Diagnosis Peritonitis
Diagnosis peritonitis umumnya dapat ditegakkan secara klinis dengan mencari penyebab dan faktor risiko peritonitis seperti asites, serta gambaran pemeriksaan fisik yang menunjukkan adanya kelainan pada kavum peritoneal. Pemeriksaan penunjang berupa paracentesis mungkin diperlukan pada peritonitis bakteri spontan.
Anamnesis
Pasien yang mengalami peritonitis umumnya mengeluhkan nyeri abdomen, baik terlokalisir maupun difus. Pada awal perjalanan penyakit, pasien juga bisa saja tidak memiliki keluhan. Keluhan lain yang sering dialami adalah demam dan diaforesis. Berdasarkan mekanisme etiologi peritonitis, terdapat beberapa perbedaan dalam temuan anamnesis yang dapat terlihat.
Peritonitis Primer
Peritonitis bakteri spontan memiliki tanda dan gejala yang lebih ringan dibandingkan peritonitis akibat tindakan bedah. Bahkan tanda dan gejala seringkali tidak muncul pada pasien peritonitis jenis ini. Pada anamnesis, dapat digali faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan peritonitis bakteri spontan.[9]
Peritonitis Sekunder
Keluhan yang dirasakan oleh pasien dengan peritonitis sekunder tergantung dengan penyebab utama peritonitis tersebut. Contohnya, pada pasien dengan ruptur gaster keluhan yang dirasakan adalah nyeri di bagian epigastrium, sedangkan pasien dengan appendicitis akan mengeluhkan nyeri di abdomen kuadran kanan bawah disertai mual.
Infeksi yang menyebar ke rongga peritoneum memiliki ciri-ciri nyeri yang bertambah akibat inervasi pada peritoneum parietal. Saat awal timbul, nyeri seringkali tumpul dan tidak terlokalisir, kemudian akan berkembang menjadi nyeri yang terus-menerus, berat, dan terlokalisir. Nyeri dapat dirasakan memberat dengan pergerakan abdomen seperti saat batuk, menggerakan panggul, dan jika ditekan.[2,4,11]
Gejala lain yang dapat ditemukan adalah demam, anoreksia, mual, muntah, konstipasi, distensi abdomen, dehidrasi, hingga syok.[11]
Riwayat Penyakit Sebelumnya
Anamnesis untuk peritonitis sebaiknya mencakup pertanyaan mengenai riwayat operasi pada abdomen, riwayat peritonitis sebelumnya, riwayat penggunaan obat yang menekan sistem imun, dan penyakit yang meningkatkan risiko infeksi intra abdomen seperti diverticulitis, ulkus peptikum, dan inflammatory bowel disease.[2]
Pemeriksaan Fisik
Pasien dengan peritonitis pada pemeriksaan fisik umum tampak sakit dan dengan keluhan akut. Pada pemeriksaan dapat ditemukan tanda berikut:
- Pasien memiliki suhu tubuh demam di atas 38°C
- Takikardia
- Hipovolemia akibat perpindahan cairan ke rongga peritoneum (third-space losses), yang dapat diperparah dengan adanya anoreksia, mual, dan demam
- Hipotensi akibat syok yang dapat terjadi karena hipovolemia atau syok distributif
- Oliguria atau anuria[1,2]
Pemeriksaan abdomen sebaiknya dilakukan dengan posisi supinasi, lutut pasien ditekuk atau diletakkan bantal di bawah lutut agar perut pasien tidak tegang. Pada pemeriksaan abdomen bisa ditemukan gambaran:
- Nyeri tekan saat palpasi
- Defans muskular atau rigiditas
- Rebound tenderness
- Distensi abdomen
- Bising usus yang hipoaktif atau tidak ada
- Asites[1,2,12]
Pemeriksaan fisik lainnya dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti iritasi diafragma pada penyakit rongga toraks, penyakit ekstraperitoneum seperti pielonefritis atau sistitis, dan penyakit di dinding abdomen.[2]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada peritonitis di antaranya adalah keadaan lain yang bisa menyebabkan akut abdomen, porfiria intermiten akut, dan obstruksi ileus.
Penyebab Akut Abdomen Lainnya
Keadaan lain yang dapat menyebabkan akut abdomen harus dipertimbangkan sebagai kemungkinan penyebab peritonitis ataupun sebagai diagnosis banding. Keadaan ini di antaranya adalah appendicitis, ulkus peptikum, atau tifoid. Pada peritonitis akan tampak gejala rangsang peritoneal, misalnya rigiditas, defans muskular, dan nyeri lepas.
Porfiria Intermiten Akut
Pada porfiria intermiten akut pasien akan mengeluhkan nyeri perut hebat yang timbul karena pengaruh alkohol atau obat tertentu seperti barbiturat dan sulfonamida. Pada pasien ini tidak akan ditemukan tanda rangsang peritoneal.
Obstruksi Ileus
Obstruksi ileus dapat menjadi perforasi dan menimbulkan peritonitis. Keduanya dapat dibedakan berdasarkan pemeriksaan radiologi berupa foto polos abdomen dan CT scan.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan pada kasus peritonitis adalah pemeriksaan darah, paracentesis, pemeriksaan radiologi seperti rontgen atau computed tomography (CT).
Pemeriksaan Laboratorium
Secara umum, terdapat leukositosis dengan shift to the left pada pasien peritonitis. Kimia darah juga dapat menunjukkan tanda-tanda dehidrasi dan asidosis. Pada pasien dengan peritonitis yang disebabkan oleh sirosis akan didapatkan abnormalitas pada pemeriksaan fungsi hati SGPT dan SGOT. Pada peritonitis yang disebabkan oleh pankreatitis akan ditemukan peningkatan amilase dan lipase.
Pemeriksaan laboratorium lainnya dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis seperti urinalisa untuk infeksi saluran kemih atau urolithiasis; dan pemeriksaan feses untuk menyingkirkan enterokolitis.[2]
Peritonitis Primer
Diagnosis peritonitis primer harus menyingkirkan sumber infeksi intra-abdomen, dan penggunaan contrast-enhanced computed tomography sangat berguna untuk mengidentifikasi hal tersebut. Penggunaan pemeriksaan pencitraan juga dapat membantu menyingkirkan adanya udara bebas intraperitoneal.
Apabila dilakukan parasentesis, maka harus dilihat berapa jumlah sel polimorfonuklear (PMN) yang ada dalam cairan asites. Seseorang didiagnosis mengalami peritonitis bakterial spontan jika PMN > 250 sel/mm3.[1,5,9]
Kultur bakteri juga dapat dilakukan. Pada peritonitis primer, organisme yang ditemukan biasanya hanya satu jenis dan terisolir.[1,5]
Peritonitis Sekunder
Pada peritonitis sekunder, pasien seringkali memiliki hasil pemeriksaan darah dengan leukositosis dan shift to the left. Pada parasentesis dari cairan intraperitoneal pasien peritonitis sekunder lebih mudah ditemukan organisme penyebab infeksi dibandingkan dengan peritonitis primer. Pemeriksaan CT scan dapat digunakan untuk melihat ada atau tidaknya abses di dalam abdomen yang memerlukan tindakan pembedahan atau drainase.[1,5]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja