Penatalaksanaan Luka Bakar
Penatalaksanaan inisial luka bakar adalah penatalaksanaan kegawatdaruratan, termasuk patensi jalan napas, oksigenasi, dan resusitasi cairan. Lakukan pemasangan C-spine, pembersihan jalan napas, maneuver chin lift atau jaw thrust untuk mengamankan jalan napas (airway). Selanjutnya, lakukan pemberian suplementasi oksigen 100% high flow 10–15 liter per menit menggunakan non-rebreathing mask, dan lakukan pemberian ventilasi mekanik apabila pasien tetap sesak.[1-3,9,10]
Pertimbangkan untuk melakukan prosedur eskarotomi pada luka bakar melingkar area dada. Untuk kontrol perdarahan, lakukan penekanan apabila terdapat perdarahan aktif. Berikan resusitasi cairan pada pasien syok.[1]
Penatalaksanaan Awal
Pertolongan pertama pasien luka bakar sebelum dirujuk ke rumah sakit harus segera dilakukan. Sebelum memulai penatalaksanaan, perlu diingat perlindungan diri bagi penolong, khususnya bagi penolong yang berada di tempat kejadian.
Pajanan seperti api atau listrik harus dipastikan tidak ada lagi atau diminimalisir oleh alat pelindung diri saat penolong masuk. Seringkali korban cedera elektrik mengalami gangguan kardiak seperti aritmia, sehingga dapat digunakan defibrilator apabila tersedia.[1-3,10]
Penatalaksanaan Lanjutan
Penatalaksanaan lanjutan dimulai dari penatalaksanaan kegawatdaruratan hingga manajemen luka.
Resusitasi Jalan Napas
Jika pada penilaian awal terdapat masalah pada airway, harus segera dilakukan resusitasi jalan napas. Resusitasi jalan napas bertujuan untuk mengamankan jalan napas dan perawatan jalan napas. Patensi jalan napas dapat dilakukan menggunakan intubasi, krikotiroidotomi, ataupun trakeostomi.
Setelah jalan napas berhasil diamankan, perawatan jalan napas perlu dilakukan dengan cara:
- Periodic suction
- Pemberian oksigen2-4 liter/menit yang mengandung uap air (humidified) untuk mencegah sekret di saluran napas terlalu kental. Apabila pasien diintubasi, titrasi oksigen untuk menjaga saturasi di atas 94% atau pO2 100 mmHg
Bronchoalveolar lavage atau bilas bronkus dapat dilakukan apabila diperlukan. Baku emas tindakan ini adalah dengan menggunakan bronkoskopi[1-3,10]
Eskarotomi
Eskarotomi merupakan penatalaksanaan lanjut untuk pernapasan terkait dengan adanya gangguan ekspansi toraks akibat luka bakar melingkar atau adanya eskar di daerah dada atau abdomen. Eskaratomi dilakukan dengan melakukan sayatan menembus eskar hingga keluar darah (pertanda sudah mencapai sub-eskar).[1-4,10]
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan dilakukan setelah penanganan airway dan breathing selesai. Prinsip resusitasi cairan adalah penggantian volume secara adekuat dalam waktu singkat. Untuk mencapai resusitasi cairan yang cukup dapat digunakan beberapa jalur intravena sekaligus. Pasang kateter untuk memantau urine output.[1]
Resusitasi Cairan Berdasarkan Prinsip Parkland:
Resusitasi cairan berdasarkan prinsip Parkland digunakan untuk luka bakar sedang atau luas luka bakar <25% tanpa syok. Rumus menghitung kebutuhan cairan 24 jam berdasarkan Parkland adalah 4 ml per kgBB per luas % luka bakar
Pada 24 jam pertama, 50% diberikan pada 8 jam pertama dan 50% diberikan pada 16 jam berikutnya. Pada 24 jam kedua, kebutuhan cairan diberikan secara merata.[1-3,9,10]
Resusitasi Syok:
Pada pasien dengan luka bakar berat yang mengalami syok, maka resusitasi cairan mengikuti prinsip resusitasi syok. Bila volume sirkulasi yang hilang > 25% syok hipovolemik akan terjadi. Cairan kristaloid dapat diberikan di awal sesuai jumlah volume sirkulasi. Pada kasus resusitasi masif, sebaiknya menggunakan koloid non-protein. Untuk kebutuhan resusitasi yang lebih besar, maka dapat diberikan plasma expander seperti HES 10%.[1-3,9,10]
Cairan Anak:
Untuk pasien anak, perhitungan pemberian cairan menggunakan rumus Parkland ditambah jumlah cairan rumatan mengandung Na+ 1-2 mEq/kg/24 jam dan glukosa 4-5 mg/kg berat badan/menit. Pada pasien neonatus, glukosa dapat diberikan hingga 8 mg/kg/menit.
Pada pasien anak, jumlah cairan yang diberikan pasca resusitasi fase akut 24 jam pertama adalah 100 ml/kg untuk 10 kg pertama, ditambah 50 ml/kg untuk 10 kg kedua, dan ditambah 20 ml/kg untuk 10 kg berikutnya.[1]
Pembersihan Luka dan Debridement
Pada luka bakar yang bersih, lakukan pembersihan luka bakar degan lembut untuk mencegah cedera lapisan di bawah epidermis yang berperan dalam proses regenerasi. Pada luka bakar terkontaminasi, lakukan pembersihan luka bakar secara agresif untuk menghilangkan lapisan biofilm pada luka.
Pada umumnya, jenis cairan apapun dapat digunakan untuk proses pembersihan luka bakar. Pada pembersihan luka bakar terinfeksi dengan lapisan biofilm yang terlihat jelas, dapat digunakan antiseptik topikal setelah irigasi.
Kolonisasi serta pembentukan lapisan biofilm pada jaringan luka bakar berpotensi memicu terjadinya infeksi. Selain itu, walaupun tidak terdapat kolonisasi bakteri, eskar itu sendiri dapat memicu inflamasi berlebihan sehingga tindakan debridement adalah salah satu langkah penting dalam manajemen luka bakar.[1,5,6,11]
Hydrosurgery
Saat ini terdapat teknik debridement hydrosurgery yang menggunakan sistem penyemprotan dengan air bertekanan tinggi. Teknik ini memungkinkan lapisan kulit yang terkena luka bakar terlepas tanpa merusak lapisan kulit sehat. Oleh karena itu, banyak yang menilai teknik debridement hydrosurgery lebih baik dibandingkan teknik debridement konvensional dengan pisau bedah sehingga diharapkan pemulihan pasien lebih cepat.[1,5]
Kontrol Infeksi
Selain debridement, langkah penting dalam manajemen luka bakar adalah kontrol infeksi. Beberapa cara untuk mencegah infeksi pada luka bakar adalah eksisi dini, skin graft, serta penggunaan antibiotik sistemik pada pasien dengan luka bakar dalam. Selain itu, prosedur eksisi tangensial, serta split thickness skin graft (STSG) dapat dilakukan untuk menurunkan inflamasi, infeksi, sepsis, dan menurunkan lama rawat pasien.[1]
Bula Pada Luka Bakar
Bula yang telah ruptur dibersihkan hingga tidak ada jaringan tersisa. Untuk bula yang belum ruptur, dapat dipecahkan ataupun cairan bulanya diaspirasi.[12]
Agen Antimikrobial
Terdapat banyak pilihan agen antimikrobial untuk wound dressing. Perak sulfadiazine 1% sering digunakan, begitu pula antibiotik dan klorheksidin. Kompres kassa (fine mesh) paling sering digunakan, walaupun di beberapa negara maju menggunakan kompres hidrokoloid.[9-11]
Dalam penggunaan antibiotik sistemik Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) menyarankan untuk melakukan pemberian antibiotik sistemik pada pasien luka bakar berdasarkan pola resistensi antibiotik. Walau demikian, Kemenkes RI tidak menyarankan untuk dilakukan pemberian antibiotik sistemik profilaksis pra bedah pada pasien luka bakar karena berpotensi menyebabkan terjadinya multidrug resistant organism (MDRO).[1]
Balutan Luka Bakar
Saat ini terdapat banyak jenis pembalut luka yang memiliki karakteristik, kekurangan, serta kelebihan masing–masing. Balutan luka tradisional, seperti kassa dengan parafin memiliki kekurangan yaitu sifatnya yang adhesif dan oklusif sehingga menimbulkan nyeri ketika dilakukan penggantian balutan. Selain itu, pembalut luka ini rentan memicu pertumbuhan bakteri.
Contoh pembalut luka modern adalah Transparent Film Dressing, Foam Dressing, Hydrogel, maupun Nanocrystalline Silver. Pembalut luka modern biasanya lebih mudah dipakai, tidak nyeri, bersifat bacterial barrier, serta lebih lembab dan hangat sehingga mampu mempercepat proses penyembuhan luka.[1,6]
Balutan Luka Bakar Dangkal
Menurut panduan yang dikeluarkan Kemenkes RI, luka bakar dangkal (derajat 2A) dapat dibalut menggunakan film dressing. Ini karena jenis balutan tersebut dapat menutup area luas, mempermudah proses evaluasi kedalaman luka tanpa harus membuka balutan, serta tidak nyeri ketika dilakukan penggantian balutan.[1]
Balutan Luka Bakar Dalam
Pada luka bakar dalam (derajat 2B), dapat digunakan kassa parafin atau salep antimikrobial sesuai dengan pola kuman. Obat topikal yang dapat digunakan mencakup perak sulfadiazine dan krim gentamicin. Salep mupirocin dapat dipilih untuk bakteri jenis Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Pilihan lain adalah penggunaan nanocrystal silver untuk luka bakar dalam derajat 2B dan 3 dengan eskar tipis.[1]
Penggantian Balutan
Beberapa kriteria penggantian balutan antara lain terlepasnya balutan dengan sendirinya, adanya kebocoran eksudat, terdapat cairan tembus pada balutan, pasien mengalami demam, terdapat bau busuk, dan pembengkakan pada jaringan perifer. Pada luka bakar derajat 3 dengan eskar yang tebal, dapat dilakukan eskarotomi dini untuk mencegah kolonisasi bakteri dan respon inflamasi berlebih.[1]
Kriteria Balutan Ideal
Saat ini belum ditemukan jenis balutan yang paling ideal untuk luka bakar. Namun, Kemenkes RI menuliskan bahwa International Society for Burn Injuries (ISBI) menyebutkan beberapa kriteria ideal balutan pada pasien luka bakar, yaitu:
- Optimal untuk penyembuhan luka dan lembab
- Memungkinkan pertukaran oksigen, karbon dioksida, dan uap air
- Bersifat isolasi termal dan kedap mikroorganisme
- Bebas partikel non-adherent, steril
- Aman, dapat diterima pasien, mudah didapat, dan cost-effective
- Memiliki sifat penyerapan yang tinggi
- Memungkinkan pemantauan luka
- Memberikan perlindungan mekanik
- Membutuhkan pergantian yang jarang
- Dapat digunakan untuk mengurangi waktu dressing[1]
Luka Bakar Listrik
Luka bakar listrik dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu voltase rendah (< 1000 V, listrik rumah tangga), voltase tinggi (> 1000 V, kabel tegangan tinggi), dan cedera petir. Luka bakar listrik voltase rendah jarang melibatkan jaringan dalam. Pada luka bakar listrik voltase tinggi dapat timbul kerusakan otot dengan rhabdomyolysis dan sindrom kompartemen. Pada luka bakar akibat petir, dapat terjadi kerusakan kornea, perforasi membran timpani, dan respiratory arrest.
Pada luka bakar listrik, pasien berpotensi memiliki kebutuhan cairan yang lebih banyak dari luka bakar yang tampak akibat adanya kerusakan otot. Apabila terdapat pigmentasi urine, tingkatkan resusitasi hingga urine output sebanyak 70–100 ml/jam pada pasien dewasa dan 2 ml/kg/jam pada anak. Apabila target urine output tidak tercapai, tingkatkan resusitasi dengan cara menambahkan 12,5 gram manitol untuk setiap liter cairan yang dibutuhkan. Laukan pemantauan EKG rutin pada pasien dengan trauma listrik.[1]
Luka Bakar Kimia
Terapi awal pada luka bakar kimia adalah melepaskan pakaian terkontaminasi dan membersihkan zat kimia bubuk. Terapi harus dimulai dalam 10 menit pasca kontak. Pada luka bakar asam, lakukan irigasi dengan air mengalir. Pada luka bakar basa, lakukan irigasi lebih lama dibandingkan luka bakar asam (setidaknya 1 jam).[1]
Rehabilitasi
Beberapa fokus rehabilitasi pasca luka bakar adalah mencegah dan memperbaiki atrofi otot, lingkup gerak sendi, ankilosis, dan pemulihan kondisi jantung paru. Rehabilitasi juga perlu mencakup penanganan ulkus dekubitus akibat imobilisasi, pemberian terapi tambahan untuk pemulihan luka bakar, serta penatalaksanaan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari hari.[1]
Penulisan pertama oleh: dr. Maria Rossyani