Patofisiologi Peritonitis
Patofisiologi peritonitis dapat dibagi menjadi dua, sesuai dengan dua cabang utama etiologi peritonitis yaitu primer dan sekunder. Pada peritonitis yang disebabkan oleh infeksi bakteri, respon fisiologis tubuh ditentukan oleh tingkat virulensi bakteri, ukuran inokulasi, status imun pasien, juga kondisi lingkungan sekitar seperti ada tidaknya jaringan nekrotik, darah, atau cairan empedu.
Peritonitis Primer
Penyebab utama peritonitis primer atau yang dapat disebut juga sebagai peritonitis spontan belum diketahui secara pasti, namun diduga melibatkan penyebaran organisme secara hematogen. Penyebaran seringkali terjadi pada pasien dengan penyakit hepar dan gangguan sirkulasi porta hepatis yang merubah fungsi filtrasi normal. Pada pasien dengan gangguan fungsi hepar, terdapat gangguan fungsi fagosit dari neutrofil. Selain itu, pasien dengan penyakit hepar umumnya juga mengalami asites yang merupakan medium yang baik bagi pertumbuhan organisme patogen.[2,5]
Peritonitis Sekunder
Patofisiologi peritonitis sekunder adalah saat peritoneum terkontaminasi oleh isi dari ruptur viskus intra abdomen, contohnya pada perforasi ulkus peptikum, diverticulitis, appendicitis, dan perforasi iatrogenik.
Peritonitis sekunder dapat disebabkan oleh iritasi kimia maupun infeksi bakteri. Bakteri yang ditemukan tergantung dari bagian organ yang ruptur. Jumlah bakteri di ulkus gaster atau duodenum jauh lebih sedikit dibandingkan dengan ruptur apendiks.
Organisme yang sering ditemukan pada peritonitis sekunder adalah campuran bakteri gram-negatif dan anaerob. Endotoksin dari bakteri gram-negatif dapat menyebabkan pelepasan sitokin yang menginduksi kaskade seluler dan humoral, sehingga menyebabkan kerusakan sel, syok sepsis dan sindrom disfungsi organ multipel (MODS).[2,5]
Peritonitis sekunder yang disebabkan oleh iritasi kimia dapat disebabkan oleh ruptur ulkus gaster yang mengeluarkan cairan pH rendah.[5]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja