Patofisiologi Alopecia Androgenetik pada Pria
Patofisiologi alopecia androgenetik pada pria atau male pattern hair loss (MPHL) melibatkan kombinasi faktor genetik dan hormonal. Aktivitas androgen yang berlebihan menyebabkan miniaturisasi folikel, menghasilkan folikel rambut yang lebih tipis dan lebih pendek yang pada akhirnya bahkan tidak dapat menembus epidermis.
Patofisiologi alopecia androgenetik yang dibahas dalam artikel ini adalah alopecia androgenetik pada pria. Patofisiologi alopecia androgenetik wanita akan dibahas pada artikel terpisah.[1-3]
Siklus Pertumbuhan Rambut di Kepala
Siklus pertumbuhan normal rambut di kepala terdiri dari empat fase yakni anagen (pertumbuhan), catagen (transisi), telogen (istirahat), dan eksogen (kerontokan), lalu kembali ke anagen lagi.
Anagen merupakan fase pertumbuhan rambut terlama yang berlangsung antara 2–3 tahun. Dalam fase catagen, folikel rambut mengalami regresi yang didorong oleh apoptosis dan kehilangan sekitar 1/6 dari diameter standarnya.
Selanjutnya adalah fase telogen di mana folikel rambut tidak aktif, dan tidak terjadi pertumbuhan batang rambut. Fase ini berlangsung beberapa hari (bulu mata) hingga beberapa tahun (rambut kulit kepala). Tahap akhir dalam siklus rambut adalah eksogen, pada tahap ini, rambut rontok dari folikelnya. Kerontokan 100 helai rambut sehari adalah normal.[1,7,8]
Pengaruh Genetik
Alopecia androgenetik (AAG) merupakan kelainan genetik yang diturunkan dari orang tua. Sejumlah penelitian telah mengidentifikasi 2 lokus risiko genetik utama untuk alopecia androgenetik, yaitu lokus X-kromosom AR/EDA2R dan lokus PAX1/FOXA2 pada kromosom 20. Genetik menentukan densitas dan lokasi folikel rambut yang sensitif terhadap androgen pada daerah-daerah spesifik.[1,3,9,10]
Pengaruh Enzim
Enzim yang bertanggung jawab terhadap folikel rambut di kulit kepala adalah adalah Enzim 5 alpha-reductase tipe 1 dan 2. Folikel merupakan struktur utama untuk pertumbuhan rambut. Folikel tersusun atas 2 struktur, yakni selubung akar luar dan selubung akar dalam.
Enzim 5 alfa-reduktase tipe 2 memainkan peran penting dalam alopecia androgenetik. Enzim 5 alfa-reduktase tipe 2 berada di selubung akar luar folikel rambut, epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, dan prostat. Enzim 5 alfa-reduktase tipe 1 terdapat di kelenjar sebasea, keratinosit, dan kelenjar keringat. Selubung akar dalam terdiri dari lapisan Henle, lapisan Huxley, dan lapisan juga membantu melekatkan batang rambut yang tumbuh ke folikel.[1,7]
Pengaruh Hormon
Hormon yang bertanggung jawab terhadap terjadinya alopecia androgenetik adalah Dihidrotestosteron (DHT). DHT terikat kuat pada reseptor androgen. DHT mengikat dan menghambat pertumbuhan rambut selama siklus rambut, membuat folikel rambut yang mengecil, bersama dengan hilangnya kepadatan rambut dan perubahan morfologi rambut.[1,4,11]
Proses Terjadinya Alopecia Androgenetik
Enzim 5 alpha-reductase tipe 2 (5-αR2) mengubah testosteron menjadi dihydrotestosterone (DHT), yang terikat kuat dengan reseptor androgen. Dalam sel papilla dermal (PD) dan jaringan di sekitar folikel rambut yang rentan terhadap alopecia androgenetik, DHT menempel membuat ekspresi gen berubah, sehingga produksi faktor pertumbuhan rambut terganggu.
Terganggunya pertumbuhan rambut menyebabkan proses miniaturisasi, mengakibatkan fase anagen menjadi lebih singkat dan fase telogen lebih panjang. Spesimen patologis akan menunjukkan penurunan rasio 5:0 dari rambut anagen ke telogen di mana normalnya adalah 12:1. Sebagai konsekuensinya, terjadi miniaturisasi folikel rambut terminal yang seharusnya panjang, tebal, dan berpigmen, berubah menjadi kecil, tipis, dan kurang berpigmen.[1,7-13]
Selama proses miniaturisasi, glandula sebasea yang terpengaruh androgen membesar sehingga kulit kepala menjadi berminyak serta pasokan darah ke folikel menurun. Hal ini menyebabkan terjadinya kerontokan rambut. Kerusakan rambut semakin berlanjut hingga rambut tidak dapat menembus epidermis dan akhirnya folikel menyusut sepenuhnya dan berhenti memproduksi rambut.[1,3,4]