Diagnosis Myiasis Kutan
Diagnosis myiasis kutan umumnya dapat ditegakkan secara klinis melalui anamnesis riwayat bepergian ke daerah endemik dan pemeriksaan fisik terhadap lesi dan larvanya. Lesi di kulit dapat berupa lesi furunkel, luka, atau lesi migran. Pemeriksaan penunjang jarang diperlukan, tetapi bila perlu dapat berupa dermoskopi atau pencitraan.[1]
Anamnesis
Pasien dengan myiasis kutan biasanya datang dengan keluhan utama luka pada kulit, terutama di bagian yang terbuka seperti kulit kepala, wajah, tangan, dan kaki. Waktu dari paparan hingga munculnya keluhan dapat mencapai 1,5 bulan, tetapi dapat terjadi lebih cepat.[1,5-7]
Keluhan pada lesi dapat berupa rasa nyeri, gatal, kebas, dan sensasi seperti ada benda bergerak di bawah kulit. Terkadang, pasien dapat mengeluhkan demam atau kelenjar getah bening membengkak.[1,5-7]
Pada pasien yang mengalami myiasis di bagian lain, seperti ophthalmomyiasis, keluhan dapat berupa iritasi mata berat, kemerahan, adanya sensasi benda asing, lakrimasi, dan bengkak pada mata. Pada kasus myiasis nasal, dapat terjadi epistaksis, adanya sensasi mencium bau busuk, adanya sensasi benda asing yang lewat, obstruksi nasal, nyeri kepala, disfagia, dan sensasi benda asing di hidung.[1,5-7]
Poin-poin anamnesis yang harus digali adalah adanya riwayat perjalanan atau tinggal di daerah tropis terutama daerah endemik myiasis kutan. Pada pasien yang tinggal di wilayah endemik, adanya bekas luka atau riwayat serupa di masa lalu dapat membantu menegakkan diagnosis. Riwayat pekerjaan terutama interaksi dengan hewan ternak juga perlu digali karena merupakan faktor risiko myiasis kutan.[1,5-7]
Pemeriksaan Fisik
Pada kasus myiasis kutan, pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah status lokalis pada area kulit serta pemeriksaan fisik general untuk melihat apakah ada tanda-tanda myiasis ke organ lain.[1,5-7]
Status Lokalis
Pemeriksaan status lokalis mungkin menemukan lesi myiasis furunkular, lesi myiasis luka, atau lesi myiasis migran.[1,5-7]
Lesi Furunkular:
Pada myiasis furunkular, lesi berbentuk menonjol dan sering kali terdapat pada area tubuh yang terbuka, termasuk kulit kepala, wajah, tangan, dan kaki. Papul eritematosa yang gatal dapat terbentuk selama 24 jam setelah penetrasi, diameter dapat membesar hingga 1-3 cm dan ketinggian dapat mencapai 1 cm. Lesi dapat terasa nyeri dan teraba keras atau tegang.[1,5-7]
Lesi memiliki punctum dengan cairan serosanguinus sebagai discharge. Lesi dapat menjadi purulen dan membentuk krusta. Pergerakan larva sering terasa oleh pasien. Terkadang ujung larva dapat terlihat menonjol keluar dari punctum lesi. Gelembung udara akibat respirasi larva juga kadang dapat terlihat. Reaksi inflamasi sekitar lesi dapat berupa limfangitis dan limfadenopati regional.[1,5-7]
Lesi Luka:
Pada myiasis perlukaan, larva akan ditemukan pada area luka supuratif atau nekrotik. Diagnosis myiasis perlukaan dapat secara mudah dibuat secara klinis karena larva terlihat pada permukaan atau sekitar luka. Namun, diagnosis dapat sulit ditegakkan ketika larva berhasil menggali area luka lebih dalam.[1,5-7]
Lesi Migran:
Pada myiasis migran, lesi dapat menyerupai cutaneus larva migran, yaitu adanya lesi seperti alur kemerahan dan sensasi pergerakan di bawah kulit. Pada akhir lesi terdapat vesikel yang menunjukkan jalur masuk larva ke kulit. Myiasis migran sering berkaitan dengan orang yang tinggal berdekatan atau sering kontak dengan hewan.[1,5-7]
Status Generalis
Selain pemeriksaan pada status lokalis, perlu dilakukan juga pemeriksaan pada organ lain untuk melihat ada tidaknya myiasis di organ lain. Pada ophthalmomyiasis eksterna, dapat ditemukan konjungtivitis, edema palpebra, dan keratopathy sebagai respons lokal dari pergerakan larva di bagian luar bola mata. Larva terkadang ditemukan pada kornea dan lensa.[1]
Pasien yang mengalami trauma facial atau trauma kulit kepala luas dapat terkena myiasis perlukaan post-traumatik. Infestasi pada area tersebut berisiko menyebabkan meningitis dan ensefalitis apabila tidak tertangani dengan baik.[1]
Pada myiasis nasal, rhinoskopi menunjukkan pembengkakan dan ulserasi membran mukosa yang diisi dengan material nekrotik dan larva yang bergerak. Beberapa kasus menunjukkan adanya perforasi septal, perforasi palatum, atau keduanya.[1]
Diagnosis Banding
Karena lesinya yang mirip, diagnosis banding myiasis kutan adalah gigitan serangga, cutaneus larva migran, leishmaniasis kutan, dan delusi parasitosis. Selain itu, diagnosis banding lesi yang lebih luas dapat berupa abses, selulitis, reaksi arthropoda, reaksi benda asing, furunkulosis, limfadenopati, ruptur kista epidermoid, dan tungiasis.[1]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang umumnya jarang diperlukan karena diagnosis bisa ditegakkan secara klinis. Namun, bila diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan lesi tidak meyakinkan, dokter dapat melakukan pemeriksaan laboratorium, dermoskopi, dan/atau pemeriksaan radiologi sesuai kecurigaan area myiasis.[1,5]
Pada pemeriksaan darah lengkap, leukositosis dan eosinophilia dapat terjadi. Pada kasus myiasis cerebral, myiasis payudara, dan myiasis facial atau orbital, dokter bisa melakukan pencitraan dengan MRI bila perlu. Bila tidak terdapat MRI, CT scan dapat dipertimbangkan.[1]
USG dapat membantu menegakkan diagnosis dan menentukan ukuran larva. Dengan USG resolusi tinggi, larva dapat tampak sebagai masa hipoekogenik yang ditemukan di bawah kulit. Selain itu, dapat ditemukan juga sirkulasi atau cairan di dalam parasit, serta dapat terlihat pula jumlah parasit, ukuran, serta situasi apakah larva hidup atau mati. Pemeriksaan dengan USG dapat membantu apabila ukuran lesi masih kecil dan terlihat seperti gigitan serangga.[1]
Pemeriksaan dengan menggunakan dermoskopi juga dapat menegakkan myiasis kutan pada lesi papular dan pustular. Pemeriksaan dermoskopi dapat menunjukkan adanya motilitas larva dan gelembung serta adanya hipopigmentasi pada kulit di sekitar lesi.[5]