Patofisiologi Pruritus
Patofisiologi pruritus melibatkan 2 jalur pensinyalan, yaitu histaminergik dan nonhistaminergik.[5,6]
Gatal Akut
Gatal akut (<6 minggu) diinduksi oleh jalur histaminergik. Selama episode gatal akut, epidermis sering mengalami kerusakan akibat patogen, sehingga menyebabkan sel mast mengalami degranulasi dan melepaskan histamin. Reseptor H1 dan H4 pada saraf histaminergik akan mengikat histamin dan mengaktifkan TRPV1. Selain itu, neuropeptida seperti substansi P juga akan tereksitasi sehingga menyebabkan peradangan neurogenik.[5,6]
Gatal Kronik
Gatal kronik (>6 minggu) diinduksi oleh jalur nonhistaminergik. Neuron nonhistaminergik disebabkan oleh pruritogen selain histamin. Reseptor ini akan mengaktifkan TRPV1 atau TRPA1 melalui sistem fosfolipase atau kinase.[6]
Peran Histamin dalam Patogenesis Pruritus
Histamin merupakan salah satu pruritogen yang paling sering dipelajari. Ketika terdapat rangsangan eksogen dan endogen, maka sel mast akan melepaskan histamin. Meskipun histamin terutama berasal dari sel mast, namun histamin juga dapat disintesis oleh beberapa jenis sel lain, seperti basofil, neuron, dan keratinosit.
Ketika dilepaskan, histamin akan menyebabkan vasodilatasi lokal, menimbulkan kemerahan dan bengkak yang khas, serta menyebabkan sensasi gatal yang intens. Terdapat empat reseptor histamin, taitu H1R, H2R, H3R, dan H4R. Namun, H1R dan H4R yang berperan dalam menyebabkan pruritus.[2,5,7]
Peran Serotonin / 5-Hydroxytrptamne dalam Patogenesis Pruritus
Serotonin merupakan neurotransmiter penting di sistem saraf pusat, namun juga dapat dilepaskan oleh sel mast secara independent. Meskipun demikian, serotonin menimbulkan sensasi gatal yang lebih lemah bila dibandingkan dengan histamin. Serotonin akan merangsang aksi potensial pada serat-C kulit manusia.[2,5]
Peran Substansi P dalam Patogenesis Pruritus
Substansi P merupakan neuropeptida yang berikatan dengan reseptor neurokinin NKR1, NKR2, dan NKR3. Substansi P mempengaruhi respon vaskular dan imun yang mengarah ke proses peradangan neurogenik.[2,7]
Peran Interleukin-31 (IL-31) dalam Patogenesis Pruritus
IL-31 diproduksi terutama oleh limfosit Th2 dan berkaitan erat sebagai mediator pruritus pada pasien dermatitis atopik dan prurigo nodularis. Meskipun mekanismenya belum diketahui secara pasti, namun diduga efek pruritogeniknya akibat berikatan langsung dengan reseptor IL-31 pada saraf di kulit.[7]