Patofisiologi Pityriasis Rosea
Patofisiologi pityriasis rosea dikaitkan dengan proses infeksi, terutama infeksi virus. Dugaan ini didukung oleh temuan berbagai sel imun dalam lesi pityriasis rosea yang sesuai dengan infeksi virus, terutama human herpesvirus 6 dan 7 (HHV-6 dan HHV-7). Oleh sebab itu, salah satu terapi yang digunakan adalah antiviral, seperti acyclovir.
Pada lesi, tidak ditemukan sel natural killer (NK) and sel B, menandakan adanya dominansi dari imunitas yang diperantarai sel T. Pada dermis, ditemukan peningkatan sel CD4 dan sel Langerhans, yang menggambarkan adanya antigen viral. Selain itu, ditemukan juga anti-imunoglobulin M (IgM) dalam keratinosit, yang mungkin berhubungan dengan fase eksantema pada infeksi virus.[1,3]
Studi oleh Drago, et al. menyatakan beberapa sitokin lain juga menjadi pembeda antara pasien pityriasis rosea dengan orang sehat. Beberapa sitokin yang diduga berperan, antara lain IL-17, interferon gamma (IFN-γ), vascular endothelial growth factor (VEGF), dan CXCL10.[7]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra