Diagnosis Klaudikasio Intermiten
Diagnosis klaudikasio intermiten ditegakkan berdasarkan keluhan nyeri atau kram pada ekstremitas bawah, yang muncul saat aktivitas fisik dan hilang saat istirahat. Dokter dapat melakukan pemeriksaan ankle brachial index maupun treadmill untuk menunjang diagnosis. Akan tetapi, standar baku emas untuk mendiagnosis klaudikasio intermiten adalah pemeriksaan angiografi.[1,2,5]
Anamnesis
Pasien klaudikasio intermiten umumnya datang dengan kondisi stabil ke poliklinik rawat jalan dan bukan ke unit gawat darurat. Pasien biasanya datang dengan keluhan kram atau nyeri otot pada ekstremitas bawah, seperti betis, hamstring, dan gluteus. Gejala muncul saat aktivitas fisik dan membaik saat istirahat 10–20 menit.[1,2,5]
Beban latihan yang berat seperti naik tangga, berlari, atau berjalan menanjak dapat membuat gejala klaudikasio muncul lebih cepat. Dokter perlu menanyakan apakah gejala klaudikasio muncul dengan jarak tempuh yang tetap atau dengan jarak tempuh yang semakin pendek seiring berjalannya waktu. Hal ini bertujuan untuk mengevaluasi perbaikan atau perburukan kondisi.[1,2,5]
Adanya keluhan nyeri saat berjalan sebenarnya sudah bisa dijadikan acuan bagi dokter untuk melakukan pemeriksaan penunjang lain seperti ankle brachial index. Namun, dokter perlu mengingat bahwa beberapa pasien mungkin datang dengan gejala yang tidak khas, seperti kesemutan, baal, dan kelemahan otot.[1,2,5]
Dokter juga harus melakukan anamnesis tentang faktor risiko klaudikasio intermiten dan komorbiditas yang berkaitan, yakni penyakit metabolik dan kardiovaskular. Contohnya adalah anamnesis tentang riwayat diabetes mellitus, dislipidemia, hipertensi, stroke, sindrom koroner akut, penyakit terkait hiperviskositas dan hiperkoagulabilitas seperti DVT (deep vein thrombosis), serta riwayat merokok.[1,2,5]
Tanyakan apakah pasien pernah mendapatkan pengobatan penyakit metabolik dan penyakit kardiovaskular, serta obat apa saja yang dikonsumsi pasien. Hal ini penting diketahui untuk memberikan terapi yang holistik dan komprehensif.[1,2,5]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik untuk diagnosis klaudikasio intermiten dilakukan dengan inspeksi dan palpasi ekstremitas, pemeriksaan ankle brachial index (ABI), dan treadmill.[1,5]
Inspeksi Ekstremitas
Inspeksi perlu dilakukan pada keempat ekstremitas. Perhatikan apakah kulit terlihat tipis dan mengkilap, apakah ada rambut yang rontok, apakah ada kulit yang melepuh atau berubah warna, apakah ada jaringan hilang, serta apakah ada gangren atau ulser.[1,5]
Setelah itu, lakukan Buerger’s test dengan cara mengelevasi kaki setinggi 45° lalu melihat apakah ekstremitas berubah warna menjadi pucat. Tanda-tanda tersebut adalah tanda gangguan perfusi jaringan pada ekstremitas.[1,5]
Palpasi Ekstremitas
Palpasi nadi pada keempat ekstremitas penting dilakukan pada pasien yang dicurigai mengalami klaudikasio intermiten. Palpasi bisa dilakukan pada arteri brakialis, radialis, femoralis, popliteal, dorsalis pedis, dan tibia posterior. Arteri-arteri ini dekat dengan permukaan tubuh, sehingga akan mempermudah palpasi.[1,5]
Palpasi dilakukan dengan cara meletakkan jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis di arteri yang perlu diperiksa, kemudian menilai bagaimana kualitas kekuatan denyutnya. Bandingkan antara ekstremitas kiri dan kanan. Nadi harus sama kuat secara bilateral. Jika nadi pada salah satu bagian lebih lemah, curigai klaudikasio intermiten.[1,5]
Ankle Brachial Index (ABI)
Pengukuran ankle brachial index atau ABI dilakukan dengan cara mengukur tekanan sistolik pada tungkai yang mengalami gejala, kemudian mengukur tekanan sistolik pada arteri brachialis kedua tangan (ambil angka tertinggi).[1,5]
Setelah itu, nilai ABI bisa didapatkan dengan cara membagi tekanan sistolik tungkai yang mengalami gejala dengan tekanan sistolik pada arteri brachialis yang memiliki nilai tertinggi tadi. Nilai ABI ≤0,9 yang disertai dengan gejala klinis klaudikasio intermiten mempunyai sensitivitas diagnosis hingga 95%.[1,5]
Ankle Brachial Index dengan Treadmill
Saat istirahat, pemeriksaan ABI mungkin menunjukkan nilai yang normal. Oleh sebab itu, pemeriksaan treadmill diperlukan untuk meningkatkan akurasi diagnostik. Dengan mengukur ABI sebelum dan sesudah treadmill, dokter dapat mengetahui ada tidaknya lesi vaskular yang signifikan secara hemodinamik. Pemeriksaan ini dilakukan dengan latihan berjalan hingga 3,2 km dan dengan 10–20% tanjakan.[1]
Ada beberapa teknik untuk tes treadmill. Salah satunya adalah peningkatan tanjakan tiap 3 menit hingga gejala klaudikasio muncul. Namun, pemeriksaan treadmill ini tidak dianjurkan pada pasien dengan beberapa kondisi, seperti penyakit ginjal kronis, gagal jantung, dan gangguan berjalan.[1]
Indeks Massa Tubuh (IMT)
Penghitungan IMT dilakukan untuk menilai ada tidaknya obesitas sebagai faktor risiko klaudikasio intermiten. Pasien obesitas lebih berisiko terkena penyakit metabolik dan kardiovaskular yang berkaitan dengan klaudikasio intermiten.[1,2,5]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada klaudikasio intermiten adalah chronic limb ischemia, deep vein thrombosis, hernia nukleus pulposus, dan sindrom Buerger.
Chronic Limb Ischemia
Chronic limb ischemia (CLI) merupakan iskemia kronis yang terjadi pada ekstremitas bawah. Gejalanya menyerupai klaudikasio intermiten, yaitu lemas, nyeri, dan kram pada otot. Faktor pembeda pada CLI adalah rasa nyeri dan tidak nyaman semakin lama akan semakin berat, bahkan saat istirahat.[15]
Selain itu, CLI dapat menyebabkan gangren, nekrosis, dan ulserasi. CLI merupakan keadaan yang mengancam ekstremitas dan mengancam jiwa. Penelitian menunjukkan bahwa 12% pasien CLI mengalami amputasi pada 6 bulan pertama.[15]
Deep Vein Thrombosis
Deep vein thrombosis (DVT) menimbulkan gejala lemas, kram, maupun nyeri, yang bisa diprovokasi oleh aktivitas fisik seperti pada klaudikasio intermiten. Namun, pada pasien DVT, bendungan vena yang terjadi dapat menimbulkan edema pada ekstremitas dan menyebabkan gejala yang lebih lama hilang.[15]
Hernia Nukleus Pulposus
Gejala kram, parestesia, dan kelemahan yang muncul pada salah satu ekstremitas juga terjadi pada hernia nukleus pulposus (HNP). Faktor pembeda pada HNP adalah gejala HNP tidak dicetuskan oleh aktivitas dan kelemahan bersifat progresif.[15]
Sindrom Buerger
Sindrom Buerger menyebabkan bengkak pada vena kecil dan vena sedang pada kaki. Penyakit ini menimbulkan gejala seperti klaudikasio intermiten dan sangat berhubungan dengan kebiasaan merokok. Hal yang membedakan sindrom Buerger adalah sifatnya yang progresif, tidak dipicu oleh aktivitas, dan tidak membaik dengan istirahat. Selain itu, sindrom Buerger dapat menyebabkan nekrosis jaringan.[15]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu diagnosis klaudikasio intermiten adalah angiografi, duplex ultrasonography, CT angiografi, dan MR angiografi.
Angiografi Standar
Metode ini merupakan baku emas untuk diagnosis klaudikasio intermiten. Angiografi standar dapat dilakukan sebagai intervensi bersamaan dengan prosedur endovaskular. Teknik kateterisasi yang sering digunakan adalah transfemoral retrograde. Jika akses femoralis tidak memungkinkan, akses transradial atau transbrachial dapat dilakukan. Angiografi standar dapat mendeteksi klaudikasio intermiten dan letak kelainannya.[1,5]
Duplex Ultrasonography
Dengan menggunakan duplex ultrasonography (DUS), dokter dapat melihat anatomi arteri untuk menilai apakah terjadi stenosis. Jika stenosis >50%, sensitivitas DUS untuk mendeteksinya adalah 85–90% dengan spesifisitas >95%. Kelemahannya adalah DUS sulit digunakan pada pasien yang obesitas.[1,5]
CT Angiografi dan MR Angiografi
Menurut meta analisis terbaru, CT angiografi memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi untuk mendeteksi klaudikasio intermiten di berbagai lokasi, contohnya aortoiliac, femoropopliteal, dan arteri lain di bawah lutut. Lalu, sama seperti CT angiografi, MRA juga dapat mendeteksi stenosis arteri dengan spesifisitas yang tinggi.[1,5]
Derajat Penyakit
Klaudikasio intermiten memiliki berbagai gambaran klinis berdasarkan kriteria Fontaine dan Rutherford. Kriteria dapat dilihat pada tabel di bawah.[16]
Tabel 1. Derajat Klaudikasio Intermiten Menurut Kriteria Fontaine dan Rutherford
Klasifikasi Fontaine | Klasifikasi Rutherford | |||
Derajat | Gejala klinis | Derajat | Kategori | Gejala klinis |
I | Asimtomatik | 0 | 0 | Asimtomatik |
IIa | Klaudikasio ringan | I | 1 | Klaudikasio ringan |
IIb | Klaudikasio sedang sampai berat | I | 2 | Klaudikasio sedang |
III | Nyeri iskemik saat istirahat | I | 3 | Klaudikasio berat |
IV | Ulserasi dan gangren | II | 4 | Nyeri iskemik saat istirahat |
III | 5 | Kehilangan jaringan minor | ||
IV | 6 | Kehilangan jaringan mayor |
Sumber: dr. Henggar Allest Pratama, 2020.
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur