Diagnosis Ulkus Peptikum
Diagnosis ulkus peptikum dapat ditegakkan pada pasien dengan keluhan nyeri ulu hati, kembung, mual, dan muntah, yang kemudian dikonfirmasi melalui endoskopi. Pada kasus yang telah mengalami komplikasi, dokter mungkin menemukan perdarahan pada saluran cerna, perforasi, dan peritonitis.[5]
Anamnesis
Pasien ulkus peptikum umumnya datang dengan keluhan nyeri abdomen bagian epigastrium, seperti terbakar atau rasa perih yang tidak nyaman. Nyeri dapat muncul segera setelah makan atau beberapa jam setelahnya. Gejala lain yang dapat muncul adalah kembung, distensi abdomen, mual, muntah, dan penurunan berat badan.[3,12]
Pada pasien ulkus duodenum, nyeri abdomen umumnya timbul saat perut kosong atau saat malam hari. Nyeri umumnya membaik dengan konsumsi makanan atau pemberian agen penetral asam lambung. Hal ini berbeda dengan pasien ulkus gaster yang justru mengalami nyeri yang lebih buruk setelah makan.[3,12]
Pada kondisi yang lebih berat, perdarahan saluran cerna dapat terjadi yang ditandai dengan hematemesis dan melena. Gejala peritonitis berupa nyeri tajam yang berat dan tiba-tiba juga dapat muncul jika sudah terjadi perforasi.[3,12]
Pada anamnesis, dokter juga perlu menanyakan mengenai faktor-faktor risiko, seperti konsumsi obat golongan nonsteroidal antiinflammatory drug (NSAID) atau kortikosteroid dan aspirin dalam jangka waktu lama.[3,12]
Pemeriksaan Fisik
Pada pasien ulkus peptikum yang belum perforasi, umumnya pemeriksaan fisik hanya menunjukkan nyeri tekan regio epigastrium dan distensi abdomen. Jika sudah terjadi perforasi, dokter mungkin menemukan nyeri yang tajam, berat, dan tiba-tiba, yang biasanya dirasakan di seluruh abdomen. Pasien tampak kesakitan, sulit bergerak, dan tampak berbaring dalam posisi fetal. Pada pemeriksaan abdomen, nyeri tekan seluruh kuadran serta rigiditas dan defans muskular dapat ditemukan.[5]
Diagnosis Banding
Penyakit ulkus peptikum ditandai dengan nyeri epigastrium yang juga dapat terjadi pada penyakit saluran pencernaan lain.
Dyspepsia Fungsional dan Gastritis
Dyspepsia fungsional atau dyspepsia esensial merupakan nonulcerative disease (NUD) yang menjadi salah satu penyebab umum nyeri perut atas. Sementara itu, gastritis merupakan inflamasi pada lapisan mukosa gaster. Untuk Membedakan dyspepsia dan gastritis dari ulkus peptikum, dokter dapat melakukan endoskopi. Pasien dyspepsia dan gastritis dapat dirujuk untuk endoskopi jika tidak ada perbaikan gejala walaupun sudah diberi terapi adekuat.[4,5]
Gastroesophageal Reflux Disease
Gastroesophageal reflux disease (GERD) ditandai dengan heartburn, disfagia, dan regurgitasi. Penyakit ini dapat dibedakan dengan ulkus peptikum berdasarkan hasil pemeriksaan endoskopi.[4,5]
Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, gejala utama umumnya adalah diare. Penyakit ini umumnya dapat sembuh dalam beberapa hari, berbeda dengan keluhan ulkus peptikum yang sering kali hilang-timbul dan dirasakan dalam waktu lama.[4,5]
Sindrom Koroner Akut
Nyeri epigastrium juga merupakan salah satu manifestasi sindrom koroner akut. Mual dan muntah juga merupakan gejala prediktif kuat dari infark miokard akut. Oleh karena itu, diagnosis sindrom koroner akut harus dipertimbangkan, terutama pada pasien dengan faktor risiko. Untuk membantu membedakan diagnosis, dokter dapat melakukan pemeriksaan seperti EKG atau biomarker jantung.[5]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang berupa endoskopi digunakan untuk mengonfirmasi adanya ulkus pada gaster atau duodenum. Pemeriksaan penunjang lain seperti urea breath test dan biopsi digunakan untuk mendeteksi adanya H.pylori.[12,13]
Endoskopi
Ulkus peptikum ditandai dengan adanya kerusakan mukosa berukuran >5 mm yang ditutupi fibrin. Kerusakan <5 mm disebut sebagai erosi. Predileksi kerusakan mukosa pada gaster adalah pada angulus kurvatura minor, sedangkan predileksi ulkus di duodenum adalah pada pars superior duodenum di mana isi lambung memasuki intestinum. Saat endoskopi, dokter dapat pula melakukan biopsi untuk mengidentifikasi infeksi H. pylori dan keganasan.[12]
Deteksi Infeksi H. pylori
Deteksi adanya infeksi H. pylori dapat dilakukan secara noninvasif menggunakan urea breath test (UBT), tes serologi darah, dan stool antigen test (SAT). Infeksi H. pylori merupakan salah satu penyebab tersering dari ulkus peptikum.[13]
Urea Breath Test:
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan penunjang pilihan bila pasien tidak dapat menjalani endoskopi. Pasien diminta menelan urea yang sudah dilabel dengan isotop karbon 13 atau 14. Kemudian, sampel napas pasien akan diambil. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 96% dan spesifisitas 93%. Selain digunakan untuk diagnosis, pemeriksaan ini juga ditujukan untuk memonitor keberhasilan pengobatan.[4,5,14]
Pada pemeriksaan ini, obat proton pump inhibitor seperti omeprazole perlu dihentikan selama 2 minggu terlebih dahulu. Kelemahan dari pemeriksaan ini yaitu akurasinya menurun pada pasien yang telah dilakukan gastrektomi distal.[4,5,14]
Stool Monoclonal Antigen Tests:
Pemeriksaan ini juga termasuk pilihan pemeriksaan noninvasif untuk diagnosis infeksi H. pylori. Stool monoclonal antigen test dapat dilakukan melalui enzyme immunoassay (EIA) dan immunochromatography (ICA).[4,5,15]
Pemeriksaan ini merupakan pilihan pada pasien yang telah menjalani gastrektomi distal dan pada anak-anak. Pemeriksaan ini juga dipakai sebagai indikator kesembuhan karena hanya dapat mendeteksi infeksi yang aktif. Pada pemeriksaan ini, obat proton pump inhibitor juga perlu dihentikan selama 2 minggu terlebih dahulu.[4,5,15]
Tes Serologi:
Tes serologi mendeteksi anti-immunoglobulin G yang spesifik terhadap H. pylori pada serum. Pemeriksaan ini memiliki spesifisitas tinggi >90% tetapi tidak bisa membedakan infeksi aktif dan infeksi terdahulu.[4,5,16]
Urine-Based ELISA dan Rapid Urine Test:
Pemeriksaan ELISA dan rapid immunochromatography (IM) assay dapat digunakan untuk deteksi anti-immunoglobulin G H. pylori pada urine. Pemeriksaan ini lebih mudah dilakukan, terutama untuk diagnosis pada banyak orang. Namun, pemeriksaan ini memiliki sensitivitas hanya 83% dan spesifisitas hanya 89%, yang lebih rendah bila dibandingkan dengan pemeriksaan noninvasif lainnya.[2,5,17]
Biopsi Endoskopi:
Saat melakukan endoskopi, dokter dapat pula mengambil sampel untuk mendeteksi adanya infeksi H. pylori. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan paling invasif tetapi efektif karena dapat digunakan untuk mendiagnosis ulkus peptikum bersamaan dengan mengidentifikasi infeksi H. pylori. Pemeriksaan ini memiliki spesifisitas dan sensitivitas >90–95%. Jaringan diambil dan dianalisis dengan mikroskop menggunakan pewarnaan sederhana seperti hematoxylin dan eosin. Hasil biopsi juga dapat dikultur.[2,5,16]
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur