Penatalaksanaan Kolesistitis
Penatalaksanaan kolesistitis meliputi penanganan infeksi dengan menggunakan antibiotik dan terapi simptomatis seperti analgesik, pembedahan, serta terapi suportif. Penanganan dari kolesistitis bergantung pada tingkat keparahan penyakit serta adanya komplikasi. Intervensi bedah yang dapat diberikan berupa kolesistektomi dengan metode laparoskopi dan laparotomi.
Medikamentosa
Kolesistitis akut dapat diberikan terapi awal berupa antibiotik, analgesik, koreksi kelainan elektrolit, dan pasien diminta berpuasa.
Antibiotik
Antibiotik yang dapat digunakan adalah golongan penicillin seperti ampicillin-sulbactam. Untuk kasus yang lebih berat, bisa dipilih piperacillin-tazobactam. Piperacillin-tazobactam dapat diberikan dengan dosis 3,375 g secara intravena (IV) per 6 jam, atau 4,5 g secara IV per 8 jam.
Selain itu, bisa digunakan obat golongan sefalosporin seperti cefazolin, ceftriaxone, cefotaxime, ceftazidim, dan cefepim, ditambah dengan metronidazole.
Obat golongan carbapenem yang dapat dipakai adalah ertapenem dan meropenem untuk kasus yang lebih berat. Meropenem dapat diberikan dengan dosis 1g secara IV per 8 jam.
Penggunaan antibiotik bersama dengan antifungal direkomendasikan untuk pasien dengan kolesistitis gangren karena dapat menurunkan risiko infeksi intraoperatif dan memperbaiki prognosis.[7,23]
Analgesik
Analgesik yang dapat digunakan adalah obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS). Penggunaan OAINS injeksi seperti ketorolac dapat meredakan nyeri dalam 20-30 menit. Jika tidak membaik dengan OAINS atau terdapat kontraindikasi pemberian OAINS, maka pasien dapat diberi analgesik golongan opioid. Meperidine atau yang biasa disebut petidin, dapat menjadi opioid pilihan karna hanya memiliki sedikit efek pada motilitas dari sphincter Oddi. Pilihan lain adalah morfin.[3,24]
Antiemetik
Untuk menangani gejala mual dan muntah serta mencegah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, pilihan obat antiemetik yang dapat diberikan meliputi promethazine atau prochlorperazine secara oral/rektal.[3]
Pembedahan
Kolesistektomi merupakan terapi definitif dari kolesistitis. Kolesistektomi dapat dilakukan melalui 2 metode yaitu laparoskopi dan laparotomi.
Kolesistektomi Laparoskopi
Kolesistektomi laparoskopi adalah teknik pembedahan pilihan, kecuali jika tedapat kontraindikasi anestesi atau kurangnya ahli bedah laparoskopi. Kolesistektomi laparoskopi sebaiknya dilakukan dalam 72 jam dari onset gejala.
Kelebihan dari metode laparoskopi adalah prosedur minimal invasif, dapat menurunkan mortalitas, morbiditas, risiko infeksi post operasi, dan memperpendek waktu perawatan di rumah sakit jika dibandingkan dengan metode laparotomi.
Terdapat beberapa kondisi yang menjadi kontraindikasi kolesistektomi laparoskopi yakni pasien yang berisiko tinggi terhadap anestesi umum, pasien dengan obesitas, tanda perforasi empedu, kecurigaan malignansi, batu empedu yang besar, penyakit hati stadium akhir disertai hipertensi portal dan koagulopati berat.[3,23,25]
Kolesistektomi Laparotomi
Kolesistektomi laparoskopi merupakan metode yang lebih konvensional dengan insisi yang lebih besar. Metode ini sebaiknya dipilih pada pasien dengan sirosis, kelainan koagulasi, kehamilan, dan kecurigaan terdapat kanker kandung empedu.
Kelainan koagulasi dan sirosis memiliki risiko perdarahan yang tinggi, sehingga akan lebih sulit untuk mengontrol perdarahan jika melalui metode laparoskopi. Jika terdapat komplikasi dari metode laparoskopi, maka kolesistektomi laparotomi akan dilakukan. Hal ini terjadi pada 10% kasus.[26]
Kolesistotomi Perkutan
Pada pasien yang memerlukan penanganan secepatnya, namun dalam keadaan sakit berat atau sangat berisiko tinggi jika dilakukan kolesistektomi, pasien harus diterapi secara konservatif dan perlu dipertimbangkan untuk dilakukan kolesistotomi perkutan. Prosedur yang dilakukan adalah drainase lumen dengan memasang kateter pada kandung empedu yang di pandu dengan USG. Prosedur ini dapat meredakan inflamasi lokal dan sistemik, serta meningkatkan perbaikan klinis sebesar 80%.[27,28]
Pengobatan Menggunakan Endoskopi
Tak hanya sebagai pemeriksaan penunjang diagnosis, endoskopi juga dapt digunakan untuk tujuan terapi kolesistitis. Metode endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) dapat memudahkan visualisasi anatomi dan pengambilan batu dari duktus empedu.
Metode drainase bilier menggunakan ultrasonografi endoskopi atau endoscopic ultrasonographic (EUS) dinilai dapat berguna sebagai intervensi primer atau sekunder pada kondisi di mana terdapat obstruksi bilier dan prosedur drainase inkomplit sebelumnya, ampula yang sulit diakses, dan kegagalan kanulasi pada prosedur ERCP sebelumnya.[3]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri