakar muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
- Adanya cedera inhalasi (tidak bergantung luas luka bakar)
- Luka bakar listrik tegangan tinggi
- Disertai trauma lainnya
Luka bakar disebut derajat sedang jika:
- Luka bakar 15-25% pada pasien dewasa dengan derajat 3
- Luka bakar 10-20% pada anak kurang dari 10 tahun atau lebih dari 40 tahun
- Luka bakar derajat 3 kurang dari 10% pada anak ataudewasa yang bukan pada muka, telinga, tangan, kaki, perineum
Luka bakar disebut derajat ringan atau minor jika:
- Luka bakar kurang dari 15% pada pasien dewasa
- Luka bakar kurang dari 10% pada anak dan usia lanjut
- Luka bakar kurang dari 2% pada semua kelompok usia, bukan pada muka, telinga, tangan, kaki, perineum[1-3]
Diagnosis Banding
Diagnosis luka bakar umumnya cukup jelas dan mudah didiagnosis. Pada kasus yang meragukan, luka bakar dapat didiagnosis banding dengan selulitis, erisipelas, Toxic Epidermal Necrolysis (TEN), dan sindrom Stevens-Johnson (SJS)
Erisipelas dan Selulitis
Erisipelas dan selulitis merupakan infeksi bakteri pada kulit yang menyebabkan peradangan kemerahan pada kulit. Erisipelas mempengaruhi bagian superfisial kulit (superficial cutaneous lymphatics), ditandai dengan kemerahan berbatas tegas. Sementara itu, selulitis melibatkan lapisan dermis bagian dalam dan ditandai dengan kemerahan dengan batas tak jelas. Pada selulitis, lesi kulit dapat terbentuk vesikel, bula atau adanya peau d'orange.
Defek yang terjadi pada kulit bisa menyerupai luka bakar derajat I, namun mekanisme cedera berbeda dengan luka bakar. Pada luka bakar, juga dapat terjadi komplikasi selulitis.[13]
Toxic Epidermal Necrolysis (TEN) dan Sindrom Stevens-Johnson (SJS)
Lesi pada TEN dan SJS timbul akibat adanya reaksi hipersensitivitas tipe IV. Lesi ditandai dengan adanya bula dan kerusakan membran mukosa. Pada TEN dan SJS, tidak terdapat paparan zat yang dapat menyebabkan luka bakar, baik itu suhu maupun zat kimia. TEN dan SJS juga biasanya terjadi pada area yang sangat luas di tubuh setelah konsumsi obat pencetus alergi.[14]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang mungkin diperlukan untuk mendeteksi komplikasi akibat luka bakar. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dipilih berdasarkan indikasi klinis masing-masing pasien.
Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin bisa bermanfaat dalam mendeteksi kondisi gagal ginjal akut akibat penimbunan hemokromogen pada tubulus proksimal.
Urinalisis mungkin diperlukan untuk mengetahui adanya hemoglobinuria karena trauma termal listrik tegangan tinggi yang menyebabkan iskemia dan terlepasnya mioglobin serta hemoglobin. Selain itu, EKG juga dapat bermanfaat dalam mendeteksi aritmia akibat sengatan listrik.[1,2]
Penulisan pertama oleh: dr. Maria Rossyani