Diagnosis Prolaktinoma
Diagnosis prolaktinoma ditegakkan berdasarkan peningkatan kadar hormon prolaktin serum pada pemeriksaan laboratorium dan gambaran tumor hipofisis pada MRI otak. Prolaktinoma bukanlah satu-satunya penyebab hiperprolaktinemia, sehingga penyebab hiperprolaktinemia yang lain harus selalu dipikirkan sebagai diagnosis banding.[18]
Anamnesis
Anamnesis sangat dibutuhkan untuk menilai keluhan dan faktor risiko prolaktinoma, serta menyingkirkan kemungkinan penyebab galaktorea dan hiperprolaktinemia lainnya.
Galaktorea dialami oleh 30–80% perempuan dan 14–33% laki-laki dengan prolaktinoma. Perlu ditanyakan apakah pasien sedang hamil, menyusui, mengalami stress, atau sedang mengonsumsi obat-obatan yang memiliki efek antagonis terhadap dopamin. Riwayat menopause serta riwayat tumor atau gangguan endokrin lain pada pasien dan keluarga juga perlu ditanyakan untuk menilai faktor risiko.[2,15]
Secara umum, gejala prolaktinoma dapat dikelompokkan menjadi gejala yang berkaitan dengan hormon dan gejala akibat efek massa tumor pada jaringan sekitar.
Gejala yang Berkaitan dengan Hormon
Prolaktinoma merupakan penyebab hiperprolaktinemia yang paling sering setelah kehamilan, hipotiroid primer, dan penggunaan obat-obatan. Pada perempuan, hiperprolaktinemia paling sering menyebabkan gangguan menstruasi (oligomenorea atau amenorea) dan galaktorea.
Sementara itu, pada laki-laki dapat terjadi impotensi, disfungsi ereksi, dan oligozoospermia. Infertilitas, penurunan libido, gejala osteoporosis, kecemasan dan depresi merupakan manifestasi hipogonadisme yang dapat dialami baik oleh perempuan maupun laki-laki.
Pada populasi anak dan remaja dapat ditemukan gangguan pertumbuhan, keterlambatan pubertas, dan amenore primer sebagai komplikasi hipopituitarisme dari prolaktinoma.[2,4]
Gejala Akibat Efek Massa Tumor
Gejala akibat penekanan tumor lebih sering muncul pada pasien dengan makroprolaktinoma. Nyeri kepala, defisit lapang pandang, dan pandangan kabur merupakan gejala yang umum pada seluruh subtipe tumor hipofisis. Jika tumor mengalami invasi ke sinus kavernosus, pasien dapat mengalami ptosis, diplopia, dan gangguan fungsi sensorik wajah.
Pada beberapa kasus yang jarang terjadi, tumor dapat menjadi cukup besar dan invasif sehingga menimbulkan kejang, hidrosefalus, dan exophthalmos unilateral. Adanya nyeri kepala hebat dan deteriorasi penglihatan mendadak merupakan tanda bahaya yang mengarah kepada apopleksi hipofisis.[2,4]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan terhadap galaktorea perlu dilakukan pada setiap pasien perempuan. Pasien diposisikan duduk dengan badan membungkuk ke depan. Kemudian lakukan penekanan pada areola untuk menilai adanya sekret yang keluar dari puting.
Beberapa pasien mungkin tidak mengeluhkan galaktorea, tetapi galaktorea dapat muncul saat pemeriksaan fisik dengan memberikan stimulasi pada puting. Umumnya galaktorea terjadi pada payudara bilateral.[2,14,16]
Pemeriksaan fisik pada laki-laki meliputi penilaian ukuran dan konsistensi testis, persebaran rambut pada tubuh, serta adanya ginekomastia. Penilaian postur tubuh serta antropometri dapat menunjukkan adanya keterlambatan pertumbuhan pada populasi anak dan remaja.[2,14,16]
Pemeriksaan visus dan lapang pandang merupakan pemeriksaan paling utama untuk menilai efek massa tumor. Temuan pada pemeriksaan lapang pandang dapat bervariasi tergantung pada lokasi yang terkompresi.
Penekanan tepat pada kiasma optikum menyebabkan hemianopsia bilateral, penekanan pada nervus optikus menyebabkan quadrantanopsia kontralateral atau skotoma jungsional (pie in the sky defect), dan penekanan pada traktus optikus menyebabkan hemianopsia homonim.[2,4]
Pemeriksaan gerakan bola mata dan pemeriksaan nervus kranialis lainnya juga perlu dilakukan. Defisit neurologis dapat bervariasi sesuai perluasan dari tumor. Gangguan fungsi nervus kranialis III, IV, V mengindikasikan perluasan tumor ke sinus kavernosus.[2,4]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding prolaktinoma meliputi hiperprolaktinemia fisiologis, hiperprolaktinemia terinduksi obat, hipotiroid primer, gagal ginjal kronis, serta kelainan pada hipotalamus dan hipofisis.
Hiperprolaktinemia Fisiologis
Penyebab hiperprolaktinemia fisiologis adalah kehamilan, menyusui, stimulasi pada puting payudara, dan stress (psikologis, aktivitas atau olahraga berat, akibat penyakit akut lainnya). Kondisi-kondisi tersebut dapat diketahui dari anamnesis dan pemeriksaan kehamilan.[5,15]
Hiperprolaktinemia Terinduksi Obat
Beberapa jenis obat-obatan dapat menyebabkan hiperprolaktinemia dengan menginhibisi reseptor atau menghambat transport dopamin. Obat yang dapat menyebabkan hiperprolaktinemia diantaranya adalah golongan antipsikotik dan antidepresan, verapamil, metoklopramid, dan domperidone.
Pada hiperprolaktinemia terinduksi obat, peningkatan kadar prolaktin dalam serum jarang sekali mencapai lebih dari 100 ng/ml. Akan tetapi, penggunaan risperidon dapat meningkatkan kadar prolaktin >200 ng/ml.[5,15,16]
Hipotiroid Primer
Peningkatan sintesis dan sensitivitas terhadap thyrotropin-releasing hormone (TRH) pada hipotiroid menstimulasi sel laktotrof untuk memproduksi prolaktin. Hipotiroid dapat dideteksi dengan pemeriksaan kadar TSH dan free T4.[5,16]
Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal kronis dapat menyebabkan hiperprolaktinemia karena penurunan ekskresi prolaktin dari tubuh. Kadar prolaktin dapat mencapai >1000 mcg/liter pada pasien dengan gagal ginjal. Kondisi ini dapat disingkirkan dengan pemeriksaan fungsi ginjal.[5,16]
Kelainan Hipotalamus dan Hipofisis
Kelainan hipotalamus meliputi tumor primer (kraniofaringioma, disgerminoma, meningioma) dan tumor metastasis. Sementara kelainan pada hipofisis meliputi hipofisitis, kompresi infundibulum (pituitary stalk compression), dan subtipe adenoma hipofisis lainnya seperti tumor penyekresi hormon pertumbuhan dan adrenokortikotropik.
Kelainan pada hipotalamus dan hipofisis akan menghambat fungsi inhibisi dopamin terhadap sekresi prolaktin. Pada kondisi tersebut, kadar prolaktin umumnya tidak melebihi 200 ng/ml. Akromegali dan gigantisme dapat ditemukan pada adenoma hipofisis penyekresi hormon pertumbuhan, dan manifestasi penyakit cushing dapat ditemukan pada adenoma hipofisis penyekresi hormon adrenokortikotropik.[5,14-16]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang selalu dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis prolaktinoma.
Pemeriksaan Kadar Prolaktin
Nilai normal prolaktin dalam serum adalah 3–30 ng/mL pada perempuan dewasa muda, 10–400 ng/mL pada ibu hamil, 2–20 ng/mL pada perempuan menopause, dan 25 ng/ml pada laki-laki.
Pada pasien dengan prolaktinoma kadar prolaktin umumnya berkorelasi dengan ukuran tumor. Nilai ambang batas >150-200 ng/ml digunakan dalam mendiagnosis prolaktinoma. Pasien dengan makroprolaktinoma bahkan dapat memiliki kadar prolaktin yang lebih dari 250 ng/ml.[4,5,9,15,18]
Peningkatan kadar prolaktin akibat penggunaan obat-obatan dan penyebab selain prolaktinoma umumnya tidak mencapai 150 ng/ml. Jika pasien diketahui sedang mengonsumsi obat-obatan yang berpotensi menyebabkan hipersekresi prolaktin, sebaiknya penggunaan obat dihentikan atau disubtitusi sementara selama minimal 72 jam sebelum waktu pemeriksaan hormon prolaktin.[4,5,9,15,18]
Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan prolaktin.
Hook Effect:
Pertama adalah fenomena hook effect, dimana kadar prolaktin terdeteksi normal atau rendah (<250 ng/ml) pada pasien yang sebenarnya memiliki kadar prolaktin sangat tinggi.
Maka dari itu, jika kadar prolaktin tidak sesuai dengan temuan klinis dan radiologis, sebaiknya dilakukan dilusi serial pada sampel sampai 1:100 sebelum dilakukan pemeriksaan kadar prolaktin ulang.[2,11,15,18]
Makroprolaktinemia:
Yang kedua adalah makroprolaktinemia, yaitu kadar prolaktin yang sebenarnya normal tetapi terdeteksi sangat tinggi akibat berat molekul prolaktin yang lebih tinggi dari normal.
Hal tersebut harus dicurigai pada pasien dengan hasil pemeriksaan prolaktin yang tinggi tanpa disertai gejala klinis atau temuan radiologis yang mendukung. Pemeriksaan kadar prolaktin sebaiknya diulang dengan menambahkan polietilen glikol pada sampel serum.[2,11,15,18]
Pemeriksaan Laboratorium Lainnya
Pemeriksaan kadar β-hCG harus dilakukan pada semua pasien wanita usia subur dengan keluhan amenore. Pemeriksaan kadar thyroid-stimulating hormone (TSH), free T4, fungsi ginjal dan hati juga diperlukan untuk menyingkirkan penyebab hiperprolaktinemia lainnya.
Jika terdapat gambaran klinis yang mendukung, pemeriksaan kadar hormon hipofisis lainnya dapat dilakukan untuk mendeteksi efek samping hipopituitarisme dan adanya co-secreting tumor pada prolaktinoma. Pemeriksaan hormon hipofisis meliputi kortisol, adrenokortikotropik, insulin-like growth factor 1 (IGF–1), luteinizing hormone (LH), follicle stimulating hormone (FSH) dan testosteron atau estradiol.[2,5,15]
Radiologi
Magnetic resonance imaging (MRI) otak merupakan modalitas radiologi utama untuk mendiagnosis dan menilai karakteristik serta penyebaran adenoma hipofisis. MRI memiliki resolusi yang tinggi dan mampu memvisualisasi posisi tumor terhadap kiasma optikum, sehingga dapat menentukan jenis operasi yang akan dipilih.[2,4,18]
Protokol standar untuk MRI hipofisis dan wilayah parasellar terdiri dari potongan sagittal T1 dan T2-weighted dengan atau tanpa kontras intravena. Penggunaan kontras dapat membedakan tumor dengan kelenjar hipofisis yang terkompresi, serta mendeteksi invasi ke sinus kavernosus dan penyempitan arteri karotis interna. T2-weighted dapat mendeteksi kompresi pada kiasma optikum.[2,4,18]
Meskipun dapat memvisualisasi tumor, CT scan dianggap kurang efektif karena memiliki resolusi yang lebih rendah serta tidak dapat menggambarkan anatomi hipofisis dan hipotalamus sebaik MRI.
Pada penggunaan CT scan, sering terdapat keraguan dalam membedakan tumor dengan struktur normal di sekitarnya. CT scan dapat menjadi pilihan pada pasien dengan kontraindikasi MRI seperti pasien dengan alat pacu jantung.[2–4]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli