Penatalaksanaan Peritonitis
Penatalaksanaan utama untuk peritonitis adalah penanganan sumber infeksi, eliminasi bakteri dan toksin, mempertahankan fungsi sistem organ, dan menangani proses inflamasi.[2,5]
Antibiotik
Berikut ini adalah antibiotik yang dapat dipilih pada peritonitis primer dan sekunder.
Peritonitis Primer
Untuk peritonitis primer, pasien dapat diberikan tatalaksana antibiotik empiris yang dapat menangani basil aerobik gram negatif dan kokus gram positif seperti sefalosporin generasi ketiga. Pilihan antibiotik yang sering digunakan adalah cefotaxime 2 g setiap 8 jam diberikan secara intravena.
Pilihan lain yang dapat digunakan adalah antibiotik spektrum luas seperti kombinasi penisilin dengan penghambat beta-laktamase. Contohnya adalah piperacillin/tazobactam 3,375 g setiap 6 jam secara intravena.
Ceftriaxone juga dapat dipilih dengan dosis 2 g sekali sehari diberikan secara intravena.
Jika pemeriksaan penunjang sudah menemukan organisme penyebab infeksi, maka pengobatan yang diberikan disesuaikan.
Dengan pengobatan yang benar, pasien dengan peritonitis primer dapat bereaksi terhadap terapi dalam waktu 72 jam. Peritonitis primer jarang memerlukan tindakan pembedahan.[1,5,9]
Peritonitis Sekunder
Tata laksana kontrol sumber infeksi melalui tindakan pembedahan dan pemberian antibiotik yang sesuai dapat mengurangi angka mortalitas hingga sekitar 5-6%. Bila sumber infeksi tidak terkontrol, angka mortalitas pasien dapat mencapai 40%.[1]
Pada peritonitis sekunder, regimen antibiotik yang diberikan ditujukan untuk basil gram-negatif dan anaerob. Pada penyakit yang ringan-sedang dapat diberikan kombinasi penisilin dengan penghambat beta-laktamase, contohnya ticarcillin/clavulanate 3,1 g intravena setiap 6 jam, atau cefoxitine 2 g intravena sekali sehari. Pasien yang menjalani rawat inap di ruang intensif dapat diberikan imipenem, meropenem, atau kombinasi obat seperti ampicillin dengan metronidazole dan ciprofloxacin.[5]
Mata analisis dan tinjauan sistemik Cochrane yang dipublikasikan tahun 2005 menemukan bahwa efektivitas regimen antibiotik yang direkomendasikan relatif equivalent efektivitasnya. Regimen antibiotik pada penelitian yang dianalisis sangat beragam, mulai dari ciprofloxacin 400 mg setiap 12 jam + metronidazole 500 mg tiap 6 jam dibandingkan dengan piperacillin/tazobactam 3,375 g setiap 6 jam secara intravena, hingga clinafloxacin 200 mg setiap 12 jam dibandingkan dengan imipenem/cilastatin 500 mg setiap 6 jam.[13]
Pembedahan
Tata laksana pembedahan untuk peritonitis memiliki tiga tujuan utama yaitu:
- Mengeliminasi sumber kontaminasi
- Mengurangi inokulum bakteri
- Menghindari peritonitis rekuren atau persisten[14]
Pada peritonitis sekunder yang seringkali disebabkan oleh infeksi dari organ peritoneum yang ruptur, maka diperlukan tatalaksana pembedahan. Terapi yang efektif memerlukan tata laksana pada sumber infeksi seperti mengangkat atau membetulkan kembali organ yang terinfeksi, serta debridemen jaringan yang nekrotik.
Pada pasien yang memiliki abses intraperitoneum, tindakan pembedahan diindikasikan pada individu dengan abses multipel, abses yang terletak dekat dengan organ vital, dan pasien yang memiliki sumber kontaminasi tidak terkontrol. Pilihan selain pembedahan untuk abses intraperitoneal adalah penggunaan kateter drainase.[1]
Tindakan pembedahan yang dilakukan pada peritonitis umumnya adalah laparotomi. Sebuah studi menunjukkan bahwa staged abdominal repair dapat bermanfaat pada pasien dengan peritonitis sedang-berat. Staged abdominal repair adalah kebijakan penatalaksanaan operatif menggunakan laparotomi multipel yang terjadwal setiap 24-48 jam hingga kavum peritoneum tampak bersih.[15]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja