Penatalaksanaan Hemoroid
Penatalaksanaan hemoroid yang utama adalah dengan pendekatan non-farmakologi, seperti perubahan diet, pola hidup, serta bowel habit. Diet harus tinggi serat dan cairan agar konsistensi tinja tidak keras.
Tujuan utama terapi medikamentosa adalah untuk mengendalikan gejala akut hemoroid dibandingkan mengobati keadaan yang mendasari. Meski begitu, basis bukti yang mendukung manfaatnya masih minim. Apabila terapi non-farmakologi dan medikamentosa tidak menghasilkan perbaikan klinis atau derajat hemoroid meningkat, maka perlu dipertimbangkan pembedahan terutama pada derajat hemoroid interna 3 dan 4.[1-3]
Terapi Non-Farmakologi
Terapi non-farmakologi dapat berupa perubahan diet, pola hidup, serta bowel habit. Diet harus tinggi serat dan cairan oral agar konsistensi tinja tidak keras. Jumlah konsumsi serat yang direkomendasikan yakni 25-35 gram serat per hari. Dapat juga ditambahkan dengan terapi warm water (sitz) baths untuk mengurangi gejala dan peradangan pada lesi hemoroid. Diet tinggi serat berdasarkan studi dapat meringankan gejala dan mengurangi risiko perdarahan hingga 50%.[2,4]
Perubahan bowel habit dilakukan dengan cara mengubah posisi saat defekasi dan menghindari mengejan saat buang air besar. Kebiasaan saat di toilet juga harus diperbaiki. Beritahu pasien untuk tidak menghabiskan waktu lama duduk di kloset jika tinja tidak keluar, sekitar 3-5 menit saja. Selain daripada itu, pasien juga disarankan untuk menjaga pola hidup yang baik dengan makanan bergizi seimbang dan olahraga. Aktivitas fisik dapat membantu pergerakan usus dan memperbaiki bowel habit.[2,4,6]
Medikamentosa
Tujuan utama terapi medikamentosa adalah untuk mengendalikan gejala akut hemoroid. Meski begitu, terapi medikamentosa untuk hemoroid belum didasari basis bukti berkualitas tinggi.[14]
Steroid Topikal
Efikasi penggunaan steroid topikal belum banyak diteliti dalam pengobatan hemoroid trombositosis. Meski demikian, agen ini dapat digunakan untuk mengurangi gejala gatal dan peradangan.
Hydrocortisone topikal telah dilaporkan dapat meredakan pendarahan hemoroid internal. Walaupun begitu, penting untuk mempertimbangkan prinsip penggunaan steroid dan efek samping yang terkait, seperti atrofi mukosa. Oleh karena itu, penggunaan steroid topikal dalam jangka panjang sebaiknya dihindari.[14]
Pilihan Lainnya
Manfaat penggunaan obat antiinflamasi masih menjadi perdebatan karena ada bukti yang menunjukkan bahwa pembuluh darah submukosa tidak menyusut dengan obat antiinflamasi. Sementara itu, nitroglycerin topikal dan nifedipine juga telah digunakan untuk meredakan gejala yang terkait dengan spasme sfingter anus, tetapi agen-agen ini juga harus digunakan dengan hati-hati karena efek samping yang terkait, seperti hipotensi.[14]
Sediaan topikal yang mengandung bioflavonoid, seperti hidrosmin dan hesperidin, juga dapat menjadi pilihan untuk mengurangi gejala hemoroid karena dapat mengurangi perdarahan dan pruritus serta dapat memperbaiki gejala secara umum. Meski begitu, sampai saat ini belum disetujui oleh FDA sebagai regimen terapi hemoroid.[2,4]
Anelgesia dengan Agen Anestesi Topikal Lokal
Penggunaan analgesia dengan anestesi topikal lokal dalam penatalaksanaan hemoroid bertujuan untuk mengurangi rasa sakit dan ketidaknyamanan. Obat-obatan yang sering digunakan termasuk lidocaine, benzocaine, dan tetracaine.
Dalam penggunaan agen anestesi topikal, pemilihan formulasi harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kondisi klinisnya. Misalnya, sediaan gel umumnya lebih cocok untuk penggunaan pada area eksternal, sementara sediaan solusio lebih sesuai untuk aplikasi internal.[2,4]
Stool Softener
Salah satu contoh agen stool softener yang sering digunakan dalam penanganan hemoroid adalah docusate sodium. Penggunaan stool softener dalam penanganan hemoroid bertujuan untuk mengurangi ketegangan dan trauma pada area rektum selama buang air besar, sehingga mengurangi risiko iritasi dan perdarahan pada hemoroid.
Docusate sodium bekerja dengan meningkatkan kadar air dalam feses, sehingga membuatnya lebih lembut dan mudah dikeluarkan tanpa perlu mengejan secara berlebihan.[2,4]
Tindakan Non-Operatif
Tindakan tanpa pembedahan untuk penatalaksanaan hemoroid mencakup ligasi rubber band, skleroterapi, dan fotokoagulasi inframerah.[2,4,6]
Ligasi Rubber Band
Ligasi rubber band dilakukan dengan memasukkan instrumen ligasi melalui spekulum sehingga dapat mencengkram atau menyedot hemoroid target. Selanjutnya, lesi hemoroid diikat dengan rubber band hingga kebagian pedikel. Tindakan ini bertujuan untuk menimbulkan reaksi nekrosis akibat iskemia jaringan hemoroid.[2,6]
Proses ini dapat berlangsung selama 1–2 minggu. Selain itu, fibrosis yang terbentuk pasca nekrotik dapat mengurangi risiko prolaps hemoroid. Meski begitu, prosedur ini membutuhkan keahlian yang cukup tinggi karena kesalahan penempatan rubber band dapat mengakibatkan reaksi nyeri hebat. Efikasi prosedur ini berkisar antara 11%-50%.[4]
Skleroterapi
Skleroterapi adalah injeksi agen kaustik pada submukosa hemoroid sehingga menghilangkan vaskularisasi, trombosis intravaskular, dan fibrosis. Fibrosis dipercaya mengakibatkan fiksasi jaringan dan menghilangkan prolapsus. Agen kaustik yang dipergunakan contohnya adalah 5% phenol dalam minyak almond.
Komplikasi prosedur ini antara lain perdarahan dan nyeri. Apabila suntikan diberikan terlalu dalam, dapat muncul risiko pada organ lain, sehingga menimbulkan retensi urin, epididimitis, prostatitis, maupun abses prostat.[2,4]
Fotokoagulasi Inframerah
Fotokoagulasi menggunakan cahaya inframerah pada hemoroid menghasilkan koagulasi protein sel dan evaporasi cairan intraselular, sehingga terjadi sklerosis dan fiksasi akibat fibrosis jaringan. Metode ini tidak menimbulkan reaksi nyeri sehebat prosedur lain.[2,4]
Pembedahan
Tindakan bedah yang dapat menjadi pilihan adalah metode ligasi transanal, hemoroidektomi stapler, dan hemoroidektomi biasa.
Doppler-Guided Transanal Hemorrhoid Ligation (DG-HTL)
Tindakan ini menggunakan proktoskopi khusus dengan probe Doppler dan lampu untuk mengidentifikasi arteri dan jahitan ligasi. Tindakan ini dilakukan pada hemoroid derajat 2,3, dan 4. Jahitan ligasi dilakukan dari pedikel hemoroid terus ke bawah sampai linea dentata untuk melakukan ligasi hemoroid. Jahitan disimpul kembali ke apeks untuk mengangkat hemoroid kembali ke posisi anatomi.
Pada prosedur ini nyeri umumnya bersifat nyeri sedang yang akan hilang dalam beberapa hari setelah operasi. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain adalah perdarahan, retensi urin, thrombosis, dan fisura.[2,4]
Hemoroidektomi Stapler
Tindakan ini menggunakan stapler sirkular untuk mengatasi prolaps hemoroid internal, termasuk membuang bagian proksimal dari mukosa rektal distal hemoroid dan linea dentata. Tindakan ini mengurangi prolaps dan memfiksasi jaringan ke dinding rektal. Tindakan ini lebih tidak nyeri pada pasca operasi karena jaringan yang dieksisi berada proksimal dari serabut saraf somatik anus.
Komplikasi berat yang dapat terjadi antara lain perdarahan, inkontinensia, stenosis, fistula, dan sepsis perineal. Pada wanita harus dipastikan bahwa jaringan vagina atau septum rektovagina tidak terlibat karena dapat mengakibatkan terbentuknya fistula rektovagina. Komplikasi yang lebih jarang terjadi antara lain perforasi, sepsis retroperitoneal, dan obstruksi total rektum.[2,6]
Hemoroidektomi
Sekitar 5-10% pasien hemoroid memerlukan operasi hemoroidektomi. Pasien yang memerlukan operasi terbuka hemoroidektomi adalah pasien dengan:
- Hemoroid derajat 3 yang tidak responsif terhadap terapi non-operatif
- Hemoroid derajat 4
- Hemoroid eksternal besar atau hemoroid campuran
- Hemoroid dengan kondisi patologis anorektal[2,4]
Prosedur yang paling banyak digunakan adalah hemoroidektomi tertutup Ferguson dan hemoroidektomi terbuka Milligan-Morgan. Pada pendekatan Ferguson, hemoroid dielevasi, kulit eksternal dan anoderm diinsisi. Pedikel diligasi dan luka ditutup dengan jahitan kontinu. Pada pendekatan Milligan-Morgan, hemoroid dieksisi tetapi luka dibiarkan terbuka untuk epitelisasi.[2]
Komplikasi pasca operasi yang paling sering ditemukan adalah perdarahan pada 1 minggu setelah operasi. Hingga 34% kasus dilaporkan mengalami retensi urin temporer yang dapat diatasi dengan pemasangan kateter. Stenosis anal umum terjadi, terutama jika eksisi dilakukan pada multipel kuadran.[2,4-6]
Laksatif direkomendasikan pada setiap perawatan pasca tindakan. Topikal metronidazole 10% diberikan 3 kali sehari untuk pencegahan infeksi. Topikal diltiazem dapat mengurangi nyeri.[4-6]
Penulisan pertama oleh: dr. Debtia Rahmah