Epidemiologi Alopecia Anagen dan Telogen Effluvium
Secara epidemiologi, alopecia anagen dan telogen effluvium tidak memiliki predileksi jenis kelamin, tetapi wanita dianggap lebih rentan terkena kondisi ini karena adanya perubahan hormonal pada saat hamil dan persalinan. Telogen effluvium merupakan jenis kerontokan rambut yang paling sering terjadi di seluruh dunia. Di sisi lain, anagen effluvium lebih jarang dan paling sering terjadi akibat kemoterapi.[3,4,13]
Global
Meskipun kerontokan rambut merupakan masalah yang umum terjadi, angka kejadian sebenarnya dari alopecia anagen dan telogen effluvium tidak diketahui. Hal ini karena manifestasi dari alopecia anagen dan telogen effluvium seringkali bersifat subklinis.[3,4]
Kejadian telogen effluvium diperkirakan lebih tinggi pada jenis kelamin wanita karena kondisi ini berkaitan dengan perubahan hormon, seperti yang dialami saat hamil dan melahirkan. Telogen effluvium kronik dilaporkan lebih banyak terjadi pada wanita usia 30-50 tahun dan jarang mengenai pria dengan rambut pendek.[2,3]
Dalam sebuah studi pada tahun 2021, prevalensi telogen effluvium yang berhubungan dengan COVID-19 dilaporkan sebesar 27,9% dengan durasi rerata munculnya manifestasi klinis adalah 53,76 hari.[6]
Indonesia
Hingga kini belum didapatkan jumlah kasus alopecia anagen dan telogen effluvium di Indonesia.
Mortalitas
Alopecia anagen dan telogen effluvium tidak menyebabkan mortalitas. Meski demikian, kondisi ini bisa menyebabkan morbiditas bermakna akibat gangguan kosmetik yang ditimbulkan. Selain itu, meskipun kebanyakan kasus alopecia anagen dan telogen effluvium bisa sembuh dengan sendirinya, rambut yang tumbuh kembali bisa memiliki warna dan tekstur yang berbeda dari rambut aslinya.[1-4,12]