Pendahuluan Hipertiroid
Hipertiroid adalah gangguan endokrin yang ditandai peningkatan abnormal sintesis dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Penyebab tersering hipertiroid adalah Grave’s disease, toksik multinodular goitre, dan toksik adenoma.[1,2]
Manifestasi klinis hipertiroid bervariasi, mulai dari asimtomatik hingga badai tiroid. Peningkatan hormon tiroid akan memperkuat sinyal katekolamin, dengan menambah reseptor permukaan beta adrenergik. Hal ini menyebabkan gejala adrenergik, seperti palpitasi, intoleransi panas, diaforesis, dan tremor.[2]
Sindrom klinis yang disebabkan oleh peningkatan kadar hormon tiroid di sirkulasi disebut tirotoksikosis. Namun, penyebab tirotoksikosis dapat nontiroid, seperti konsumsi obat yang berisi hormon tiroid. Pemeriksaan penunjang seperti kadar hormon tiroid, deteksi antibodi tiroid, dan scintigraphy, akan membantu menegakkan diagnosis dan menentukan penyakit yang mendasari. Scintigraphy juga dapat membantu mendiagnosis kelainan tiroid lainnya.[2]
Tanpa memandang penyebab hipertiroid, gejala adrenergik dikendalikan dengan beta blocker. Propranolol secara teori dianggap lebih unggul karena juga menghambat 5’-monodeiodinase, sehingga menghambat konversi perifer dari T4 menjadi T3. Modalitas tata laksana lainnya meliputi obat antitiroid, ablasi radioaktif iodin, dan tindakan pembedahan.[1,2]
Obat antitiroid yang dapat diberikan untuk Grave’s disease adalah propylthiouracil, carbimazole, dan methimazole.[1,3]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini