Penatalaksanaan Pityriasis Rosea
Penatalaksanaan pityriasis rosea dapat dilakukan dengan observasi atau watchful waiting, serta terapi simtomatis, misalnya untuk rasa gatal, pada sebagian besar pasien. Pada pasien dengan manifestasi klinis yang lebih berat, dapat diberikan antiviral, seperti acyclovir, untuk mempercepat resolusi.
Medikamentosa
Pada sebagian besar kasus, tidak dibutuhkan medikamentosa khusus untuk mengobati pityriasis rosea, sebab penyakit ini bersifat self-limiting. Beberapa terapi simtomatis dapat diberikan untuk meringankan gejala pasien dan mempercepat penyembuhan lesi.
Sekitar 25% pasien pityriasis rosea mengalami rasa gatal yang hebat. Antihistamin oral, seperti cetirizine, atau krim steroid topikal dengan potensi sedang, misalnya fluticasone propionate, dapat digunakan untuk mengatasi rasa gatal, sambil menunggu resolusi lesi kulit. Selain itu, untuk mengatasi rasa gatal juga dapat digunakan krim zinc oksida atau losio calamine.[1,8,12]
Antiviral
Rasionalisasi pemberian antiviral pada pityriasis rosea adalah karena kemungkinan keterlibatan infeksi virus pada perjalanan penyakitnya dan gejala-gejala lain seperti gejala prodromal dan resolusi spontan seperti pada eksantema viral.[2,5]
Beberapa tinjauan sistematis dan metaanalisis melaporkan pemberian antiviral acyclovir dapat mempercepat resolusi lesi secara signifikan pada kasus pityriasis rosea yang lebih berat. Acyclovir juga dibuktikan dapat mengurangi eritema, dan menurunkan pembentukan lesi kulit. Dosis acyclovir yang direkomendasikan adalah 400 mg, 3 kali sehari, selama 7 hari.[19,20]
Selain acyclovir, antiviral lain, misalnya cidofovir dan foscarnet juga diduga efektif terhadap human herpesvirus 6 dan 7. Namun, keduanya memiliki efek samping yang lebih berat dibandingkan acyclovir.[2]
Antibiotik Golongan Makrolida
Belum diketahui mekanisme kerja golongan makrolida pada pityriasis rosea, diduga karena efek antiinflamasi dan imunomodulator yang dimiliki makrolida. Salah satu makrolida yang banyak diteliti adalah eritromisin. Dosis eritromisin yang diberikan pada studi adalah 4 kali 250 mg/hari selama 2 minggu. Hasil studi mendapatkan penurunan pruritus yang bermakna pada kelompok eritromisin.
Namun, 10% subjek mengalami gangguan gastrointestinal. Efek samping ini dinilai memberatkan dan belum tentu sebanding dengan manfaat eritromisin pada pityriasis rosea. Sebab, pityriasis rosea umumnya bersifat self-limiting.
Tinjauan sistematis Cochrane pada tahun 2019 menyimpulkan eritromisin mungkin bermanfaat untuk mengurangi pruritus pada pityriasis rosea. Makrolida lain, yakni azithromycin dan clarithromycin tidak terbukti menghasilkan perbedaan yang signifikan terhadap perbaikan gejala pityriasis rosea dibandingkan kelompok kontrol.[1,7,20]
Kortikosteroid Oral
Saat ini, kortikosteroid oral tidak direkomendasikan pada pityriasis rosea, sebab berisiko memperburuk gejala. Sebuah randomized controlled trial (RCT) pada tahun 2018 mendapatkan bahwa penggunaan prednisolon oral dosis rendah dalam jangka pendek menyebabkan tingkat relaps yang lebih tinggi pada minggu ke-12, dibandingkan plasebo. Namun, pada kelompok dengan lesi luas yang sangat gatal, prednisolone dapat memperbaiki skor pruritus dengan lebih baik daripada plasebo.[1,21]
Nonmedikamentosa
Terapi nonmedikamentosa yang dapat dipertimbangkan pada kasus pityriasis rosea adalah fototerapi ultraviolet B beberapa kali per minggu, yang dilakukan hingga 4 minggu.
Fototerapi mengganggu proses imunitas yang terjadi pada kulit. Beberapa penelitian menunjukkan menurunnya pityriasis rosea severity score pada pasien yang mendapatkan fototerapi. Selain itu, fototerapi dapat bermanfaat untuk meredakan rasa gatal pada 12–15% pasien.[2,5,22]
Selain itu, pasien juga dapat melakukan kompres dingin pada bagian kulit yang gatal. Pastikan kain yang digunakan bersih, dan menggunakan air mengalir. Kompres area yang gatal selama 3–5 menit.[6]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra